[caption id="attachment_75059" align="aligncenter" width="480"]
Banjir sidimpuan[/caption]
Peristiwa banjir bandang di Padangsidimpuan bukanlah fenomena alam yang biasa. Banjir tersebut menyebabkan masyarakat yang tidak berdosa menanggung akibat dari keserakahan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dalam pengalihfungsian dan perusakan hutan.
Penilaian itu berdasarkan dari fakta yang telah terjadi dimana berbagai material yang ditemukan di sepanjang area yang terkena dampak banjir seperti kayu, lumpur, pasir menjadi bukti bahwa kawasan hutan di hulu Sungai Batang Ayumi rusak.
"Peristiwa meluapnya air Sungai Batang Ayumi pada Minggu malam, 26 Maret 2017 merupakan yang terbesar dalam kurun 50 tahun terakhir. Bahkan peristiwa banjir bandang tersebut diyakini menjadi yang terbesar dan terparah sepanjang sejarah," ujar Anggota DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan, Kamis (30/3/2017) malam.
Dijelaskannya, kerusakan hutan di hulu Sungai Batang Ayumi yang meliputi Gunung Lubuk Raya dan Gunung Sibualbuali diyakini sebagai penyebab utama banjir bandang. Alih fungsi hutan menjadi lokasi wisata di Aek Sabaon, perkebunan sawit, penambangan liar dan pengambilan kayu secara ilegal menjadi faktor utama ketidakmampuan daerah resapan air menampung air hujan.
[caption id="attachment_75061" align="aligncenter" width="618"]
Dampak banjir bandang Sidimpuan[/caption]
"Peristiwa ini menjadi peristiwa awal jika pembalakan liar dan konvesi hutan tetap terjadi secara terstruktur, sistemik dan masif," tegas Anggota dewan dari Dapil Sumut 7 (Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Padangsidimpuan, Padang Lawas Utara, Padang Lawas) tersebut.
Untuk itu, Sutrisno meminta agar Pemerintah (Pusat, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara beserta Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, Pemerintah Kota Padangsidimpuan) beserta jajaran TNI dan Polri melakukan penanganan secara serius terhadap seluruh korban akibat banjir bandang.
"Pendataan penduduk terkena dampak sangat penting untuk memastikan tidak ada lagi korban yang hilang, baik terseret arus sungai maupun tertimpa material kayu, lumpur, pasir," katanya.
Selain itu, Sutrisno berharap pemerintah untuk segera membersihkan material sisa banjir yang masih menutupi tempat beraktivitas penduduk penduduk baik rumah, sekolah, rumah ibadah maupun fasilitas umum lainnya.
Pembersihan material sisa banjir ini agar masyarakat memiliki kepastian kapan kembali pulang dan beraktivitas seperti semula. Material yang menutupi rumah, sekolah, tempat ibadah maupun fasilitas umum lainnya harus menjadi prioritas, sehingga kehidupan seperti sebelumnya akan terlihat kembali.
Peristiwa banjir bandang di Padangsidimpuan bukanlah fenomena alam yang biasa. Banjir tersebut menyebabkan masyarakat yang tidak berdosa menanggung akibat dari keserakahan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dalam pengalihfungsian dan perusakan hutan.
Penilaian itu berdasarkan dari fakta yang telah terjadi dimana berbagai material yang ditemukan di sepanjang area yang terkena dampak banjir seperti kayu, lumpur, pasir menjadi bukti bahwa kawasan hutan di hulu Sungai Batang Ayumi rusak.
"Peristiwa meluapnya air Sungai Batang Ayumi pada Minggu malam, 26 Maret 2017 merupakan yang terbesar dalam kurun 50 tahun terakhir. Bahkan peristiwa banjir bandang tersebut diyakini menjadi yang terbesar dan terparah sepanjang sejarah," ujar Anggota DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan, Kamis (30/3/2017) malam.
Dijelaskannya, kerusakan hutan di hulu Sungai Batang Ayumi yang meliputi Gunung Lubuk Raya dan Gunung Sibualbuali diyakini sebagai penyebab utama banjir bandang. Alih fungsi hutan menjadi lokasi wisata di Aek Sabaon, perkebunan sawit, penambangan liar dan pengambilan kayu secara ilegal menjadi faktor utama ketidakmampuan daerah resapan air menampung air hujan.
[caption id="attachment_75061" align="aligncenter" width="618"]
"Peristiwa ini menjadi peristiwa awal jika pembalakan liar dan konvesi hutan tetap terjadi secara terstruktur, sistemik dan masif," tegas Anggota dewan dari Dapil Sumut 7 (Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Padangsidimpuan, Padang Lawas Utara, Padang Lawas) tersebut.
Untuk itu, Sutrisno meminta agar Pemerintah (Pusat, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara beserta Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, Pemerintah Kota Padangsidimpuan) beserta jajaran TNI dan Polri melakukan penanganan secara serius terhadap seluruh korban akibat banjir bandang.
"Pendataan penduduk terkena dampak sangat penting untuk memastikan tidak ada lagi korban yang hilang, baik terseret arus sungai maupun tertimpa material kayu, lumpur, pasir," katanya.
Selain itu, Sutrisno berharap pemerintah untuk segera membersihkan material sisa banjir yang masih menutupi tempat beraktivitas penduduk penduduk baik rumah, sekolah, rumah ibadah maupun fasilitas umum lainnya.
Pembersihan material sisa banjir ini agar masyarakat memiliki kepastian kapan kembali pulang dan beraktivitas seperti semula. Material yang menutupi rumah, sekolah, tempat ibadah maupun fasilitas umum lainnya harus menjadi prioritas, sehingga kehidupan seperti sebelumnya akan terlihat kembali.
"Pemerintah diminta segera membuat rencana rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap seluruh korban banjir bandang. Bagi para korban yang berpotensi terkena dampak banjir di kemudian hari diminta untuk direlokasi oleh Pemerintah ke lokasi yang lebih aman dengan mempertimbangkan hak-hak para korban atas tanah dan harta benda lainnya di tempat tinggal semula," ungkapnya.
Lebih lanjut, Sutrisno meminta pemerintah agar segera melakukan investigasi menyeluruh atas peristiwa ini. Kerusakan hutan akibat pengambilan kayu ilegal, pembukaan lahan sawit, pembukaan lokasi wisata, penambangan liar di sekitar Gunung Lubuk Raya dan Sibualbuali dan kawasan hutan sebagai daerah tangkapan air di hulu Sungai Batang Ayumi diduga sebagai faktor utama banjir bandang tersebut. Investigasi secara menyeluruh dari aspek izin penguasaan lahan, izin lingkungan, izin usaha berbagai aktivitas pemakaian dan pengelolaan hutan akan memberi bukti-bukti penyebab banjir bandang.
Agar bencana serupa tidak terjadi lagi, Wakil Bendahara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut ini meminta agar Presiden memerintahkan Kapolri untuk segera memeriksa seluruh izin, penerbit izin, dan pemilik/ pengguna izin penguasaan/ pemanfaatan kawasan hutan di hulu Sungai Batang Ayumi, baik di Gunung Lubuk Raya, Sibualbuali dan seluruh kawasan hutan di hulu Sungai Batang Ayumi.
"Proses dan tahapan penerbitan berbagai izin penguasaan/ pemanfaatan hutan diduga tidak sesuai peraturan perundang-undangan sehingga izin tersebut tidak mempertimbangkan keseimbangan ekosistem. Kapolri diminta untuk segera menugaskan tim dari Mabes Polri dan Polda Sumut untuk memeriksa seluruh pihak yang terkait dengan izin penguasaan/pemanfaatan hutan, baik izin yang diterbitkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Gubernur Sumatera Utara, maupun Bupati/ Walikota di kawasan hulu Sungai Batang Ayumi," tegasnya.
Hal itu, sambung Sutrisno, dikarenakan alih fungsi kawasan hutan di kawasan di hulu Sungai Batang Ayumi yang diduga melibatkan oknum Kepala Daerah dan oknum Anggota DPRD di Kawasan terjadinya banjir bandang. Alih fungsi lahan yang dilakukan tanpa proses dan tahapan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan melibatkan oknum penyelenggara pemerintah daerah adalah kejahatan kemanusiaan.
"Dampak dari tindakan penyalahgunaan jabatan dan wewenang yang mengakibatkan kehilangan nyawa, kehilangan tempat tinggal, kehilangan mata pencaharian, trauma, beserta kerugian immateril bagi masyarakat. Maka oknum penyelenggara pemerintah daerah tersebut harus diproses secara hukum," ketusnya.
Selain itu, dia mengingatkan agar masyarakat mengawasi proses rehabilitasi/rekonstruksi beserta seluruh aktivitas pemulihan masyarakat korban bencana banjir bandang. Dana bencana yang bersumber dari APBN/ APBD Provinsi/APBD Kabupaten/ Kota juga rawan penyimpangan.
"Oleh karena itu, kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penanganan dan pemulihan dampak bencana diminta untuk transparan dalam pengelolaan anggaran yang bersumber dari negara/daerah. Momentum dukacita ini justru harus digunakan untuk melakukan perbaikan dalam berbagai sektor, sehingga mereka yang hari ini mengalami bencana tidak mengalami trauma berkepanjangan," pintanya.
Hal yang tak kalah pentingnya lagi, Sutrisno memintah agar Pemerintah segera melakukan penanaman kembali hutan di hulu Sungai Batang Ayumi. Peristiwa banjir bandang hanya akan dapat dicegah, dihindari dengan mengembalikan seluruh fungsi hutan seperti sediakala.
"Jika pemerintah tidak menginginkan berbagai bencana sejenis datang, maka pemerintah harus memimpin penyelamatan hutan. Mulai dari penanaman kembali, perawatan, hinggga menjaga setiap pohon yang ada di hutan," pungkasnya.(sandy)
Lebih lanjut, Sutrisno meminta pemerintah agar segera melakukan investigasi menyeluruh atas peristiwa ini. Kerusakan hutan akibat pengambilan kayu ilegal, pembukaan lahan sawit, pembukaan lokasi wisata, penambangan liar di sekitar Gunung Lubuk Raya dan Sibualbuali dan kawasan hutan sebagai daerah tangkapan air di hulu Sungai Batang Ayumi diduga sebagai faktor utama banjir bandang tersebut. Investigasi secara menyeluruh dari aspek izin penguasaan lahan, izin lingkungan, izin usaha berbagai aktivitas pemakaian dan pengelolaan hutan akan memberi bukti-bukti penyebab banjir bandang.
Agar bencana serupa tidak terjadi lagi, Wakil Bendahara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut ini meminta agar Presiden memerintahkan Kapolri untuk segera memeriksa seluruh izin, penerbit izin, dan pemilik/ pengguna izin penguasaan/ pemanfaatan kawasan hutan di hulu Sungai Batang Ayumi, baik di Gunung Lubuk Raya, Sibualbuali dan seluruh kawasan hutan di hulu Sungai Batang Ayumi.
"Proses dan tahapan penerbitan berbagai izin penguasaan/ pemanfaatan hutan diduga tidak sesuai peraturan perundang-undangan sehingga izin tersebut tidak mempertimbangkan keseimbangan ekosistem. Kapolri diminta untuk segera menugaskan tim dari Mabes Polri dan Polda Sumut untuk memeriksa seluruh pihak yang terkait dengan izin penguasaan/pemanfaatan hutan, baik izin yang diterbitkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Gubernur Sumatera Utara, maupun Bupati/ Walikota di kawasan hulu Sungai Batang Ayumi," tegasnya.
Hal itu, sambung Sutrisno, dikarenakan alih fungsi kawasan hutan di kawasan di hulu Sungai Batang Ayumi yang diduga melibatkan oknum Kepala Daerah dan oknum Anggota DPRD di Kawasan terjadinya banjir bandang. Alih fungsi lahan yang dilakukan tanpa proses dan tahapan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan melibatkan oknum penyelenggara pemerintah daerah adalah kejahatan kemanusiaan.
"Dampak dari tindakan penyalahgunaan jabatan dan wewenang yang mengakibatkan kehilangan nyawa, kehilangan tempat tinggal, kehilangan mata pencaharian, trauma, beserta kerugian immateril bagi masyarakat. Maka oknum penyelenggara pemerintah daerah tersebut harus diproses secara hukum," ketusnya.
Selain itu, dia mengingatkan agar masyarakat mengawasi proses rehabilitasi/rekonstruksi beserta seluruh aktivitas pemulihan masyarakat korban bencana banjir bandang. Dana bencana yang bersumber dari APBN/ APBD Provinsi/APBD Kabupaten/ Kota juga rawan penyimpangan.
"Oleh karena itu, kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penanganan dan pemulihan dampak bencana diminta untuk transparan dalam pengelolaan anggaran yang bersumber dari negara/daerah. Momentum dukacita ini justru harus digunakan untuk melakukan perbaikan dalam berbagai sektor, sehingga mereka yang hari ini mengalami bencana tidak mengalami trauma berkepanjangan," pintanya.
Hal yang tak kalah pentingnya lagi, Sutrisno memintah agar Pemerintah segera melakukan penanaman kembali hutan di hulu Sungai Batang Ayumi. Peristiwa banjir bandang hanya akan dapat dicegah, dihindari dengan mengembalikan seluruh fungsi hutan seperti sediakala.
"Jika pemerintah tidak menginginkan berbagai bencana sejenis datang, maka pemerintah harus memimpin penyelamatan hutan. Mulai dari penanaman kembali, perawatan, hinggga menjaga setiap pohon yang ada di hutan," pungkasnya.(sandy)