![]() |
Ratusan Hektar Hutan Mangrove Dieksploitasi, Kemenhut Tebas Pohon Sawit Ilegal |
Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian LHK Wilayah
Sumut, Edwart Sembiring melakukan penindakan dan penertiban kelapa sawit dan
karet yang tidak sesuai aturan. Penertiban dilakukan dengan cara memotong dan
menebang pohon-pohon milik penggarap liar.
"Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
melalukan penertiban tanaman kelapa sawit dan karet liar di Taman Nasional
Gunung Leuser. Penertiban dilakukan dengan, menebang dan menumbangkan tanaman
mikim penggarap liar," katanya.
Dalam penindakan kali ini ada 230 pohon yang ditebang
karena tidak memiliki izin. 630 pohon ini ditanami penggarap liar di lahan yang
diperkirakan tujuh hektare yang ada di dua desa. Dimana tanaman ini diprediksi
sudah berusia mulai 3 hingga 5 tahun.
"Di Desa Sekoci jumlah pohon sawit dipotong ada 230
batang dari luasan lahan sekitar dua hektare, sedangkan di Bahorok ada 400
pohon karet yang ditumbangkan di luasan lahan mencapai lima hektare. Pohon
kelapa sawit yang dipotong berusia tiga hingga lima tahun," ujarnya.
Para petani penggarap tak bisa berbuat apa-apa. Mereka
secara sukarela menyerahkan dan membiarkan tanamannya dihancurkan oleh petugas
Balai TNGL. Penertiban inj operasi persuasif yang dilakukan petugas TNGL kepada
para petani dan penggarap yang telah menguasai dan menanami lahan yang masuk
zona Kawasan TNGL.
Edwart Sembiring mengatakan bahwa para penggarap akan
diberikan hak kerja sama pengelolahan hutan penyangga di sekitar TNGL. Dimana
para petani mau pun penggarap harus memenuhi syarat harus menanam tanaman
hutan, seperti durian, jengkol, mahoni, buah-bahan yang berkayu besar.
"Mereka tetap akan diberikan hak kerja sama itu.
Dengan kerja sama ini diharapkan para petani dan penggarap dapat dan bisa
sama-sama menjaga hutan," pungkasnya.
Diketahui hutan Langkat terjadi eksploitasi dirambah
menjadi tanaman sawit. Terutama kondisi kawasan hutan Mangrove di Kabupaten
Langkat tergolong kritis dan memprihatinkan. Tepat pada hari Mangrove sedunia
26 Juli 2018, 80 persen hutan Mangrove telah memasang rusak tak dirawat,
dirambah secara ilegal dan rata-rata dialihfungsikan jadi perkebunan sawit di
Langkat.
Ketua Komunitas Rumah Bahari, Azhar Kasim yang bergerak
sebagai pegiat Mangrove menjelaskan kondisi hutan Mangrove luasan di Langkat
kerusakan pesisir timur itu 80 persen rusak. Temuannya di beberapa lokasi,
Mangrove dieksploitasi paksa oleh pengusaha-pengusaha, bahkan ada yang memakai
nama oknum-oknum pemerintahan dan organisasi kemasyarakatan.
"Khusus di Langkat saja, dari luasan yang ada
kondisi hutan Mangrove 80 persen rusak, kalau seribu hektare berarti 800
hektare rusak. semua rata-rata disengaja dilakukan perambah dari kalangan
pengusaha-pengusaha ditanami sawit. Ada atas nama oknum polisi, pejabat
pemerintahan, ada juga makai nama oknum Ketua OKP masang plank di dalam
kawasan," katanya di Stabat.
Dijelaskannya bahwa saat ini kawasan hutan Mangrove ada
di sembilan Kecamatan, mulai dari jalur Sicanggang sampai Pematangjaya. Selama
ini pemerintah terkesan membiarkan eksploitasi secara ilegal tanpa penindakan
secara hukum. Bahkan disinyalir ada oknum Dinas Kehutanan ikut memudahkan
perambahan ilegal.
"Caranya pakai SK camat, macam-macam lah. Masalahnya
penegakan hukum Dinas Kehutanan, gak jelas, karena oknum pengusaha mengklaim
itu tanah dia. Penertiban bukan solusi penyelamatan hutan yang sudah
dialihfungsikan. Pemkab sekadar buang-buang uang negara," katanya.
Azhar Kasim juga membeberkan ada kawasan lindung
ekowisata bahari di Pulau Sembilan dijadikan perkebunan sawit, ada kawasan
perumahan di Sungai Bilai, padahal itu kawasan Mangrove, dan dari pemerintah
cuma dikasih peringatan saja.
"Kondisi sekarang banyak oknum mau suka-suka buat
hutan jadi Tora. Kita minta menteri kehutanan jangan asal-asalan menentukan
serara pribadi satu daerah menjadi Tora," tegasnya.
Aktivis Mangrove lainnya, dari Forum Komunikasi Kader
Konservasi Indonesia (FK3I) Sumut, Said menjelaskan soal kerusakan hutan
khususnya mangrove, bahwa sesuai informasi di Kabupaten dan Kota di Sumut
persentase 75 persen rusak. Baik kawasan hutan produksi, lindung dan
konservasi.
"Kami tim Pokja percepatan kehutanan sosial
kesulitan mengajukan usulan kelompok terkait kehutanan sosial, kendalanya
karena kehutanan dikuasai oknum pengusaha sawit ilegal. Kita tidak mau
kerusakan hutan jangan dicocok-cocokan berkolaborasi mereka, antara perambah
dan pengusaha ilegal. Kami akan membuat gugatan untuk Dinas Kehutan Provinsi
Sumut," katanya.
Warga Kelompok Tani Hinai Indah, Sei Curai Indah, Emma
selama ini mengeluhkan penggarapan oknum-oknum ilegal pengambil tanah rakyat.
Ia tak segan menyebut nama salah satu oknum pengusaha yang sering
mengatasnamakan salah satu Ketua OKP Sumut.
"Satu penggarap ilegal AK, penduduk Tritura Medan
dia punya lahan dulunya di Kuala Gebang, jadi ada pemekaran masih di Gebang
dia. Punya dia di Pasarawa. Dia pindah karena ada lahan. Padahal itu
penduduknya Sei Curai Selatan Babalan, dulu namanya Pulo Piye, sekarang
Sukamulya," katanya.
"Dia pakai nama besar KS, tahun 2014 ada lahan milik
KS SK Camat seluas 240 hektare. Ada berdiri rumah permanen ada plank dinas
kehutanan sama sebelahnya ada plang KS juga. Pernah dieksekusi 2017, tapi
namanya dia gak berani turunkan, pakai nama besar KS dan OKP," tukasnya.
(lkt-1)