Masyarakat tidak setuju dan menolak keras adanya mahar politik yang mewarnai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2018 seperti yang marak diberitakan akhir - akhir ini.
Martha Pakpahan (26) ibu rumah tangga warga Lubuk Pakam pada Selasa (23/1/2018) yang diminta tanggapan terkait maraknya pemberitaan mahar politik mengaku sangat kecewa dan tidak setuju adanya mahar politik.
"Sebagai masyarakat biasa, aku sangat kecewa dengan adanya mahar politik ini. Saya sangat tidak setuju adanya mahar politik ini," kata Martha.
Menurut Martha, mahar politik sangat menciderai demokrasi.
"Mahar politik menciderai demokrasi, dengan adanya mahar politik maka hanya yang memiliki modal besar yang dapat bertarung dalam Pilkada mau pun pemilihan anggota dewan baik daerah mau pun pusat," tegas Martha.
Dirinya pun berharap agar penegak hukum dapat mendalami adanya mahar politik ini sehingga kedepannya mahar politik tidak ada lagi.
"Setiap orang punya hak yang sama untuk ikut bertarung didalam Pilkada mau pun pemilihan legislatif ( Pileg). Jangan karena mahar politik, orang yang mempunyai kemampuan, visi dan misi membangun masyarakat dan daerahnya tidak bisa ikut bertarung dalam pesta demokrasi. Penegak hukum harus segera bertindak," harap Martha.
Hal tidak jauh berbeda diungkapkan Ketua DPW FSPMI Sumatera Utata Willy Agus Utomo.
"Kami buruh jelas tidak setuju dengan adanya mahar politik dalam setiap pencalonan kepala daerah maupun legislatif," ujar Willy.
Menurut Willy, mahar politik adalah pemberian uang yang ilegal demi memuluskan calon - calon wakil rakyat yang baik calon kepala daerah mau pun calon legislatif (caleg) tersebut.
"Saat mereka sudah duduk baik di eksekutif dan legislatif cenderung akan mencari cara untuk mengembalikan kerugiannya atau biaya mahar tersebut dengan cara melakukan korupsi dan abai kepada masyarakatnya. Miris kita kalau mahar politik ini masih dilakukan oleh partai - partai di Indonesia, semoga hal tersebut sudah tidak ada lagi kedepannya, agar kita mengahasilkan pemimpin atau wakil masyarakat yang amanah, jujur serta peduli pada rakyatnya," terang Willy.
Masih menurut Willy, jika mahar politik masih tetap ada, maka tidak mungkin seseorang yang mempunyai visi dan misi yang baik buat masyarakat bakal sulit untuk bersaing dalam kancah demokrasi hanya karena tak punya uang misalnya aktifis buruh yang hendak masuk ke kancah politik demi memperjuangkan suara kaum buruh didalam pemerintahaan dan legislatif.
"Pemerintah harusnya segera memperbaiki sistem aturan demokrasi kita, pembiayaan calon harus ditanggung negara dengan catatan yang di perketat lagi," tegas Willy. (Manahan)