[caption id="attachment_48384" align="aligncenter" width="350"]
Ilustrasi PKS penghasil energi[/caption]
Disebutkan Pangdam I/BB dalam Acara Silaturahmi dengan Insan Pers
Krisis energi yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Sumut, juga menjadi salah satu pembahasan Pangdam I/BB, Mayjend TNI Lodewyk Pusung dalam acara silaturahmi dengan insan pers, di ruang Lounge Ballroom Kodam I/BB, pada Jumat (26/2/2016) pagi tadi.
Lodewyk memaparkan itu, guna menanggapi kata sambutan Ketua PWI Sumut, Herman yang turut diundang dalam pertemuan tersebut. “Kemarin kami baru melakukan perjalanan ke Asahan. Ternyata di sana ada satu pabrik kelapa sawit (PKS) yang memanfaatkan limbahnya menjadi sumber penghasil listrik. Kalau lah semua PKS bisa diarahkan seperti itu, tentu kita akan bebas dari krisis energi,” begitu ungkapan Herman.
Disebutkan Pangdam I/BB dalam Acara Silaturahmi dengan Insan Pers
Krisis energi yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Sumut, juga menjadi salah satu pembahasan Pangdam I/BB, Mayjend TNI Lodewyk Pusung dalam acara silaturahmi dengan insan pers, di ruang Lounge Ballroom Kodam I/BB, pada Jumat (26/2/2016) pagi tadi.
Lodewyk memaparkan itu, guna menanggapi kata sambutan Ketua PWI Sumut, Herman yang turut diundang dalam pertemuan tersebut. “Kemarin kami baru melakukan perjalanan ke Asahan. Ternyata di sana ada satu pabrik kelapa sawit (PKS) yang memanfaatkan limbahnya menjadi sumber penghasil listrik. Kalau lah semua PKS bisa diarahkan seperti itu, tentu kita akan bebas dari krisis energi,” begitu ungkapan Herman.
Seperti gayung bersambut, ternyata Lodewyk bersama tim di jajaran Kodam I/BB sendiri sudah ambil langkah. Bahkan saat kunjungannya ke Pekanbaru beberapa hari silam, sebut Panglima, dia sudah memberi masukan hal serupa kepada Plt Gubernur Riau.
“Plt Gubernur Riau sendiri memaparkan, sedikitnya ada 90 PKS yang aktif beroperasi di sana. Bayangkan saja bila itu direalisasikan, 1 PKS menghasilkan 3 Megawatt (MW), sudah berapa daya listrik yang bisa diproduksi,” bebernya.
Begitu juga dengan Sumatera Utara ini. Kata panglima, daerah ini sangat potensial menghasilkan energi dari keberadaan PKS. “Sebelumnya saya dinas di Maloy Kaltim. Di sana ada PKS yang bisa menghasilkan 3 MW juga. Jadi mereka tidak pakai batubara lagi. Tetapi cukup menggunakan komposnya itu,” terang Lodewyk.
Masih sekaitan dengan krisis energi, pihaknya juga sedang mencari-cari solusi lainnya. Dimisalkan Lodewyk, ketika bertugas di Kalimantan Timur, dia punya seorang prajurit yang telah membuat satu temuan penghasil energi listrik.
“Nanti kalau mau diterapkan di sini, bisa juga. Karena sampai sekarang, saya masih berhubungan kontak dengan si penemu itu. Dengan alat yang harganya cuma Rp15 jutaan itu, dapat memompa air hingga ke ketinggian 500 meter. Tentunya alat ini sangat membantu masyarakat yang tinggal di dataran tinggi,” paparnya.
Selain itu, tambahnya, ada juga teknologi yang menggunakan air pasang surut untuk menggerakkan turbin untuk menerangi satu kecamatan. “Jadi semua hal berkaitan dengan sumber energi ini, sedang kita upayakan. Tapi kan kita hanya sebatas memberi masukan kepada pemerintah,” sebut Lodewyk.(jhon)
“Plt Gubernur Riau sendiri memaparkan, sedikitnya ada 90 PKS yang aktif beroperasi di sana. Bayangkan saja bila itu direalisasikan, 1 PKS menghasilkan 3 Megawatt (MW), sudah berapa daya listrik yang bisa diproduksi,” bebernya.
Begitu juga dengan Sumatera Utara ini. Kata panglima, daerah ini sangat potensial menghasilkan energi dari keberadaan PKS. “Sebelumnya saya dinas di Maloy Kaltim. Di sana ada PKS yang bisa menghasilkan 3 MW juga. Jadi mereka tidak pakai batubara lagi. Tetapi cukup menggunakan komposnya itu,” terang Lodewyk.
Masih sekaitan dengan krisis energi, pihaknya juga sedang mencari-cari solusi lainnya. Dimisalkan Lodewyk, ketika bertugas di Kalimantan Timur, dia punya seorang prajurit yang telah membuat satu temuan penghasil energi listrik.
“Nanti kalau mau diterapkan di sini, bisa juga. Karena sampai sekarang, saya masih berhubungan kontak dengan si penemu itu. Dengan alat yang harganya cuma Rp15 jutaan itu, dapat memompa air hingga ke ketinggian 500 meter. Tentunya alat ini sangat membantu masyarakat yang tinggal di dataran tinggi,” paparnya.
Selain itu, tambahnya, ada juga teknologi yang menggunakan air pasang surut untuk menggerakkan turbin untuk menerangi satu kecamatan. “Jadi semua hal berkaitan dengan sumber energi ini, sedang kita upayakan. Tapi kan kita hanya sebatas memberi masukan kepada pemerintah,” sebut Lodewyk.(jhon)