Sukses menggelar dialog publik seri pertama bulan lalu, Medan Jurnalis Club (MJC) kembali melakukan kegiatan serupa, Kamis (8/10) besok. Kali ini dialog publik MJC mengangkat tema "Mencari Format Penyelesaian Lahan Eks HGU PTPN II" bertempat di Medan Club Jalan Kartini Medan.
Ketua panitia dialog M Nanda Octavian didampingi Sekretaris Irfan Azmi dan Bendahara Samuel Nababan, Selasa (6/10) mengatakan, salah satu program dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Pemerintahan Jokowi-JK adalah "Reforma Agraria". Program tersebut meliputi redistribusi tanah, legalisasi aset dan bantuan pemberdayaan masyarakat.
"Sembilan juta hektare tanah dialokasikan untuk prorgam ini, dimana pemerintah menetapkan tanah seluas 4,5 juta hektare lewat legalisasi asset (sertifikasi), sementara 4,5 juta hektar lewat redistribusi tanah yang sebagian besar melalui proses pelepasan kawasan hutan." kata Nanda kepada wartawan di Medan.
Dialog tentang tanah, ujar Nanda, sengaja dipilih menjadi topik karena bertepatan dengan hari agraria/hari tani nasional, 24 September 2015 lalu. "Perlu kiranya didengungkan kembali kejelasan pelaksanaan dari program pemerintah tersebut," sebutnya.
Di sisi lain, menurut dia, berbagai organisasi masyarakat yang fokus pada penguatan masyarakat tani menilai bahwa program yang diklaim sebagai reformasi agraria oleh Jokowi-JK bukan sebagai reforma agraria sejati.? "Selain masih cenderung terbatas dan sektoral, program ini dinilai belum diorientasikan pada penyelesaian berbagai persoalan konflik kepemilikan dan penguasaan tanah secara menyeluruh," tuturnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, ihwal redistribusi tanah yang paling menarik perhatian di Provinsi Sumatera Utara adalah pelepasan tanah eks HGU PTPN II. Lahan seluas 5.873,06 Ha ini terhampar di kabupaten Deliserdang, Kabupaten Langkat dan Kota Binjai.
Bagaimana format penyelesaian lahan eks HGU PTPN II saat ini? "Kami akan melakukan eksplorasi gagasan pada dialog itu," katanya.
Almarhum Mayjend TNI Tengku Rizal Nurdin pada 2002 silam, saat menjabat sebagai Gubernur Sumut, sebut Nanda, memerintahkan pelepasan tanah eks HGU PTPN II kepada petani penggarap. Kebijakan yang diambil paskareformasi 98 ini dinilainya dapat meredam terjadinya konflik horizontal maupun vertikal kala itu.
Namun, ribuan hektare lahan yang sudah tidak diperpanjang oleh negara melalui BPN sejak 2002 silam ini, tidak juga bisa "disertifikatkan" oleh warga karena Menteri BUMN selaku pemegang saham tidak memberikan ijin prinsip untuk pelepasan asetnya tersebut.
Pada rapat dengar pendapat yang digelar di Komis A DPRD Sumut, pada Kamis (12/3) lalu, Direktur SDM/Umum PTPN II, Komaruzzaman, mengatakan bahwa pelepasan eks HGU tersebut justru "terhalang" oleh Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.?Menteri BUMN selaku salah satu pemegang saham PTPN II pada 14 Januari 2015 sudah meminta kepada Gubsu, perihal hasil inventarisir dan daftar nominatif warga yang berhak menerima penyerahan lahan tersebut. Atas dasar daftar itulah, Menteri BUMN kemudian menghapus asetnya.
Dalam rapat dengar pendapat itu juga, Komaruzzaman mengungkapkan bahwa berlikunya pelepasan aset ini disebabkan oleh BPN yang mengeluarkan SK No.42,43 dan 44/HGU/BPN/2002 dan No.10/HGU/BPN/2004.? "Sejak awal, SK 42,43 dan 44 yang dikeluarkan oleh BPN ini menimbulkan potensi adanya konflik, contohnya lahan yang diserahkan PTPN II untuk pembangunan bandara Kualanamu pada tahun 1996 seluas 655,83 hektar, dalam SK tersebut, BPN malah memperpanjang HGU-nya padahal sudah jelas lahannya berubah fungsi," tutur Nanda.
Namun, sambung dia, ada juga ratusan hektar lahan PTPN II yang masih berproduksi, tidak diperpanjang HGU-nya oleh BPN. "Ada lagi rumah dinas manajer, kantor, klinik yang tidak diperpanjang HGU-nya," jelasnya.
Selain persoalan pelepasan aset di lahan eks HGU PTPN II, sengketa kepemilikan lahan ini juga terjadi antara masyarakat adat dengan pemerintah, masyarakat adat dengan pengusaha di beberapa wilayah lainnya di Sumut.? "Sebenarnya, seriuskah pemerintah untuk mendistribusikan tanah untuk rakyat? Bagaimana implementasi program reforma agraria saat ini? Bisakah program tersebut menuntaskan persoalan penguasaan tanah, khususnya di eks HGU PTPN II? Bagaimana format penyelesaian lahan wks HGU PTPN II saat ini? Itulah yang akan kami dialogkan, ungkapnya.
Sekretaris Panitia Irfan Azmi menambahkan, pada dialog seri kedua ini, pihaknya akan mengundang pembicara Plt Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi, Kakanwil BPN Sumut, Direktur Utama PTPN II, Anggota Komisi A DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan, praktisi hukum Hamdani Harahap, dosen USU DR Edy Ikhsan dan mengundang pemangku kepentingan pertanahan di Sumut termasuk Kontras. (bbs)
Namun, ribuan hektare lahan yang sudah tidak diperpanjang oleh negara melalui BPN sejak 2002 silam ini, tidak juga bisa "disertifikatkan" oleh warga karena Menteri BUMN selaku pemegang saham tidak memberikan ijin prinsip untuk pelepasan asetnya tersebut.
Pada rapat dengar pendapat yang digelar di Komis A DPRD Sumut, pada Kamis (12/3) lalu, Direktur SDM/Umum PTPN II, Komaruzzaman, mengatakan bahwa pelepasan eks HGU tersebut justru "terhalang" oleh Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.?Menteri BUMN selaku salah satu pemegang saham PTPN II pada 14 Januari 2015 sudah meminta kepada Gubsu, perihal hasil inventarisir dan daftar nominatif warga yang berhak menerima penyerahan lahan tersebut. Atas dasar daftar itulah, Menteri BUMN kemudian menghapus asetnya.
Dalam rapat dengar pendapat itu juga, Komaruzzaman mengungkapkan bahwa berlikunya pelepasan aset ini disebabkan oleh BPN yang mengeluarkan SK No.42,43 dan 44/HGU/BPN/2002 dan No.10/HGU/BPN/2004.? "Sejak awal, SK 42,43 dan 44 yang dikeluarkan oleh BPN ini menimbulkan potensi adanya konflik, contohnya lahan yang diserahkan PTPN II untuk pembangunan bandara Kualanamu pada tahun 1996 seluas 655,83 hektar, dalam SK tersebut, BPN malah memperpanjang HGU-nya padahal sudah jelas lahannya berubah fungsi," tutur Nanda.
Namun, sambung dia, ada juga ratusan hektar lahan PTPN II yang masih berproduksi, tidak diperpanjang HGU-nya oleh BPN. "Ada lagi rumah dinas manajer, kantor, klinik yang tidak diperpanjang HGU-nya," jelasnya.
Selain persoalan pelepasan aset di lahan eks HGU PTPN II, sengketa kepemilikan lahan ini juga terjadi antara masyarakat adat dengan pemerintah, masyarakat adat dengan pengusaha di beberapa wilayah lainnya di Sumut.? "Sebenarnya, seriuskah pemerintah untuk mendistribusikan tanah untuk rakyat? Bagaimana implementasi program reforma agraria saat ini? Bisakah program tersebut menuntaskan persoalan penguasaan tanah, khususnya di eks HGU PTPN II? Bagaimana format penyelesaian lahan wks HGU PTPN II saat ini? Itulah yang akan kami dialogkan, ungkapnya.
Sekretaris Panitia Irfan Azmi menambahkan, pada dialog seri kedua ini, pihaknya akan mengundang pembicara Plt Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi, Kakanwil BPN Sumut, Direktur Utama PTPN II, Anggota Komisi A DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan, praktisi hukum Hamdani Harahap, dosen USU DR Edy Ikhsan dan mengundang pemangku kepentingan pertanahan di Sumut termasuk Kontras. (bbs)