Tujuh nelayan asal Sumatera Utara yang ditangkap di perairan Pulau Kendi, Penang, Malaysia akhirnya tiba di terminal kedatangan internasional Bandara Kualanamu pada Senin (28/3) dengan pesawat Lion Air nomor penerbangan JT 125 sekira pukul 12.00 Wib.
Kedatangan 7 nelayan asal Kabupaten Deliserdang dan Kabupaten Langkat ini pun disambut isak tangis dan haru keluarga yang sudah menunggu.
Anggota DPD RI asal Sumut Parlindungan Purba yang sudah menunggu sejak pagi pun terlihat berusaha menenangkan para nelayan dan keluarganya agar tidak mengganggu para penumpang lainnya.
Menurut Syahrul warga Dusun II Desa Palu Sibaji Kecamatan Pantai Labu bahwa dirinya ditangkap karena melewati perbatasan pada tanggal 1 bulan dua.
Syahrul pun mengaku jika dirinya tidak tahu melewati perbatasan Indonesia dengan Malaysia karena tidak memiliki alat GPS.
"Kami ditangkap karena melewati perbatasan Indonesia dengan Malaysia. Kami tidak tahu kalau sudah melewati perbatasan karena tidak ada GPS, kami hanya nelayan tradisional," ujar Syahrul.
Lanjut Syahrul yang sudah dua tahun menjadi nelayan ini jika masih ada temannya yang ditahan di Malaysia yakni Dodi (32) yang merupakan nahkoda kapal yang ditumpanginya saat ditangkap. Saat ditangkap dan selama dua bulan dipenjara dirinya tidak ada menerima perlakukan kasar.
"Saat ditangkap dan selama dipenjara tidak ada menerima perlakuan kasar, masih ada yang ditahan di Malaysia namanya Dodi yang merupakan nahkoda. Aku baru kali ini ditangkap, aku biasa nangkap ikan di Pantai Labu tapi sekarang sudah nangkap ikan," terang bapak beranak 1 ini.
Dirinya pun mengakui jika dirinya dan para nelain lainnya tidak ada mendapatkan arahan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deliserdang terkait perbatasan Indonsia dengan Malaysia. "Tidak ada pemberitahuan dari pemerintah terkait perbatasan," jelas Syahrul.
Sementara itu Mahyani (28) istri dari Syahrul yang juga membawa M Alwi Pratama anak hasil pernikahan mereka selama 3 tahun yang masih berumur 2 tahun 3 bulan mengaku sedih dan trauma dengan ditangkapnya suaminya Syahrul.
Akibat ditangkapnya suaminya dirinya terpaksa harus bekerja di peternakan ayam untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan anaknya.
"Kehidupan kami jadi susah karena suamiku ditangkap. Selama suamiku ditangkap aku bekerja di peternakan ayam dengan gaji 240 ribu per minggu," ujar Mahyani.
Dirinya pun tidak mengizinkan lagi suaminya menjadi nelayan. "Aku trauma dan takut suamiku ditangkap lagi. Aku tidak izinkan suamiku jadi nelayan, lebih baik cari kerja lain aja. Sedih kali suamiku ditangkap," terang Mahyani sambil terus menggendong anaknya. (Walsa)
"Saat ditangkap dan selama dipenjara tidak ada menerima perlakuan kasar, masih ada yang ditahan di Malaysia namanya Dodi yang merupakan nahkoda. Aku baru kali ini ditangkap, aku biasa nangkap ikan di Pantai Labu tapi sekarang sudah nangkap ikan," terang bapak beranak 1 ini.
Dirinya pun mengakui jika dirinya dan para nelain lainnya tidak ada mendapatkan arahan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deliserdang terkait perbatasan Indonsia dengan Malaysia. "Tidak ada pemberitahuan dari pemerintah terkait perbatasan," jelas Syahrul.
Sementara itu Mahyani (28) istri dari Syahrul yang juga membawa M Alwi Pratama anak hasil pernikahan mereka selama 3 tahun yang masih berumur 2 tahun 3 bulan mengaku sedih dan trauma dengan ditangkapnya suaminya Syahrul.
Akibat ditangkapnya suaminya dirinya terpaksa harus bekerja di peternakan ayam untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan anaknya.
"Kehidupan kami jadi susah karena suamiku ditangkap. Selama suamiku ditangkap aku bekerja di peternakan ayam dengan gaji 240 ribu per minggu," ujar Mahyani.
Dirinya pun tidak mengizinkan lagi suaminya menjadi nelayan. "Aku trauma dan takut suamiku ditangkap lagi. Aku tidak izinkan suamiku jadi nelayan, lebih baik cari kerja lain aja. Sedih kali suamiku ditangkap," terang Mahyani sambil terus menggendong anaknya. (Walsa)