Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan yang diketuai Didik Handono menjatuhkan vonis selama tiga tahun, denda Rp50 juta, subsider 3 bulan kurungan, kepada Parno, Kepala Desa Paya Itik, Galang, Deliserdang, Sumatera Utara.
Parno terbukti melakukan tindak korupsi Dana Alokasi Desa tahun anggaran 2013 dan 2014 yang merugikan Negara sebesar Rp 24 juta.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan subsidair. Menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun, denda Rp50 juta, subsider 1 bulan kurungan," kata Didik Handono, Senin (25/4/2016).
Majelis hakim menyatakan pria berusia 49 tahun itu terbukti bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana yang telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.
Dalam amar putusannya, majelis hakim juga mewajibkan agar terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp24 juta sesuai hasil penghitungan majelis hakim dipersidangan. Jika tidak, maka harta benda terdakwa akan disita Negara, jika tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara tiga bulan. Terdakwa telah membayar Rp7 juta sebagian dari kerugian Negara
Parno terbukti melakukan tindak korupsi Dana Alokasi Desa tahun anggaran 2013 dan 2014 yang merugikan Negara sebesar Rp 24 juta.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan subsidair. Menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun, denda Rp50 juta, subsider 1 bulan kurungan," kata Didik Handono, Senin (25/4/2016).
Majelis hakim menyatakan pria berusia 49 tahun itu terbukti bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana yang telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.
Dalam amar putusannya, majelis hakim juga mewajibkan agar terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp24 juta sesuai hasil penghitungan majelis hakim dipersidangan. Jika tidak, maka harta benda terdakwa akan disita Negara, jika tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara tiga bulan. Terdakwa telah membayar Rp7 juta sebagian dari kerugian Negara
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa selama lima tahun penjara, denda Rp200 juta, subsider 1 tahun kurungan. Jaksa berpendapat terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana yang telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor. Jaksa juga meminta kepada majelis hakim agar terdakwa membayar Uang Pengganti sebesar Rp31 juta.
Suripno, penasehat hukum terdakwa mengatakan putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim tidak memberi rasa keadilan karena tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Padahal terdakwa telah membayar uang pengganti kerugian Negara Rp 7 juta. Namun majelis hakim tidak mempertimbangkan kondisi terdakwa.
"Tidak wajar vonis nya begitu. Berbeda dengan kasus korupsi yang melibatkan pejabat yang memakan uang negara sampai miliaran, malah hanya divonis dengan hukuman minimal satu tahun penjara. Terdakwa ini sudah miskin, apalagi yang mau dijualnya," ucapnya.
Selain itu, dalam kasus ini, katanya, jaksa melakukan audit sendiri tanpa menggunakan audit BPKP atau BPK. Dari penghitungan yang dilakukan jaksa, kerugian negara Rp31 juta. Sedangkan penghitungan yang dilakukan majelis hakim di persidangan, kerugian negara hanya Rp24 juta.
"Baru ini jaksa melakukan penghitungan kerugian negara sendiri tanpa memakai auditor BPKP atau BPK. Bahkan tuntutan yang dijatuhkan jaksa juga tinggi lima tahun penjara. Dakwaan jaksa juga tidak jelas, tidak tau mata anggaran mana yang didakwakan," urainya.
Dalam kasus ini, Dusun I Desa Paya Itik, Kecamatan Galang, Kabupaten Deliserdang mendapat kucuran anggaran dari APBD Deliserdang Tahun 2013 dan 2014 sebesar Rp 40 juta. Dana itu diperuntukkan bagi rehabilitasi Kantor Desa dan pembangunan gang jalan di desa itu. Terdakwa membuat dan meneken laporan pertanggungjawaban pekerjaan selesai 100 persen. Padahal fakta di lapangan, pengerjaan itu tidak selesai.(hendra)
Suripno, penasehat hukum terdakwa mengatakan putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim tidak memberi rasa keadilan karena tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Padahal terdakwa telah membayar uang pengganti kerugian Negara Rp 7 juta. Namun majelis hakim tidak mempertimbangkan kondisi terdakwa.
"Tidak wajar vonis nya begitu. Berbeda dengan kasus korupsi yang melibatkan pejabat yang memakan uang negara sampai miliaran, malah hanya divonis dengan hukuman minimal satu tahun penjara. Terdakwa ini sudah miskin, apalagi yang mau dijualnya," ucapnya.
Selain itu, dalam kasus ini, katanya, jaksa melakukan audit sendiri tanpa menggunakan audit BPKP atau BPK. Dari penghitungan yang dilakukan jaksa, kerugian negara Rp31 juta. Sedangkan penghitungan yang dilakukan majelis hakim di persidangan, kerugian negara hanya Rp24 juta.
"Baru ini jaksa melakukan penghitungan kerugian negara sendiri tanpa memakai auditor BPKP atau BPK. Bahkan tuntutan yang dijatuhkan jaksa juga tinggi lima tahun penjara. Dakwaan jaksa juga tidak jelas, tidak tau mata anggaran mana yang didakwakan," urainya.
Dalam kasus ini, Dusun I Desa Paya Itik, Kecamatan Galang, Kabupaten Deliserdang mendapat kucuran anggaran dari APBD Deliserdang Tahun 2013 dan 2014 sebesar Rp 40 juta. Dana itu diperuntukkan bagi rehabilitasi Kantor Desa dan pembangunan gang jalan di desa itu. Terdakwa membuat dan meneken laporan pertanggungjawaban pekerjaan selesai 100 persen. Padahal fakta di lapangan, pengerjaan itu tidak selesai.(hendra)