[caption id="attachment_74855" align="aligncenter" width="480"]
Anak-anak korban penggusuran yang dilakukan sepihak oleh PT LNK meratapi hidupnya yang kian tak menentu[/caption]
Sebanyak 36 rumah yang didiami puluhan kepala keluarga di Dusun Mekar Jaya sudah rata dengan tanah. Para petani ini hanya bisa meratapi nasib. Air mata pun tak bisa tertahankan ketika melihat ratusan anak-anak di sana semakin tak tentu masa depannya.
Bagi mereka, keadilan seakan enggan menghampiri. Tanah yang didiami sejak turun temurun diusahakan dan didiami, dirampas dan diluluhlantakkan begitu saja oleh PT LNK, perusahaan Kerjasama Operasional (KSO) Malaysia dan PTPN II.
"Mau buat perlawanan, bagaimana? Warga masih trauma dengan tragedi akhir 2016 lalu. Terlalu banyak korban dan darah yang mengucur waktu itu, makanya masyarakat tak berdaya. Apalagi jumlah pasukan gabungan dari Polri, TNI, Satpol PP dan sejumlah personil instansi lainnya dari Pemkab Langkat sangat tidak sebanding dalam penggusuran Senin (27/3/2017) lalu," celoteh Biro Komunikasi DPW Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumut, Zulfie saat disambangi Metro Online di markasnya, Jalan Eka Rasmi Medan Johor.
Sementara Zubaidah, Ketua SPI Sumut mengatakan, pihaknya sangat prihatin atas apa yang dialami puluhan KK yang tadinya mendiami 36 rumah itu. "Pasca penggusuran 36 rumah, masyarakat membuat tenda darurat," katanya.
Sebanyak 36 rumah yang didiami puluhan kepala keluarga di Dusun Mekar Jaya sudah rata dengan tanah. Para petani ini hanya bisa meratapi nasib. Air mata pun tak bisa tertahankan ketika melihat ratusan anak-anak di sana semakin tak tentu masa depannya.
Bagi mereka, keadilan seakan enggan menghampiri. Tanah yang didiami sejak turun temurun diusahakan dan didiami, dirampas dan diluluhlantakkan begitu saja oleh PT LNK, perusahaan Kerjasama Operasional (KSO) Malaysia dan PTPN II.
"Mau buat perlawanan, bagaimana? Warga masih trauma dengan tragedi akhir 2016 lalu. Terlalu banyak korban dan darah yang mengucur waktu itu, makanya masyarakat tak berdaya. Apalagi jumlah pasukan gabungan dari Polri, TNI, Satpol PP dan sejumlah personil instansi lainnya dari Pemkab Langkat sangat tidak sebanding dalam penggusuran Senin (27/3/2017) lalu," celoteh Biro Komunikasi DPW Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumut, Zulfie saat disambangi Metro Online di markasnya, Jalan Eka Rasmi Medan Johor.
Sementara Zubaidah, Ketua SPI Sumut mengatakan, pihaknya sangat prihatin atas apa yang dialami puluhan KK yang tadinya mendiami 36 rumah itu. "Pasca penggusuran 36 rumah, masyarakat membuat tenda darurat," katanya.
Sepertinya semesta turut menangis atas penggusuran yang tak manusiawi itu. Bagaimana tidak? Belum lagi selesai menyiapkan tenda darurat, siang tadi, Selasa (28/3/2017) hujan tiba-tiba mengguyur. Akibatnya, semua masyarakat korban penggusuran, tak terkecuali anak-anak basah kuyub. Barang-barang yang sebelumnya dibongkar paksa dari rumah mereka pun belum sempat diselamatkan.
"Kami semua terpaksa berlarian, Pak ke kampung sebelah. Basah semua. Mana anginnya deras kali, lantaran lahan sudah diratakan. Tidak ada lagi rumah dan pohon yang menghalangi," keluh Suriono, Ketua SPI Langkat yang rumahnya juga sudah rata dengan tanah.
Dijelaskan Suriono yang juga diamini Zubaidah secara terpisah, pihak PT LNK terkesan berupaya menghilangkan bukti-bukti penggusuran. Mereka berusaha agar seolah-olah lahan itu tidak pernah ada dikelola dan ditempati warga sebelumnya.
"Saya tadinya sedang ke Kantor SPI di Medan. Tapi tiba-tiba anggota menelepon, katanya pihak PT LNK mengorek lubang dalam-dalam, lalu mereka mengubur bekas-bekas penggusuran. Mendengar itu, saya langsung balek ke kampung," sebut Suriono.
Benar saja, setibanya Suriono ke Dusun Mekar Jaya, dia mendapati perkampungan mereka sudah berubah total sejak dia tinggalkan tadi pagi. "Ternyata pihak LNK sudah berusaha menghilangkan bukti-bukti penggusuran dengan cara menimbun pondasi-pondasi rumah warga," kata Zubaidah yang ditemui di kantornya di Medan.
Padahal menurut Zubaidah, sejumlah warga yang menjadi saksi atas peristiwa itu hendak dipertemukan dengan para wartawan di Kota Medan untuk membeberkan bagaimana pahitnya penderitaan masyarakat di sana.
"Tapi gara-gara aksi PT LNK yang tak kunjung habis itu, membuat Suriono dan kawan-kawan terpaksa kembali ke Mekar Jaya karena khawatir dengan keluarga yang ditinggal di lokasi sengketa," terang aktifis berkerudung ini.
Zubaidah mengatakan, pihaknya sangat tidak bisa membayangkan bagaimana nasib yang dialami para anggota SPI Langkat tersebut. "Padahal sudah turun temurun mereka tinggal dan berusaha di sana. Bahkan sejak tahun 1952 sudah buka lahan. Bukti surat pun ada dikeluarkan Gubernur waktu itu di tahun 1971. Ada surat land reform. Itu yang membuat mereka bertahan selama ini. Jadi mereka bukan sekedar mengaku-ngaku saja. Tetapi ada bukti kuat," kesal Zubaidah.(jhon)
"Kami semua terpaksa berlarian, Pak ke kampung sebelah. Basah semua. Mana anginnya deras kali, lantaran lahan sudah diratakan. Tidak ada lagi rumah dan pohon yang menghalangi," keluh Suriono, Ketua SPI Langkat yang rumahnya juga sudah rata dengan tanah.
Dijelaskan Suriono yang juga diamini Zubaidah secara terpisah, pihak PT LNK terkesan berupaya menghilangkan bukti-bukti penggusuran. Mereka berusaha agar seolah-olah lahan itu tidak pernah ada dikelola dan ditempati warga sebelumnya.
"Saya tadinya sedang ke Kantor SPI di Medan. Tapi tiba-tiba anggota menelepon, katanya pihak PT LNK mengorek lubang dalam-dalam, lalu mereka mengubur bekas-bekas penggusuran. Mendengar itu, saya langsung balek ke kampung," sebut Suriono.
Benar saja, setibanya Suriono ke Dusun Mekar Jaya, dia mendapati perkampungan mereka sudah berubah total sejak dia tinggalkan tadi pagi. "Ternyata pihak LNK sudah berusaha menghilangkan bukti-bukti penggusuran dengan cara menimbun pondasi-pondasi rumah warga," kata Zubaidah yang ditemui di kantornya di Medan.
Padahal menurut Zubaidah, sejumlah warga yang menjadi saksi atas peristiwa itu hendak dipertemukan dengan para wartawan di Kota Medan untuk membeberkan bagaimana pahitnya penderitaan masyarakat di sana.
"Tapi gara-gara aksi PT LNK yang tak kunjung habis itu, membuat Suriono dan kawan-kawan terpaksa kembali ke Mekar Jaya karena khawatir dengan keluarga yang ditinggal di lokasi sengketa," terang aktifis berkerudung ini.
Zubaidah mengatakan, pihaknya sangat tidak bisa membayangkan bagaimana nasib yang dialami para anggota SPI Langkat tersebut. "Padahal sudah turun temurun mereka tinggal dan berusaha di sana. Bahkan sejak tahun 1952 sudah buka lahan. Bukti surat pun ada dikeluarkan Gubernur waktu itu di tahun 1971. Ada surat land reform. Itu yang membuat mereka bertahan selama ini. Jadi mereka bukan sekedar mengaku-ngaku saja. Tetapi ada bukti kuat," kesal Zubaidah.(jhon)