KLHK dan Kementerian Desa PDTT Percepat Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial

Sebarkan:
[caption id="attachment_78243" align="aligncenter" width="1120"] perhutanan sosial[/caption]
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementerian Desa PDTT) mendukung dan mempercepat pelaksanaan reforma agraria dan perhutanan sosial (RAPS). Komitmen tersebut dilakukan dengan mewujudkan program bersama Kementerian/Lembaga yang juga melibatkan kelompok-kelompok masyarakat sipil.

Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat di kawasan hutan dengan memberikan masyarakat akses yang lebih luas ke sumber daya hutan. Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial merupakan upaya untuk mengatasi ketimpangan ekonomi, sosial dan konflik agraria dan mengatasi kerusakan lingkungan.

Hal tersebut dikemukakan dalam Focus Group Discussion (FGD) “Sinergi Program Mendukung Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial untuk Kemandirian Desa dan Kesejahteraan Masyarakat” yang diselenggarakan Kantor Sekretariat Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) pada Jumat, 12 Mei 2017 siang tadi di Jakarta.

Hadir membuka FGD tersebut ialah Plt. Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa PDTT Ahmad Erani Yustika. Sebagai narasumber di event tersebut ialah Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial KLHK Wiratno, Direktur Pembangunan Ekonomi Kawasan Perdesaan Kementerian Desa PDTT Faizul Ishom, dan Penasehat Senior Menteri KLHK Chalid Muhammad.

Kebijakan reforma agraria dan perhutanan sosial telah dicantumkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dengan target reforma agraria 9,1 juta hektar dan perhutanan sosial 12,7 juta hektar. Pada saat ini ada 25.863 desa di dalam dan sekitar kawasan hutan dan 71.06% menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan.

Erani menyampaikan bahwa pembahasan kali ini adalah penyusunan rencana aksi yang lebih detil yang menghasilkan matriks apa-apa saja yang harus dikerjakan berbagai pihak. Diskusi politik reforma agraria dan perhutanan sosial sudah selesai. Kebijakan tersebut telah terang benderang kita ketahui bersama yang tidak hanya bagus tapi juga merupakan misi yang harus tegak di lapangan.
“RAPS sudah menjadi agenda presiden sehingga penting untuk menyusun rencana aksi menjadi lebih detil. Presiden tidak ingin program ini hanya sekedar bagi-bagi sertifikat, tapi harus diketahui dampak dari program ini. FGD ini akan membuat indikator kemajuan program RAPS, diantaranya perbakan tata kelola pembangunan, promosi ekonomi lokal dan pemulihan modal sosial.” jelas Erani.

Dalam FGD tersebut KLHK dan Kementerian Desa PDTT menyepakati ada 50 desa sebagai lokus (wilayah fokus) yang akan dikerjakan bersama di antaranya Tesso Nilo dan Muara Gembong. Dalam FGD juga disusun indikator yang disepakati untuk mengukur keberhasilan kebijakan reforma agraria dan perhutanan sosial. Ini penting agar kegiatan reforma agraria dan perhutanan sosial menjadi dasar bagi keadilan lingkungan, sosial dan ekonomi.

Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial KLHK Wiratno menambahkan bahwa komunikasi dan sosialisasi ke masyarakat menggunakan berbagai sarana yang bisa diakses masyarakat desa menjadi sangat penting. Selain itu, menyelesaikan peta kawasan desa juga penting untuk menentukan menentuka wilayah pemberian ijin.

Kenapa petani semangat dengan program ini? Karena dengan RAPS mereka mempunyai harapan dan hak kelola lahan. Demikian ujar Wiratno mengingat diskusinya dengan seorang petani desa.

FGD Kantor Sekretariat RAPS ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang sebelumnya mengemukakan bahwa seluruh hambatan dalam merealisasi perhutanan sosial bisa segera diatasi. Presiden juga telah meminta Menteri LHK untuk segera menyederhanakan regulasi dan prosedur sehingga perhutanan sosial mudah diakses oleh masyarakat.

Chalid mengatakan bahwa sebelumnya diskusi yang serupa pernah dilakukan dalam forum antara KLHK, Kementerian Desa dan Kantor Staf Presiden di Palu. Namun yang mengejutkan di forum tersebut teryata belum semua kepala desa yang ternyata belum mengenal perhutanan sosial.

“Pemerintahan Jokowi sudah masuk tahun ketiga, oleh karena dibutuhkan langkah-langkah percepatan agar target 12.7 juta tersebut dapat terealisasi dengan tepat dan kepada orang yang tepat serta berdampak pada pemerataan ekonomi sebagaimana yang ditargetkan oleh presiden.”

Selain mendorong kebijakan perhutanan sosial, hal lain yang perlu diperhatikan adalah perhatian terhadap hak-hak masyarakat adat dengan segera mengeluarkan penetapan Hutan Adat terutama yang telah memenuhi persyaratan. Kebijakan tersebut, sebagaimana pernah diutarakan Presiden Jokowi, harus diikuti dengan program-program lanjutan untuk memperkuat kemampuan warga di sekitar kawasan hutan, mulai dari penyiapan sarana dan prasarana produksi, pelatihan dan penyuluhan, akses pada informasi pasar, akses pada teknologi, akses pembiayaan, dan penyiapan pasca panen.(red)
Sebarkan:

Baca Lainnya

Komentar