Penumpang Keluhkan Sistem Satu Pintu Bandara Kualanamu Dike

Sebarkan:
Predikat Sertifikasi Bintang 4 Skytrax Dipertanyakan

[caption id="attachment_46350" align="aligncenter" width="680"]Suasana di Bandara Kuala Namu Suasana di Bandara Kuala Namu[/caption]

Diberlakukannya satu pintu masuk di Bandara Kualanamu yakni di drop zone lantai III terus menimbulkan keluhan dari para penumpang dan pengguna jasa.

Pasalnya selain menimbulkan antrian panjang yang mengakibatkan adanya kekhawatiran calon penumpang akan ketinggalan pesawat.

Selain itu pemberlakukan satu pintu masuk ini dinilai tidak sesuai dengan jumlah penumpang yang selalu meningkat setiap harinya serta bertentangan dengan semangat awal pembangunan bandara Kulanamu yang berkonsep Mall Publik Area terbuka dan memperoleh sertifikasi bintang 4 dari Skytrax.

"Bandara Kualanamu sejajar dengan bandara lain yang ada di kategori Skytrax yakni antara lain Abu Dhabi International Airport di UEA, Charles De Gaulle di Paris, Prancis, Schipol Airport di Amsterdam, Belanda, dan bandara lainnya," terang salah seorang calon penumpang yang juga mantan karyawan PT AP II pada Kamis (21/1) pagi.

Dengan sertifikasi itu, Bandara Kualanamu dilengkapi fasilitas canggih penanganan bagasi yakni integrated baggage handling screening system (IBHSS) dengan tingkat pendeteksi keamanan tertinggi. "Pemberlakukan satu pintu ini sangat tidak sesuai dengan konsep awal pembangunan bandara yakni konsep chekin area terbuka," terangnya.

Ditaketahui, Bandara Kualanamu meraih sertifikasi Bintang 4 dari Skytrax berdasarkan penilaian menyeluruh terhadap standar dari pelayanan dan produk yang berhubungan langsung dengan konsumen pada tahun 20015 lalu.

Termasuk aspek-aspek yang termasuk penilaian adalah fasilitas terminal, kenyamanan terminal, layanan transit, area perbelanjaan, restoran, kafe dan bar, layanan dan fasilitas bagi penumpang berangkat serta datang, layanan imigrasi, pemeriksaan keamanaan, dan transportasi darat yang sudah standart internasional.

"Bandara Kualanamu merupakan bandara termodern di Indonesia saat ini, dilengkapi fasilitas canggih penanganan bagasi yakni integrated baggage handling screening system (IBHSS) dengan tingkat pendeteksi keamanan tertinggi. Dengan konsep awal ini, semua tenant-tenan yang ada di bandara ini membludak, angka maksimum brutonya menjadi tinggi.Kemudian harga jualnya juga menjadi tinggi jauh dari bandara Polonia mencapai 5-10 kali lipat karena ini dibuat area terbuka," ujarnya.

Lanjutnya dengan diterapkannya satu pintu masuk pasca aksi teror di Jakarta dimana penumpang dialihkan dengan satu pintu, baik yang masuk kearea keberangkatan dan kedatangan.
"Bayangkan dengan kondisi ini tidak seimbang lagi, sehingga terjadi krodit di lokasi satu pintu itu. Krodit, artinya mempengaruhi pelayanan.
Kita setuju peningkatan pengamanan, semua diperketat. Tetapi caranya tidak sedemikian ini ,kenapa tidak disipakan X Ray di pintu lantai I, kalau dengan alasan pengamanan dibuat hal demikian itu tidak masuk akal. Orang yang mau menjemput kok, harus naik ke terminal keberangkatan. Jangan disiksa lah pengguna jasa bandara dengan system ini. Katanya bertaraf kelas dunia, meraih sertifikat bintang 4 dari skytrax tapi model seperti ini. Bahkan sama halnya seperti terminal bus," jelasnya.

Dirinya pun mendukung jika dilakukan peningkatan pengamanan, namun seharusnya PT AP II sebagai pengelola Bandara Kualanamu harus menyiapkan fasilitas yang baik untuk pengguna jasa dan calon penumpang. Apalagi setiap penumpang di Bandara Kualanamu membayar Passanger Service Carge (PSC) atau air potax dibayar penumpang dan paling mahal di bandara yang ada di Indonesia.

"Berikan pelayanan, karena kita sudah mahal membayar PSC, domestic Rp 75 ribu per orang, international Rp 200 ribu. Kalau seperti ini terus menerus, pelayanan tidak ada, bahkan penumpang harus antri berjam-jam di Bandara Kualanamu, kemana uang PSC yang dipungut dari pengguna jasa bandara tersebut? Jangan buat penumpang tidak nyaman, sebab PSC itu diperuntukkan service carge bagi pengguna jasa bandara," tegasnya.

Lanjutnya, jika pemberlakuan satu pintu, malah lebih bagus semua pintu di buka kalau mau aman. Tetapi tambahkan alat X Ray dipintu-pintu yang ada.

"X Ray silahkan beli, kurang petugas silahkan tambah. Sebab kita tau penerimaan untuk PSC itu sudah sangat banyak. Hitungannya sangat mudah, jumlah penumpang domestik dikisaran 9 ribu orang perhari, di kali Rp 75 ribu maka sekitaran Rp 675 juta diperoleh perhari. Ditambah jumlah penerbangan Internasional sebanyak 1500, orang perhari, dikali Rp 200 ribu sekitar Rp 300 juta. Ditotal PSC domestik dan international hampir 1 Miliyar perhari," urainya.

Lalu kondisinya sekarang dengan alasan keamanan pintu masuk dibuat satu pintu. "PT AP II seenaknya saja, tetapi hak pelayanan calon penumpang dan pengguna jasa tidak di hiraukan. Masak untuk membeli alat X Ray tidak ada untuk menambah dipintu-pintu, jangan dipikir memberlakukan satu pintu semakin aman. Justru itu semakin tidak aman dan nyaman. Kalau kondisi ini terus demikian sebagai pengguna jasa bandara kita harus mengadu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), sebab kita mahal membayar PSC tetapi malah tidak nyaman," tegasnya.

Disinggung pemberlakuan satu pintu untuk keamanan bandara, menurutnya itu tidak masuk akal. Malah pengamanan yang dibuat seperti itu, pengamanan setengah hati dan abal-abal.

"Coba bayangkan, kalau hanya untuk antisipasi bom, tetapi di publik area dibuat pengetatan, kalau seperti yang kita lihat di TV, ia melakukan bom bunuh diri. Apa nggak makin banyak korban dengan satu pintu ini.
Paling bagus dilakukan pengamanan di pintu luar pengambilan karcis saja sewaktu hendak masuk ke bandara ini. Anjing pelacak disiagakan semua barang penumpang disana diperiksa dan lainnya disana. Saya yakin keamanannya 80 persen akan lebih baik, dari pada di area publik ini," harapnya. (walsa)
Sebarkan:

Baca Lainnya

Komentar