Terealisasinya pembelian lahan pembuangan
sampah atau Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) seluas 5 hektar atau 50.000 meter di
Desa Dokan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo Tahun Anggaran (TA) 2017, menimbulkan
polemik. Pembangunan yang dibiayai dari APBD senilai Rp. 2 Miliar oleh Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Karo melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman itu
mendapat penolakan dari warga.
Warga desa tersebut
melakukan aksi protes dan penolakan terhadap tindakan Pemkab Karo yang
menjadikan kampung mereka sebagai lokasi pembuangan sampah tanpa adanya
sosialisasi. Selain merusak lingkungan, keberadaan tempat pembuangan sampah
akan berdampak bagi kesehatan warga setempat dengan adanya polusi bau, lalat
dan lain-lain.
Aksi penolakan warga ditunjukkan dengan cara
menempelkan selembar surat yang telah dilaminating di beberapa titik tiang
listrik perihal penolakan permintaan pembuatan ijin dan pembangunan TPA di Desa
Dokan yang merupakan desa budaya, wisata dan pintu masuk Geopark Toba yang
ditandatangani Sekretaris Desa (Sekdes) Johanis Ginting dan BPD tertanggal 28
Desember 2017.
Berikut isi surat tersebut
Yth. Bupati Kabupaten Karo
Cq. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu di Kabanjahe.
Dengan Hormat;
1. Sesuai dengan surat pengumuman yang dikeluarkan
oleh Dinas DPM-PPTSP nomor: 4446/DPM-PPTSP/2017 tertanggal 28 Desember 2017
tentang permohonan izin lingkungan kegiatan pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir
di Desa Dokan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo yang dipancangkan tanggal 27
Desember 2017.
2. Rapat desa Dokan tanggal 28 Desember 2017 di Lesung
Desa Dokan (berita acara terlampir).
3. Dengan ini kami Pemerintahan Desa Dokan mewakili
masyarakat menolak penerbitan ijin TPA di Desa Dokan dan beserta proses
selanjutnya.
Demikian surat permohonan keberatan ini diperbuat agar
dapat menjadi pertimbangan kepada Bapak Bupati demi menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan, sekian dan terima kasih.
“Kami mengecam dan menolak desa kami dijadikan
tempat pembuangan sampah. Aktifitas ini akan merusak lingkungan dan mengganggu
kesehatan karena adanya polusi udara. Kalau ada bau tak sedap tentunya lalat
berdatangan, selain itu ada juga sumber air di dekat lokasi yang akan dijadikan
pembuangan sampah,” ujar Ginting (50) salah seorang warga, Rabu (17/1).
Dikatakannya, sejauh ini Pemkab Karo tidak
melakukan sosialisasi kepada warga terkait tujuan pembelian lahan untuk
dijadikan tempat pembuangan sampah. “Sosialisasi dan pemahaman jangan hanya
menyasar pada pejabat pemerintahan desa saja dan orang-orang tertentu yang ada
kepentingan dibalik pembelian lahan itu. Sehingga masyarakat menjadi korban,” ketusnya.
Terpisah, Kadis Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Candra Tarigan ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya mengatakan
proses pembelian tanah di Desa Dokan sudah sesuai tahapan dan peraturan.
“Pengadaan tanah pemerintah dibawah 5 hektar
tak perlu disosialisasikan. Soal setuju atau tidak setuju (penolakan) warga,
itu bukan ranah kami. Itu ranah Dinas Lingkungan Hidup yang harus mengambil
langkah-langkah selanjutnya,” ujarnya.
Karena sambungnya lagi, belum lama ini Dinas
Lingkungan Hidup telah mengajak pemerintahan desa dan aparatnya untuk studi
banding di Kota Malang yang pengelolaan sampah disana telah menerapkan sistem
sanitary Landfill.
“Sistem ini sudah diberlakukan sesuai dengan
Undang-undang Pengelolaan sampah dengan cara membuang dan menumpuk sampah di
lokasi cekung, memadatkannya, dan kemudian menimbunnya dengan tanah. Bukan
menggunakan sistem open dumping,” paparnya.
Sementara ketika disinggung soal harga
pembelian tanah tersebut, Candra mengatakan total pengadaan tanah untuk
fasilitas umum ada empat kegiatan yakni TPA, RSU, TPU dan Pasar Kabanjahe
dengan total Rp. 24,475 miliar. Namun pengadaan tanah untuk pasar Kabanjahe
disilpakan. “Untuk lahan RSU seluas 4,2 hektar, TPU seluas 5 hektar dan TPA
seluas 5 hektar,” tutupnya. (Marko Sembiring)