Jika Terbukti Fasilitasi Bandar Narkotika
[caption id="attachment_50349" align="aligncenter" width="720"]
Kepala Lapas Kelas II B Lubukpakam, Setia Budi Irianto[/caption]
Kanwil Kemenkumham Sumut memanggil Kepala Lapas (Lembaga Permasyarakatan) Kelas II Lubukpakam, Deliserdang, Setia Budi Irianto dan Kepala Pengamanan Lapas Raihan. Keduanya akan diperiksa terkait fasilitas mewah dan tempat karaoke yang mereka sediakan untuk bandar narkotika yang menjalani masa hukuman di dalam Lapas.
"Mereka kita panggil hari ini, tapi belum datang. Keduanya akan diperiksa terkait adanya penyimpangan-penyimpangan itu," kata Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Sumut, Ayub Suratman, Senin (11/4/2016).
Ayub memastikan, jika keduanya terbukti menyediakan fasilitas mewah seperti tempat karaokean terhadap bandar narkotika di dalam Lapas, maka keduanya akan dicopot.
"Jika memang mereka ada melakukan penyimpangan-penyimpangan pasti diberi sanksi. Makanya kita periksa dulu. Memang ada informasi seperti itu, mereka dipanggil," jelasnya.
Pihaknya akan mendalami apakah ada keterlibatan petugas dalam kasus itu. Selain itu, Ayub menegaskan tidak akan main-main menindak pelanggaran yang terjadi di dalam Lapas.
[caption id="attachment_50349" align="aligncenter" width="720"]
Kanwil Kemenkumham Sumut memanggil Kepala Lapas (Lembaga Permasyarakatan) Kelas II Lubukpakam, Deliserdang, Setia Budi Irianto dan Kepala Pengamanan Lapas Raihan. Keduanya akan diperiksa terkait fasilitas mewah dan tempat karaoke yang mereka sediakan untuk bandar narkotika yang menjalani masa hukuman di dalam Lapas.
"Mereka kita panggil hari ini, tapi belum datang. Keduanya akan diperiksa terkait adanya penyimpangan-penyimpangan itu," kata Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Sumut, Ayub Suratman, Senin (11/4/2016).
Ayub memastikan, jika keduanya terbukti menyediakan fasilitas mewah seperti tempat karaokean terhadap bandar narkotika di dalam Lapas, maka keduanya akan dicopot.
"Jika memang mereka ada melakukan penyimpangan-penyimpangan pasti diberi sanksi. Makanya kita periksa dulu. Memang ada informasi seperti itu, mereka dipanggil," jelasnya.
Pihaknya akan mendalami apakah ada keterlibatan petugas dalam kasus itu. Selain itu, Ayub menegaskan tidak akan main-main menindak pelanggaran yang terjadi di dalam Lapas.
"Masih didalami, kalau terbukti kita pindah dulu lah, kita copot dia. Siapa saja yang coba main-main langsung kita tindak tegas. Kita copot, kita tidak main-main, karena arahan Pak Menteri juga begitu," ucapnya.
Menurut Ayub penyediaan fasilitas karaokean di dalam Lapas, tidak dibenarkan. Apalagi jika ternyata karaoke serta fasilitas lainnya disediakan untuk warga binaan.
"Kalau tempat kesenian itu tidak apa-apa. Kalau tarian, musik itu boleh, itu juga ada jam nya, tempat-tempat tertentu yang dibolehkan yang tujuannya memacu kreatifitas warga binaan. Tapi kalau karaokean itu tidak boleh, itu sudah penyimpangan. Karena kalau karaokean ada kecenderungan mereka tidak produktif," pungkasnya.
Sebelumnya, seorang bandar narkotika, Tony mengaku mengendalikan peredaran narkotika di Sumut dari dalam Lapas Lubukpakam. Dia juga kerap mengonsumsi sabu didalam LP. Tony merupakan narapidana kasus narkoba yang harus menjalani hukuman penjara selama 12 tahun.
"Iya, saya memakai (sabu) di penjara. Saya dapat fasilitas juga," kata Tony saat diinterogasi oleh Direktur Psikotropika dan Precusor BNN, Brigjen Anjan Pramuka Putra.
Tony juga memiliki ruangan ber-AC serta tempat karaoke didalam Lapas. Dalam pengungkapan yang dilakukan BNN, diketahui Tony adalah orang yang memesan sabu seberat 20 kg, 50.000 butir pil ekstasi dan 6.000 butir pil happy five dari seseorang berinisial B, warga negara Malaysia.
Penuturan Tony menegaskan bahwa pada Kamis 24 Maret 2016, petugas BNN dan Personel Kepolisian menemukan fasilitas mewah di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Lubuk Pakam, Kabupaten Deliserdang, Sumut.
Fasilitas yang ditemukan di antaranya Karaoke Televisi (KTV), salon, ruangan khusus yang eksklusif dengan dilengkapi kamera CCTV dan kamar mandi khusus. Selain itu, ada laptop dan barang lainnya yang tidak seharusnya ada di dalam lapas.(red)
Menurut Ayub penyediaan fasilitas karaokean di dalam Lapas, tidak dibenarkan. Apalagi jika ternyata karaoke serta fasilitas lainnya disediakan untuk warga binaan.
"Kalau tempat kesenian itu tidak apa-apa. Kalau tarian, musik itu boleh, itu juga ada jam nya, tempat-tempat tertentu yang dibolehkan yang tujuannya memacu kreatifitas warga binaan. Tapi kalau karaokean itu tidak boleh, itu sudah penyimpangan. Karena kalau karaokean ada kecenderungan mereka tidak produktif," pungkasnya.
Sebelumnya, seorang bandar narkotika, Tony mengaku mengendalikan peredaran narkotika di Sumut dari dalam Lapas Lubukpakam. Dia juga kerap mengonsumsi sabu didalam LP. Tony merupakan narapidana kasus narkoba yang harus menjalani hukuman penjara selama 12 tahun.
"Iya, saya memakai (sabu) di penjara. Saya dapat fasilitas juga," kata Tony saat diinterogasi oleh Direktur Psikotropika dan Precusor BNN, Brigjen Anjan Pramuka Putra.
Tony juga memiliki ruangan ber-AC serta tempat karaoke didalam Lapas. Dalam pengungkapan yang dilakukan BNN, diketahui Tony adalah orang yang memesan sabu seberat 20 kg, 50.000 butir pil ekstasi dan 6.000 butir pil happy five dari seseorang berinisial B, warga negara Malaysia.
Penuturan Tony menegaskan bahwa pada Kamis 24 Maret 2016, petugas BNN dan Personel Kepolisian menemukan fasilitas mewah di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Lubuk Pakam, Kabupaten Deliserdang, Sumut.
Fasilitas yang ditemukan di antaranya Karaoke Televisi (KTV), salon, ruangan khusus yang eksklusif dengan dilengkapi kamera CCTV dan kamar mandi khusus. Selain itu, ada laptop dan barang lainnya yang tidak seharusnya ada di dalam lapas.(red)