Para Staf Dispenda Langkat: Tak Akan Kami Kembalikan Uang yang Tidak Kami Terima. Biar Saja Sampai ke Pengadilan
[caption id="attachment_52090" align="aligncenter" width="495"]
Ilustrasi temuan PBK[/caption]
Sejumlah pegawai di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Langkat mengaku gelisah, karena harus mengembalikan uang ke negara menyusul audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sumut yang disebut-sebut menemukan kebocoran anggaran miliaran rupiah untuk satu item anggaran tahun 2015 di kantor tersebut.
Kegelisahan itu bukan hanya lantaran harus memulangkan besaran uang upah pungut (UP) yang pernah diterimanya, tapi juga lantaran harus mengembalikan sesuai jumlah yang mereka tandatangani saat pengambilan uang UP dibagian
bendahara. Padahal, yang diterima hanya 30 persen dari nilai yang mereka tandatangani.
Informasi yang diperoleh, baru-baru ini BPK perwakilan Sumut melakukan audit ke kantor Dispenda Pemkab Langkat atas penggunaan anggaran maupun anggaran yang didapatkan pada tahun 2015. Kabarnya banyak temuan atas audit tersebut. Namun yang mencuat hanya terkait temuan uang bagi hasil tambang dari pusat yang diterima Dispenda Langkat.
Pasalnya, uang bagi hasil tambang yang disebut sebanyak Rp123 miliar itu, sebagian di antaranya atau sebesar Rp3 miliar dibagi-bagikan ke sejumlah
pegawai. Konon beberapa pejabat teras di lingkungan Pemkab Langkat ikut menikmatinya uang yang dikeluarkan dengan alasan sebagai biaya UP tersebut.
Atas temuan tersebut, BPK bersikukuh uang bagi hasil tambang dari pemerintah pusat itu tidak boleh diambil sekalipun dengan alasan untuk biaya upah pungut. BPK memerintah uang tersebut keseluruhannya harus masuk ke Kas Pemkab. Bila tidak, masalahnya akan bergulir ke ranah hukum.
[caption id="attachment_52090" align="aligncenter" width="495"]
Sejumlah pegawai di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Langkat mengaku gelisah, karena harus mengembalikan uang ke negara menyusul audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sumut yang disebut-sebut menemukan kebocoran anggaran miliaran rupiah untuk satu item anggaran tahun 2015 di kantor tersebut.
Kegelisahan itu bukan hanya lantaran harus memulangkan besaran uang upah pungut (UP) yang pernah diterimanya, tapi juga lantaran harus mengembalikan sesuai jumlah yang mereka tandatangani saat pengambilan uang UP dibagian
bendahara. Padahal, yang diterima hanya 30 persen dari nilai yang mereka tandatangani.
Informasi yang diperoleh, baru-baru ini BPK perwakilan Sumut melakukan audit ke kantor Dispenda Pemkab Langkat atas penggunaan anggaran maupun anggaran yang didapatkan pada tahun 2015. Kabarnya banyak temuan atas audit tersebut. Namun yang mencuat hanya terkait temuan uang bagi hasil tambang dari pusat yang diterima Dispenda Langkat.
Pasalnya, uang bagi hasil tambang yang disebut sebanyak Rp123 miliar itu, sebagian di antaranya atau sebesar Rp3 miliar dibagi-bagikan ke sejumlah
pegawai. Konon beberapa pejabat teras di lingkungan Pemkab Langkat ikut menikmatinya uang yang dikeluarkan dengan alasan sebagai biaya UP tersebut.
Atas temuan tersebut, BPK bersikukuh uang bagi hasil tambang dari pemerintah pusat itu tidak boleh diambil sekalipun dengan alasan untuk biaya upah pungut. BPK memerintah uang tersebut keseluruhannya harus masuk ke Kas Pemkab. Bila tidak, masalahnya akan bergulir ke ranah hukum.
Temuan itupun dikabarkan membuat sejumlah pejabat teras di Pemkab Langkat uring-uringan terhadap Kadispenda Pemkab Langkat karena harus
mengembalikan uang yang sempat diterimanya.
Sedang bagi sejumlah pegawai Dispenda, mereka harus mengembalikan sesuai jumlah yang mereka tandatangani saat pengambilan uang di bagian bendahara. Padahal, saat menerima uang tersebut dari Bendahara Dispenda, mereka tidak menerimanya utuh, hanya 30 persen dari besaran yang mereka tandatangi. Alasan mengapa hanya terima 30 persen, karena saat itu disebutkan BPK, Jaksa dan DPRD harus juga diberi bagian jatah.
“Semua yang menerima UP dari uang bagi hasil tambang itu harus mengembalikan 100 persen sesuai yang ditandatangani saat pengambilan uang di bagian bendahara pengeluarasn Dispenda. Para Kabid yang hanya menerima Rp3 juta harus mengembalikan Rp15 juta, dan para Kasi yang hanya terima Rp2 juta harus mengembalikan Rp10 juta, begitu juga kami para staf harus mengembalikan 100 persen padahal pada saat pengambilan uang tersebut dikenakan pemotongan 70 persen,” kata sumber di Stabat.
Kadispenda Langkat, kata sumber, telah memerintahkan semua pegawainya yang menerima uang tersebut untuk segera mengembalikan sesuai yang tandatangani saat menerima uang tersebut. Namun para pegawai mengaku tidak akan melaksanakan perintah itu.
Mereka telah bersepakat kasus tersebut bergulir sampai ke pengadilan biar terkuak, dari pada mengembalikan uang yang tidak mereka terima. Di samping itu mereka juga mempertanyakan, uang potongan sebesar 70 persen, katanya untuk dibagikan ke BPK, Jaksa, dan lainnya, tetapi mengapa masih juga ada temuan dan disuruh mengembalikan.
Bahkan dari informasi diperoleh, mereka yang menerima uang bagi hasil tambang dari pusat itu di antaranya Kades, Lurah, KUPT Dispenda dan staf
yang ada di 23 kecamatan di Langkat, para Kabid, Kasi, Sekretaris serta staf dan puluhan honorer di Dispenda Langkat.
Sayangnya, tak ada pejebat di lingkungan Dispenda Langkat yang berani memberikan keterangan secara resmi meski mengakui adanya kasus tersebut.
Kadispenda Langkat Dra Muliani, ketika dikonfirmasi via sambungan telepon seluler dan sms, Rabu (11/5/16) malam, tidak mau memberikan penjelasan, kendati di hubungi berkali-kali. Bahkan setelah SMS dikirimkan dan laporannya terkirim, HP nya langsung tidak aktif.(hendra)
mengembalikan uang yang sempat diterimanya.
Sedang bagi sejumlah pegawai Dispenda, mereka harus mengembalikan sesuai jumlah yang mereka tandatangani saat pengambilan uang di bagian bendahara. Padahal, saat menerima uang tersebut dari Bendahara Dispenda, mereka tidak menerimanya utuh, hanya 30 persen dari besaran yang mereka tandatangi. Alasan mengapa hanya terima 30 persen, karena saat itu disebutkan BPK, Jaksa dan DPRD harus juga diberi bagian jatah.
“Semua yang menerima UP dari uang bagi hasil tambang itu harus mengembalikan 100 persen sesuai yang ditandatangani saat pengambilan uang di bagian bendahara pengeluarasn Dispenda. Para Kabid yang hanya menerima Rp3 juta harus mengembalikan Rp15 juta, dan para Kasi yang hanya terima Rp2 juta harus mengembalikan Rp10 juta, begitu juga kami para staf harus mengembalikan 100 persen padahal pada saat pengambilan uang tersebut dikenakan pemotongan 70 persen,” kata sumber di Stabat.
Kadispenda Langkat, kata sumber, telah memerintahkan semua pegawainya yang menerima uang tersebut untuk segera mengembalikan sesuai yang tandatangani saat menerima uang tersebut. Namun para pegawai mengaku tidak akan melaksanakan perintah itu.
Mereka telah bersepakat kasus tersebut bergulir sampai ke pengadilan biar terkuak, dari pada mengembalikan uang yang tidak mereka terima. Di samping itu mereka juga mempertanyakan, uang potongan sebesar 70 persen, katanya untuk dibagikan ke BPK, Jaksa, dan lainnya, tetapi mengapa masih juga ada temuan dan disuruh mengembalikan.
Bahkan dari informasi diperoleh, mereka yang menerima uang bagi hasil tambang dari pusat itu di antaranya Kades, Lurah, KUPT Dispenda dan staf
yang ada di 23 kecamatan di Langkat, para Kabid, Kasi, Sekretaris serta staf dan puluhan honorer di Dispenda Langkat.
Sayangnya, tak ada pejebat di lingkungan Dispenda Langkat yang berani memberikan keterangan secara resmi meski mengakui adanya kasus tersebut.
Kadispenda Langkat Dra Muliani, ketika dikonfirmasi via sambungan telepon seluler dan sms, Rabu (11/5/16) malam, tidak mau memberikan penjelasan, kendati di hubungi berkali-kali. Bahkan setelah SMS dikirimkan dan laporannya terkirim, HP nya langsung tidak aktif.(hendra)