![]() |
Teks, Almarhum Abdul Munir (paling kanan) saat mengadu ke Irwasum Polri, Komjen Pol. Anton Bahcrum didampingi tim pengacaranya. |
Selain memberangus para mafia, Zulkarnaen juga mendesak presiden menindak tegas oknum-oknum pejabat dan penegak hukum di Sumut yang memback-up para mafia itu dalam perkara PT Moeis. Bukan hanya itu, ahli waris sah almarhum Abdul Meois Nasution ini juga melaporkan Notaris Dana Barus dan Eddy Simin ke Dewan Kehormatan Notaris.
Dewan Kehormatan Notaris juga diminta menindak dan mengusut kedua notaris tersebut karena telah menerbitkan akte-akte palsu untuk menguntungkan para mafia. "Semua akte-akte PT Moeis yang diterbitkan Notaris Dana Barus dan Eddy Simin palsu dan rekayasa semua. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Agung RI No 1262.K./Pdt/2011 tanggal 29 November 2011 yang telah berkekuatan hukum tetap. Jadi notaris abal-abal itu harus ditindak tegas," pintanya.
Dipaparkan Zulkarnanen, perjalanan sengketa PT Moeis penuh dengan tipu muslihat, permainan hukum dan suap menyuap yang dilakukan para mafia tanah berkolaborasi dengan para pejabat dan penegak hukum. Buktinya, sampai hari ini putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap tak kunjung terlaksana. Aset-aset PT Moeis yang seharusnya dieksekusi dan diserahkan pada ahli waris sah, tetap dikuasai oleh para mafia tanah, Yuandi alias Andi Cs.
Ironisnya, sampai hari ini para mafia itu tak kunjung mendapat tindakan dari penegak hukum di Sumut. "Mereka seolah kebal hukum dan mampu mengendalikan oknum penegak hukum dan peradilan dengan kakuatan uangnya. Makanya saya minta Pak Jokowi turun tangan dan memerintahkan pejabat-pejabat pusat turun ke Sumut. Para mafia itu harus ditindak tegas, tegakkan hukum di Sumatera Utara ini. Sampai kapan para mafia itu berkuasa dan bisa mengendalikan para penegak hukum di Sumut ini?"tanya Zulkarnaen.
Jika dibiarkan terus lanjut Zulkarnaen, keadilan akan sulit ditegakkan di Sumut. Alhasil, bakal makin banyak rakyat yang jadi korban mereka. Mahkamah Agung dan KPK juga diminta mengusut dugaan suap di balik putusan perlawanan hukum (verzet) No. 200/VERZET/BTH/2018 yang dilayangkan PT Citra Asri Nusantara dkk, melawan Zulkarnaen Nasution dkk di PN Medan.
Seperti diketahui, dalam verzet tersebut hakim yang diketuai Parlindungan Sinaga SH justru memenangkan pihak PT Citra Asri Nusantara. "Hakim Parlindungan Sinaga ini juga harus diusut karena diduga kuat menerima uang suap. Hakim ini mengabaikan putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap. Anehnya, usai membacakan putusan, hakim ini langsung pindah tugas. Saya meyakini sidangnya penuh dengan rekayasa dan suap menyuap. Ini yang harus diusut," beber Zulkarnaen.
Indikasi suap ini terlihat jelas, karena sesuai putusan Mahkamah Agung, semua aset PT Moeis yang dikuasai para mafia harus dieksekusi dan dikembalikan pada ahli waris. Akte-akte dan jual beli aset perusahaan palsu yang diterbitkan Notaris Dana Barus ini yang jadi dasar verzet tersebut. "Semua akte-akte palsu dan sudah dibatalkan Mahkamah Agung dalam putusannya. Kok berani dan bisa-bisanya hakim memenangkan para mafia itu. Kalau nggak ada suap menyuap, kurasa tak mungkin hakim itu berani mengangkangi putusan Mahkamah Agung. Hakim ini juga harus diusut dan diproses," pintanya.
Mirisnya lagi, Abdul Munir Nasution adik Zulakarnaen yang juga berstatus ahli waris sampai meregang nyawa karena dikriminalisasikan. Munir ditangkap dan ditahan di Polres Batubara. Munir dituduh mencuri buah sawit PT Moeis yang notabene adalah warisan ayah kandungnya sendiri. "Kami dilaporkan Ganda Siregar (humas di PT Moeis) atas suruhan Yuandi alias Andi yang mengaku-ngaku sebagai direktur. Adik saya (Munir) ditangkap dan ditahan polisi hingga sakit dan meninggal dunia sekitar sebulan lalu. Kematian adik saya ini juga tidak wajar," lirih Zulkarnaen.
Hebatnya lagi, tak lama setelah Munir meninggal, pihak Yuandi alias Andi juga sudah mengganti nama perusahaan PT Moeis menjadi PT Camar dan PT Cemerlang. "PT Moeis diganti jadi PT Camar dan Cemerlang. Apa hak mereka mengganti nama perusahaan yang bukan milik mereka? Tapi ini yang terjadi, mereka bisa berbuat sesuka hatinya di negeri ini. Sampai kapan para mafia tanah itu berkuasa? Harus berapa lagi rakyat tak berdosa yang jadi korban mereka?"tanya Zulkarnaen.
Tudingan Zulkarnaen bukan tanpa alasan. Pasalnya, meski perkara ini sudah berkekuatan hukum tetap sesuai putusan PN Medan No 124/Pdt.G/2009/PM.Mdn tanggal 9 Oktober 2009, jo Putusan Pengadilan Tinggi Medan No 423/Pdt./2009/Pt.Mdn tanggal 20 Januari 2010, jo putusan Mahkamah Agung No 1262.K./Pdt/2011 tanggal 29 November 2011. Namun sampai hari ini, aset-aset PT Moeis masih dikuasai Oman Mardi alias Awi, Yuandi alias Andi, Ishak Charli dan kroni-kroninya.
"Para mafia tanah dan peradilan ini masih memiliki hubungan keluarga. Kelompok mereka sudah banyak menyengsarakan masyarakat. Mereka seolah kebal hukum dan bisa mengatur semua hal dengan uang," bebernya.
Meski jaringan para mafia ini kuat, namun Zulkarnaen mengaku tak takut dan tidak akan mundur selangkah pun. Dia juga meyakini akan mendapatkan keadilan hukum di era pemerintahan Presiden Jokowi.
"Saya tidak takut karena berada di pihak yang benar. Saya akan terus melawan para mafia ini sampai hak-hak saya dikembalikan. Saya yakin dan percaya, keadilan masih ada," uangkapnya.
Bahkan sebelum mengadu ke Jokowi, Zulkarnaen juga sudah menemui dan minta bantuan pada Gubsu Edy Rahmayadi dan Kapoldasu.
Perlawanan ini, lanjut Zulkarnaen harus dilakukan karena hingga kini aset-aset PT Moeis masih dikuasai oleh para mafia tanah. Putusan Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Tinggi Sumut dan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap harus dilaksanakan. "Semua aset PT Moeis yang dikuasai para mafia itu harus dieksekusi dan diserahkan pada ahli waris yang sah," tegasnya.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 1262 K/Pdt/2011 menguatkan putusan putusan PN Medan No: 124/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Medan tangggal 9 Oktober 2009, putusan PT. Medan No: 423/Pdt/2009 tanggal 20 Januari 2010.
Putusan kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1262 K/Pdt/2011, tanggal 29 November 2011, telah menolak permohonan kasasi Muchrid Nasution cs sebagai tergugat/pembanding I, dan turut tergugat I/pembanding II, melawan Dahlina Nasution–Zulkarnain Nasution dan kawan–kawan.
Adapun poin putusan tersebut, berisi perintah agar H. Mochrid Nasution memberi ganti rugi dan pembayaran keuntungan lahan kebun sebesar Rp 17 miliar kepada Dahlina–Zulkarnain Nasution dan kawan–kawan, selama Mochrid Nasution menguasai lahan Perkebunan PT. Moeis Siparepare.
Pihaknya juga memperoleh salinan Surat Penetapan No. 124/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Medan sebagai kelanjutan Surat Putusan Pelaksanaan Sita Jamin No.W2.U1/1923/Pdt.04.10/VIII/2009 tanggal 8 Agustus 2009 dari PN Medan, yang meminta bantuan pelaksanaan sita jamin kepada Pengadilan Negeri Kisaran.
Ditegaskan Zulkarnain, seluruh akta yang dibuat saat sengketa peradilan, sebelum keluarnya putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan berkaitan dengan keberadaan saham–saham PT. Moeis telah batal atas nama hukum. "Sebelum putusan ini dilaksanakan, para mafia tanah dan peradilan itu masuk. Mereka menguasai aset-aset PT Moeis dengan bermodalkan akte-akte palsu," tandasnya.
PT Moeis yang bergerak di bidang perkebunan di Desa Pare-pare, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara (pemekaran dari Kabupaten Asahan), memiliki sejumlah aset yang terdiri dari tanah, lahan perkebunan, gedung perkantoran dan bangunan, tersebar di sejumlah kota hingga Malaysia.
Keseluruhan aset–aset PT. Moeis berupa perkebunan Siparepare seluas 1.073 haktare di Pare–pare, tiga unit pintu rumah toko di Jalan Palang Merah No. 100 – 104 Medan, tanah seluas 1. 834 meter persegi di Jalan K.L. Yos Sudarso Medan, 250 unit perumahan di Muka Kuning, Batam, Gedung Sopo Godang PT. Moesi di Jalan Raden Saleh Raya No. 17 Jakarta.
Perkebunan kelapa sawit seluas 200 hektare di Bengkulu, tanah dan bangunan rumah tinggal seluas 1.000 meter persegi di Street Panglima Sekyen, Syah Alam Selangor, Malaysia, serta tanah dan rumah di Perumahan Pondok Gede Blok B2.
Ironisnya, saat sengketa hukum sedang berlangsung, sebut Zulkarnain, aset PT. Moeis berupa Gedung Sopo Godang PT. Moeis di Jalan Raden Saleh Raya No. 17 Jakarta Pusat, digadaikan Oman Mardi alias Awi kepada Bank Kesawan di Jakarta.
Dalam menuntut keadilan, ahli waris PT. Moeis, telah menemui Susilo Bambang Yudhoyono saat menjabat Presiden Indonesia, dan Ketua Pengawasan Hakim Agung di Jakarta dan MayjenTNI (Purn) Timur F. Manurung serta mantan Irwasum Polri, Komjen Pol Drs. Anton Bahcrum Alam.
Setelah menemui SBY, Zulkarnain memperoleh salinan putusan atas perkara hukum yang ditempuhnya. Zulkarnain mendesak Pengadilan Negeri Medan untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung No. 1262 K/Pdt/2011, dilaksanakannya eksekusi. (red)
Tudingan Zulkarnaen bukan tanpa alasan. Pasalnya, meski perkara ini sudah berkekuatan hukum tetap sesuai putusan PN Medan No 124/Pdt.G/2009/PM.Mdn tanggal 9 Oktober 2009, jo Putusan Pengadilan Tinggi Medan No 423/Pdt./2009/Pt.Mdn tanggal 20 Januari 2010, jo putusan Mahkamah Agung No 1262.K./Pdt/2011 tanggal 29 November 2011. Namun sampai hari ini, aset-aset PT Moeis masih dikuasai Oman Mardi alias Awi, Yuandi alias Andi, Ishak Charli dan kroni-kroninya.
"Para mafia tanah dan peradilan ini masih memiliki hubungan keluarga. Kelompok mereka sudah banyak menyengsarakan masyarakat. Mereka seolah kebal hukum dan bisa mengatur semua hal dengan uang," bebernya.
Meski jaringan para mafia ini kuat, namun Zulkarnaen mengaku tak takut dan tidak akan mundur selangkah pun. Dia juga meyakini akan mendapatkan keadilan hukum di era pemerintahan Presiden Jokowi.
"Saya tidak takut karena berada di pihak yang benar. Saya akan terus melawan para mafia ini sampai hak-hak saya dikembalikan. Saya yakin dan percaya, keadilan masih ada," uangkapnya.
Bahkan sebelum mengadu ke Jokowi, Zulkarnaen juga sudah menemui dan minta bantuan pada Gubsu Edy Rahmayadi dan Kapoldasu.
Perlawanan ini, lanjut Zulkarnaen harus dilakukan karena hingga kini aset-aset PT Moeis masih dikuasai oleh para mafia tanah. Putusan Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Tinggi Sumut dan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap harus dilaksanakan. "Semua aset PT Moeis yang dikuasai para mafia itu harus dieksekusi dan diserahkan pada ahli waris yang sah," tegasnya.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 1262 K/Pdt/2011 menguatkan putusan putusan PN Medan No: 124/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Medan tangggal 9 Oktober 2009, putusan PT. Medan No: 423/Pdt/2009 tanggal 20 Januari 2010.
Putusan kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1262 K/Pdt/2011, tanggal 29 November 2011, telah menolak permohonan kasasi Muchrid Nasution cs sebagai tergugat/pembanding I, dan turut tergugat I/pembanding II, melawan Dahlina Nasution–Zulkarnain Nasution dan kawan–kawan.
Adapun poin putusan tersebut, berisi perintah agar H. Mochrid Nasution memberi ganti rugi dan pembayaran keuntungan lahan kebun sebesar Rp 17 miliar kepada Dahlina–Zulkarnain Nasution dan kawan–kawan, selama Mochrid Nasution menguasai lahan Perkebunan PT. Moeis Siparepare.
Pihaknya juga memperoleh salinan Surat Penetapan No. 124/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Medan sebagai kelanjutan Surat Putusan Pelaksanaan Sita Jamin No.W2.U1/1923/Pdt.04.10/VIII/2009 tanggal 8 Agustus 2009 dari PN Medan, yang meminta bantuan pelaksanaan sita jamin kepada Pengadilan Negeri Kisaran.
Ditegaskan Zulkarnain, seluruh akta yang dibuat saat sengketa peradilan, sebelum keluarnya putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan berkaitan dengan keberadaan saham–saham PT. Moeis telah batal atas nama hukum. "Sebelum putusan ini dilaksanakan, para mafia tanah dan peradilan itu masuk. Mereka menguasai aset-aset PT Moeis dengan bermodalkan akte-akte palsu," tandasnya.
PT Moeis yang bergerak di bidang perkebunan di Desa Pare-pare, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara (pemekaran dari Kabupaten Asahan), memiliki sejumlah aset yang terdiri dari tanah, lahan perkebunan, gedung perkantoran dan bangunan, tersebar di sejumlah kota hingga Malaysia.
Keseluruhan aset–aset PT. Moeis berupa perkebunan Siparepare seluas 1.073 haktare di Pare–pare, tiga unit pintu rumah toko di Jalan Palang Merah No. 100 – 104 Medan, tanah seluas 1. 834 meter persegi di Jalan K.L. Yos Sudarso Medan, 250 unit perumahan di Muka Kuning, Batam, Gedung Sopo Godang PT. Moesi di Jalan Raden Saleh Raya No. 17 Jakarta.
Perkebunan kelapa sawit seluas 200 hektare di Bengkulu, tanah dan bangunan rumah tinggal seluas 1.000 meter persegi di Street Panglima Sekyen, Syah Alam Selangor, Malaysia, serta tanah dan rumah di Perumahan Pondok Gede Blok B2.
Ironisnya, saat sengketa hukum sedang berlangsung, sebut Zulkarnain, aset PT. Moeis berupa Gedung Sopo Godang PT. Moeis di Jalan Raden Saleh Raya No. 17 Jakarta Pusat, digadaikan Oman Mardi alias Awi kepada Bank Kesawan di Jakarta.
Dalam menuntut keadilan, ahli waris PT. Moeis, telah menemui Susilo Bambang Yudhoyono saat menjabat Presiden Indonesia, dan Ketua Pengawasan Hakim Agung di Jakarta dan MayjenTNI (Purn) Timur F. Manurung serta mantan Irwasum Polri, Komjen Pol Drs. Anton Bahcrum Alam.
Setelah menemui SBY, Zulkarnain memperoleh salinan putusan atas perkara hukum yang ditempuhnya. Zulkarnain mendesak Pengadilan Negeri Medan untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung No. 1262 K/Pdt/2011, dilaksanakannya eksekusi. (red)