[caption id="attachment_41187" align="alignleft" width="620"]
Penampakan matahari di Palembang[/caption]
Menghirup udara berbau asap sudah dianggap lazim di Palembang dalam dua bulan terahir. Tak hanya itu, kelaziman lain yang muncul akibat asap adalah matahari yang tak pernah terik.
Sepanjang hari kemarin misal, matahari tetap muncul seperti biasa. Namun hingga sekitar pukul 10.00 WIB, sinarnya tak terik lantaran terhalang kabut asap. Bahkan, matahari bisa dilihat dengan mata telanjang serupa melihat bulan.
Beranjak siang hingga pukul 14.00 WIB, sinar matahari mulai terik. Namun tentu tak sama dengan kondisi sinar matahari di daerah yang tak terkena asap. Di Bumi Sriwijaya ini, jarak pandang sehari kemarin saja hanya sekitar 1.000 meter.
Sejak pagi mayoritas warga sudah beraktivitas menggunakan masker. Di jalanan, pengendara, pedagang, penjaja koran di lampu merah, anak-anak berangkat ke sekolah, dan lainnya, mereka mengenakan masker. Itupun bukan masker khusus, tapi masker standar yang tak jarang asap masih tercium.
Sementara sekitar 4 orang mahasiswa yang mengenakan jas almamater, sejak pukul 06.00 WIB tampak sudah sibuk membagikan masker dari 2 dus besar kepada pengendara yang tak mengenakan masker di perempatan jalan.
Menghirup udara berbau asap sudah dianggap lazim di Palembang dalam dua bulan terahir. Tak hanya itu, kelaziman lain yang muncul akibat asap adalah matahari yang tak pernah terik.
Sepanjang hari kemarin misal, matahari tetap muncul seperti biasa. Namun hingga sekitar pukul 10.00 WIB, sinarnya tak terik lantaran terhalang kabut asap. Bahkan, matahari bisa dilihat dengan mata telanjang serupa melihat bulan.
Beranjak siang hingga pukul 14.00 WIB, sinar matahari mulai terik. Namun tentu tak sama dengan kondisi sinar matahari di daerah yang tak terkena asap. Di Bumi Sriwijaya ini, jarak pandang sehari kemarin saja hanya sekitar 1.000 meter.
Sejak pagi mayoritas warga sudah beraktivitas menggunakan masker. Di jalanan, pengendara, pedagang, penjaja koran di lampu merah, anak-anak berangkat ke sekolah, dan lainnya, mereka mengenakan masker. Itupun bukan masker khusus, tapi masker standar yang tak jarang asap masih tercium.
Sementara sekitar 4 orang mahasiswa yang mengenakan jas almamater, sejak pukul 06.00 WIB tampak sudah sibuk membagikan masker dari 2 dus besar kepada pengendara yang tak mengenakan masker di perempatan jalan.
Seorang warga bernama Ratifiana menceritakan ketebalan kabut asap memang tak bisa diprediksi. Kadang kala sejak pagi hingga siang sangat tebal, kemudian lain waktu asap hanya tipis namun tetap perlu sedia masker.
"Kalau yang agak parah itu awal bulan ini. Pagi nggak ada matahari, pukul 10.00 WIB ada sedikit tapi nggak terlalu terik. Siang pukul 13.00 WIB asapnya tebal lagi sampai sore dan malam," ucap Ratifiana saat berbincang di Palembang, Sabtu (10/10/2015).
Di rumahnya, Fiana sudah membeli banyak masker sebagai persediaan bagi anggota keluarga jika ingin bepergian ke luar rumah. Meski pernah beberapa kali asap itu masuk ke dalam rumah melalui ventilasi atau pintu dan jendela yang terbuka.
"Kebetulan di rumah stok masker," ujar perawat di salah satu rumah sakit di Palembang itu.
Penting juga diketahui, polusi akibat lahan dan hutan yang dibakar itu tak hanya berupa asap. Tak jarang membawa debu sisa kebakaran. "Jemuran kering, tapi pernah di baju dan celananya ada debu bakaran. Di motor atau mobil juga suka mudah berdebu," ujarnya.
"Ya beginilah, sudah dua bulanan dari sekitar awal Agustus," imbuh Fiana.
Tak ada yang bisa memastikan kapan bencana asap akan berlalu. Mungkin banyak keluarga lain di Palembang yang juga sudah menyediakan banyak masker di rumahnya seperti Fiana, mungkin juga menyediakan oksigen.
Data terakhir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, Indeks Kualitas Udara (PM10) di Palembang masih kategori berbahaya hingga Jumat (9/10) pukul 19.00 WIB. Masyarakat sangat terpapar asap kebakaran. Tercatat lebih dari 83.000 warga menderita penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
"Satuan Tugas Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Asap terus mengupayakan pemadaman, baik darat dan udara. Personel gabungan berjumlah 3.694 berjibaku memadamkan api dan asap hingga kini," ucap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho malam tadi.(dc)
"Kalau yang agak parah itu awal bulan ini. Pagi nggak ada matahari, pukul 10.00 WIB ada sedikit tapi nggak terlalu terik. Siang pukul 13.00 WIB asapnya tebal lagi sampai sore dan malam," ucap Ratifiana saat berbincang di Palembang, Sabtu (10/10/2015).
Di rumahnya, Fiana sudah membeli banyak masker sebagai persediaan bagi anggota keluarga jika ingin bepergian ke luar rumah. Meski pernah beberapa kali asap itu masuk ke dalam rumah melalui ventilasi atau pintu dan jendela yang terbuka.
"Kebetulan di rumah stok masker," ujar perawat di salah satu rumah sakit di Palembang itu.
Penting juga diketahui, polusi akibat lahan dan hutan yang dibakar itu tak hanya berupa asap. Tak jarang membawa debu sisa kebakaran. "Jemuran kering, tapi pernah di baju dan celananya ada debu bakaran. Di motor atau mobil juga suka mudah berdebu," ujarnya.
"Ya beginilah, sudah dua bulanan dari sekitar awal Agustus," imbuh Fiana.
Tak ada yang bisa memastikan kapan bencana asap akan berlalu. Mungkin banyak keluarga lain di Palembang yang juga sudah menyediakan banyak masker di rumahnya seperti Fiana, mungkin juga menyediakan oksigen.
Data terakhir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, Indeks Kualitas Udara (PM10) di Palembang masih kategori berbahaya hingga Jumat (9/10) pukul 19.00 WIB. Masyarakat sangat terpapar asap kebakaran. Tercatat lebih dari 83.000 warga menderita penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
"Satuan Tugas Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Asap terus mengupayakan pemadaman, baik darat dan udara. Personel gabungan berjumlah 3.694 berjibaku memadamkan api dan asap hingga kini," ucap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho malam tadi.(dc)