[caption id="attachment_74484" align="aligncenter" width="563"]
Kafe remang di sekitaran PDAM Tirtanadi Sunggal[/caption]
Keberadaan Kafe-kafe remang di Jalan PDAM Tirtanadi, Desa Sunggal Kanan, Kecamatan Sunggal, sudah meresahkan warga setempat. Apalagi keberadaan hiburan malam pinggiran itu tak jauh dari rumah ibadah.
Pantauan Wartawan Jumat (25/3) sore pukul 15.00 wib tampak sederatan kafe remang remang sudah mulai siap-siap untuk buka.
Salah seorang warga yang bernama Mbah Panji (60) warga Desa Sunggal Kanan, Gang Haji mengatakan, warga setempat sudah sangat resah dengan keberadaan kafe kafe tersebut karena berbau maksiat seperti minuman keras dan praktek prostitusi.
"Warga sini resah kali udah bertahun tahun. Saya sebagai Kepala Lorong sudah pernah merekom untuk digrebek tahun 2016 kemarin dan memang sudah digrebek lah. Kok sekarang buka lagi?" kesal Mbah Panji.
Perkataan senada juga dituturkan Misna (50) warga Jalan Sri Gunting yang merupakan Ketua ibu-ibu perwiritan setempat.
Bahkan mereka juga menolak untuk memberikan jasa kos-kosan pekerja kafe yang rata-rata perempuan seksi yang ditengarai sebagai PSK untuk penghibur di kafe-kafe itu.
Keberadaan Kafe-kafe remang di Jalan PDAM Tirtanadi, Desa Sunggal Kanan, Kecamatan Sunggal, sudah meresahkan warga setempat. Apalagi keberadaan hiburan malam pinggiran itu tak jauh dari rumah ibadah.
Pantauan Wartawan Jumat (25/3) sore pukul 15.00 wib tampak sederatan kafe remang remang sudah mulai siap-siap untuk buka.
Salah seorang warga yang bernama Mbah Panji (60) warga Desa Sunggal Kanan, Gang Haji mengatakan, warga setempat sudah sangat resah dengan keberadaan kafe kafe tersebut karena berbau maksiat seperti minuman keras dan praktek prostitusi.
"Warga sini resah kali udah bertahun tahun. Saya sebagai Kepala Lorong sudah pernah merekom untuk digrebek tahun 2016 kemarin dan memang sudah digrebek lah. Kok sekarang buka lagi?" kesal Mbah Panji.
Perkataan senada juga dituturkan Misna (50) warga Jalan Sri Gunting yang merupakan Ketua ibu-ibu perwiritan setempat.
Bahkan mereka juga menolak untuk memberikan jasa kos-kosan pekerja kafe yang rata-rata perempuan seksi yang ditengarai sebagai PSK untuk penghibur di kafe-kafe itu.
"Kami tadinya kasih kos sama mereka, tapi karena mereka pelacur dan takut rusak kampung kami, makanya gak kami kasih lagi kos. Sudah resah kami, kok bisa ada tempat maksiat di kampung kami ini?" ungkap Misna.
Warga mengklaim setiap malam dari pukul 20.00 wib sampai pukul 3.00 wib suara kafe kafe tersebut sangat berisik dan mengganggu. "Apa lagi kalau malam sangat mengganggu kali lah berisik suara mereka," tambah Misna.
Salah seorang pengusaha kafe Herman (40) warga Jalan Setia Budi Komplek Tasbih mengaku memang dirinya membuka kafe. Namun hanya menjual jenis bir saja serta tuak dan menyediakan tempat karaoke.
Disinggung soal penyediaan prostitusi dan transaksi narkoba, Herman membantah. "Fitnah itu pak. Saya cuman jual bir dan tuak saja. Kalau jual perempuan tidak benar. Udah dua bulan kami jalankan usaha ini," terang Herman.
Ditambahkan pria berkumis tebal ini, para pekerja memang rata rata perempuan, namun sudah berumur. "Pekerja kita perempuan berumur. Tak ada yang anak anak," ujar Herman sambil berlalu naik sepeda motor.
Kapolsek Sunggal Kompol Daniel mengatakan, terkait keresahan warga pihak nya akan segera merapatkannya dengan muspika. "Nanti kita akan rapat dengan muspika untuk menindak lanjuti keresahan warga," ungkap Kompol Daniel.
Fifi (21) warga Galan Gereja, Kelurahan Cilincing, Kecamatan Medan Barat yang merupakan pekerja salah satu kafe di Jalan PDAM Tirtanadi mengaku bekerja setiap hari dengan gaji Rp1 juta perbulan. "Lain dari tamu tiap malam dan kalau sebulan 1 juta dari kafe. Aku cuman ngawani orang karoake," ujar Fifi.(amri)
Warga mengklaim setiap malam dari pukul 20.00 wib sampai pukul 3.00 wib suara kafe kafe tersebut sangat berisik dan mengganggu. "Apa lagi kalau malam sangat mengganggu kali lah berisik suara mereka," tambah Misna.
Salah seorang pengusaha kafe Herman (40) warga Jalan Setia Budi Komplek Tasbih mengaku memang dirinya membuka kafe. Namun hanya menjual jenis bir saja serta tuak dan menyediakan tempat karaoke.
Disinggung soal penyediaan prostitusi dan transaksi narkoba, Herman membantah. "Fitnah itu pak. Saya cuman jual bir dan tuak saja. Kalau jual perempuan tidak benar. Udah dua bulan kami jalankan usaha ini," terang Herman.
Ditambahkan pria berkumis tebal ini, para pekerja memang rata rata perempuan, namun sudah berumur. "Pekerja kita perempuan berumur. Tak ada yang anak anak," ujar Herman sambil berlalu naik sepeda motor.
Kapolsek Sunggal Kompol Daniel mengatakan, terkait keresahan warga pihak nya akan segera merapatkannya dengan muspika. "Nanti kita akan rapat dengan muspika untuk menindak lanjuti keresahan warga," ungkap Kompol Daniel.
Fifi (21) warga Galan Gereja, Kelurahan Cilincing, Kecamatan Medan Barat yang merupakan pekerja salah satu kafe di Jalan PDAM Tirtanadi mengaku bekerja setiap hari dengan gaji Rp1 juta perbulan. "Lain dari tamu tiap malam dan kalau sebulan 1 juta dari kafe. Aku cuman ngawani orang karoake," ujar Fifi.(amri)