Pemerintah Kota Medan diminta mempersiapkan seluruh sektor ekonomi dalam menghadapi era perdagangan bebas ASEAN atau ASEAN Community (Masyarakat Ekonomi Asean/MEA). Hal itu dimaksudkan agar seluruh komponen masyarakat siap bersaing dengan produk dari luar.
“Ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk dipersiapkan pemerintah, yakni kualitas produksi dan mutu sumber daya manusia (SDM),” ujar tokoh muda Tionghoa, Sandy Wu kepada wartawan di Medan, Rabu (1/04/2016).
Pertama, pemerintah perlu melakukan sosialisasi dan pembinaan secara masif dan berkesinambungan kepada seluruh pelaku UKM dan UMKM agar mereka meningkatkan mutu produksinya, misalnya agar produksi menjadi tahan lebih lama.
“Lalu, yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kualitas SDM termasuk pekerja kasar atau karyawan. Artinya, jangan nanti datang pekerja dari Singapura atau Malaysia, pekerja kita tergerus karena tidak memiliki SDM yang handal,” kata Sandy yang juga Wakil Ketua Generasi Muda Indonesia Tionghoa (GEma INTI) Sumut ini.
Dikatakannya, di era MEA, semua perdagangan dilakukan secara bebas, tanpa ada hambatan biaya. Perdagangan akan dilakukan lintas negara dengan segala kemudahan dalam perjanjian yang telah disepakati seluruh kepala negara di ASEAN.
Pada KTT selanjutnya di Bali Oktober 2003, petinggi ASEAN mendeklarasikan pembentukan MEA pada tahun 2015. Kawasan ASEAN hingga kini mencakup gabungan 10 negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos dan Myanmar, serta Kamboja.
Sandy memaparkan, konsekuensi MEA akan berdampak terhadap aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, arus bebas jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal.
“Akan ada nanti masanya, bisa mulai dua tahun atau tiga tahun ke depan, dokter dari luar akan buka praktek di Medan ini, konsultan bisa buka kantor di sini. Kalau SDM kita tidak handal, maka bisa-bisa kita akan tergerus arus MEA ini,” paparnya.
Ia bahkan memprediksi, akan terjadi gelombang besar pengangguran di Indonesia, jika pemerintah tidak sejak dini mempersiapkan masyarakatnya. Hal itu akan dimulai dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi karyawan yang dianggap tidak produktif dan kreatif.
“Logikanya, jika satu tenaga kerja kita bisa mengerjakan 2 buah barang produksi, sementara seorang pekerja asing bisa memproduksi 5 barang, maka dipastikan perusahaan memilih pekerja asing. Sebab dianggap lebih ekonomis dan praktis,” kata pria yang aktif di beberapa organisasi ini.
Walau demikian, MEA, lanjutnya bukanlah hal yang perlu ditakuti, tetapi harus dijadikan acuan bahwa zaman telah berubah semakin jadi lebih modern. MEA menuntut manusia menjadi lebih kreatif dan aktif.
“Untuk itu, MEA jangan dianggap beban, tetapi jadikan sebagai cambuk agar kita semakin proaktif menggali potensi dan mengembangkan kemampuan diri,” ucap Sandy.
Di samping itu, katanya, pemerintah, dalam hal ini Pemko Medan perlu memberikan dukungan penuh kepada seluruh pelaku UKM dan UMKM.
“Saya kira dukungan itu bisa dalam bentuk kemudahan izin usaha dan lainnya ataupun sokongan dalam bentuk anggaran pembinaan,” pungkasnya.(thuan)
Sandy memaparkan, konsekuensi MEA akan berdampak terhadap aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, arus bebas jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal.
“Akan ada nanti masanya, bisa mulai dua tahun atau tiga tahun ke depan, dokter dari luar akan buka praktek di Medan ini, konsultan bisa buka kantor di sini. Kalau SDM kita tidak handal, maka bisa-bisa kita akan tergerus arus MEA ini,” paparnya.
Ia bahkan memprediksi, akan terjadi gelombang besar pengangguran di Indonesia, jika pemerintah tidak sejak dini mempersiapkan masyarakatnya. Hal itu akan dimulai dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi karyawan yang dianggap tidak produktif dan kreatif.
“Logikanya, jika satu tenaga kerja kita bisa mengerjakan 2 buah barang produksi, sementara seorang pekerja asing bisa memproduksi 5 barang, maka dipastikan perusahaan memilih pekerja asing. Sebab dianggap lebih ekonomis dan praktis,” kata pria yang aktif di beberapa organisasi ini.
Walau demikian, MEA, lanjutnya bukanlah hal yang perlu ditakuti, tetapi harus dijadikan acuan bahwa zaman telah berubah semakin jadi lebih modern. MEA menuntut manusia menjadi lebih kreatif dan aktif.
“Untuk itu, MEA jangan dianggap beban, tetapi jadikan sebagai cambuk agar kita semakin proaktif menggali potensi dan mengembangkan kemampuan diri,” ucap Sandy.
Di samping itu, katanya, pemerintah, dalam hal ini Pemko Medan perlu memberikan dukungan penuh kepada seluruh pelaku UKM dan UMKM.
“Saya kira dukungan itu bisa dalam bentuk kemudahan izin usaha dan lainnya ataupun sokongan dalam bentuk anggaran pembinaan,” pungkasnya.(thuan)