![]() |
Ilustrasi pengamat |
MEDAN - Hasil survei yang dirilis oleh Center for
Election and Political Party (CEPP) Fisip Universitas Sumatera Utara (USU) yang mengatakan Eramas unggul 53,1 persen,
sedangkan Djoss 35,7 persen dan yang belum menentukan pilihan 11,2 persen.
Persoalan ini sedang ramai dibicarakan oleh akademisi dan
praktisi. Pasalnya, hasil survei yang dirilis CEPP Fisip USU hanya berjarak 1
hari dengan rilis yang dikeluarkan oleh Indo Barometer yang memaparkan dari
hasil survei pasangan Djoss unggul dengan 37,8 persen, sementara Eramas hanya meraih 36,9 persen.
Ian Pasaribu S.I.P, M.Si yang juga merupakan Dosen Ilmu
Pemerintahan FISIP Universitas Darma Agung Medan yang selama ini konsen di
dunia politik lokal dan politik digital Pilkada mengungakkan bahwa ada
kejanggalan dari lembaga CEPP FISIP USU. Di mana menurut jejak digital, nama
Walid Mustafa Sembiring yang merupakan Koordinator Riset CEPP Fisip USU juga
merupakan bagian dari Sekretaris Tim Pemenangan Eramas.
“Ada yang janggal dari CEPP FISIP USU, kita bisa cek di
jejak digital kalau tidak percaya. Nama Walid Mustafa Sembiring yang merupakan
Koordinator Riset CEPP Fisip USU juga merupakan bagian dari Sekretaris Tim
Pemenangan Eramas. Harusnya kampus bersikap netral. Kalau memang CEPP Fisip USU
memang bagian dari FISIP USU sebagai lembaga Universitas,” tutur Ian Pasaribu,
Minggu (17/6/2018).
Lebih lanjut, Ian Pasaribu juga mempertanyakan metodologi
yang dirilis oleh CEPP Fisip USU dan ini bisa mencederai nama besar Fisip USU
sebagai sebuah lembaga kampus, kalau diuji secara metodologi nantinya ternyata
salah dan tidak bisa dipertanggungjawabkan karena independensi Lembaga
tersebut.
“Survei yang dirilis CEPP Fisip USU dan ini bisa
mencederai nama besar Fisip USU sebagai sebuah lembaga kampus. Kalau diuji
secara metodologi sampai salah dan tidak bisa dibuktikan secara akademis. Ini
bisa merusak kampus karena salah satu bagian dari Tri Darma Perguruan Tinggi
adalah Penelitian. Apalagi menimbulkan opini di masyarakat ada oknum tim sukses
didalamnya. Ini sangat berbahaya,” ujar Ian Pasaribu. (bcl comm)