Istri Ditahan Jaksa, Suami: Dia Korban Kejahatan Pejabat Dinas Pendidikan Binjai

Sebarkan:
Adesman Sagala memberikan keterangan pers

BINJAI|Adesman Sagala (53), warga Komplek Perumahan Karang Anyar Residence, RT 005, RW 007, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mengaku heran dengan penahanan istrinya, DS (54), oleh Tim Penyidik Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai, sejak 6 November 2018 lalu.

Pasalnya, sang istri disangkakan melakukan tindak pidana korupsi terkait perkara pengajuan dan pencairan klaim asuransi kematian atas nama dirinya sendiri sebesar Rp 62,3 juta, melalui PT Taspen (Persero) Kantor Cabang Utama Medan, pada 2014 lalu, meskipun DS belum meninggal dunia.

Bahkan menurut Adesman, dia dan keluarganya saat ini merasa sangat tersudut dengan publikasi di media massa, terkait tudingan bolos mengajar sang istri sejak 2011. Padahal saat itu, DS yang berstatus guru di SD Negeri 027144 Kecamatan Binjai Utara, sedang menjalani cuti dalam rangka pengobatan stroke yang dideritanya.

"Terus terang, saya heran dengan penahanan dan penetapan istri saya sebagai tersangka. Sebaliknya, saya merasa istri saya adalah korban kejahatan," ungkap Adesman, dalam keterangannya kepada wartawan di Kota Binjai, Rabu (21/11) petang.

Diakui Adesman, terdapat sejumlah kejanggalan dalam perkara itu. Pasalnya, pengajuan klaim kematian sang istri justru muncul sebelum DS mengajukan permohonan pindah tugas dari Dinas Pendidikan Kota Binjai menuju Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi.

Dalam hal ini, Adesman mencurigai adanya permufakatan jahat yang diduga dilakukan oknum pejabat di lingkungan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan Kecamatan Binjai Utara. Sebab dari hasil pemeriksaan penyidik kejaksaan, pengajuan klaim asuransi kematian sang istri diketahui terjadi pada 2014 silam. Sementara pengajuan pindah tugas baru dilayangkan DS pada Maret 2015.

"Sampai saat ini, baik saya maupun anak-anak saya, tidak pernah mengurus surat-menyurat apapun terkait pengajuan klaim kematian istri saya, ataupun menerima uang asuransi seperti yang selama ini dituduhkan," terang Adesman, didampingi sang kakak, Juanda Sagala (58), warga Kelurahan Mencirim, Kecamatan Binjai Timur.

Di sisi lain, Adesman pun mengaku terkejut dengan penetapannya sebagai terperiksa, terkait perkara dugaan pemalsuan identitas yang berhubungan langsung dalam perkara pengajuan klaim asuransi kematian bermasalah yang menjerat sang istri.
Meskipun demikian, ayah lima anak itu mengaku tetap mendukung proses penyidikan perkara itu, sembari berharap Tim Penyidik Seksi Pidana Khusus dapat memgungkap pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pembuatan surat kematian palsu dan pengajuan klaim asuransi kematian istrinya.

"Saya akui, sejak 2009 itu saya sengaja bawa istri ke Bekasi untuk berobat. Karena penyakit itu pula, saya lantas meminta istri saya mengajukan pindah tugas ke Bekasi pada 2015. Kebetulan sejak tahun 2008 itu, saya memang sudah terlebih dahulu menetap di sana," ujar Adesman.

Sayangnya, pengajuan pindah tugas sang istri diterima oleh Dinas Pendidikan Kota Binjai maupun Badan Kepegawaian Negara (BKN). Meski pada akhirnya hal itu tidak terealisasi, karena Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi tidak dapat menerima mutasi sang istri, akibat terkendala umur.

Meskipun demikian, Adesman menyatakan, sama sekali tidak tahu dan tidak pernah membuat surat keterangan kematian ataupun mengajukan kalim asuransi kematian sang istri ke pihak PT Taspen (Persero) Kantor Cabang Utama Medan.

Bahkan dirinya pun tidak pernah menerima dana hasil pengajian klaim asuransi kematian sang istri yang diklaim mencapai nominal hingga sebesar Rp 62,3 juta.

"Sama sekali saya tidak pernah melihat apalagi menerima uang itu. Justru saya curiga, ada pihak yang mengambil keuntungan atas persoalan ini. Sebab selama istri saya cuti mengajar pun, pihak UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Binjai Utara kerap menahan gajinya," jelas Adesman.

Menariknya lagi, dari hasil konfrontir Tim Penyidik Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Binjai terhadap dirinya, Adesman menyatakan, beberapa bukti justru tidak sesuai dengan fakta, semisal foto dirinya, alamat tempat tinggalnya di Kota Binjai, tanda tangan, hingga nomor rekening bank yang dimilikinya.

"Harapan saya dan keluarga saya saat ini hanya dua, yakni semoga kebenaran bisa terungkap dan nama baik keluarga kami bisa kembali tumbuh," pungkas Adesman sembari menutup pembicaraan.

Seperti diketahui sebelumnya, Kejaksaan Negeri Binjai menahan DS, satu dari dua tersangka korupsi dalam perkara dugaan pemberian dana asuransi kematian bermasalah sebesar Rp 62,3 juta dari PT Taspen (Persero) Kantor Cabang Utama (KCU) Medan, pada 2014 silam.

Wanita tersebut ditangkap dari rumahnya, di kawasan pemukiman Blok D, Komplek Perumahan Karang Anyar Residence, RT 005, RW 007, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 6 November 2018 lalu.

Penahanan oknum pegawai negeri sipil (PNS), yang terdaftar sebagai guru di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 027144 Kecamatan Binjai Utara itu dilakukan, karena dia dipersangkakan melakukan pemalsuan identitas terkait pencairan klaim suransi kematiannya, serta dugaan penyelewengan negara sebesar Rp 375,6 juta, atas gaji yang dierima DS atas tudingan bolos mengajar selama 86 bulan atau sejak 2010 silam.

Kejaksaan Negeri Binjai sendiri telah menetapkan status tersangka kepada DS dan MA, oknum pejabat pelaksana verifikasi (verifikator) dokumen administrasi pengajuan klaim asuransi PT Taspen (Persero) Kantor Cabang Utama (KCU) Medan, terhitung sejak 23 Oktober 2018 lalu.

Dalam perkara itu, tersangka DS, selaku subjek atas klaim asuransi kematian, dianggap sengaja melakukan persekongkolan jahat, terkait manipulasi data dan dokumen administrasi, meskipun sebenarnya dia belum meninggal dunia.

Sedangkan tersangka MA, selaku verifikator dokumen pengajuan klaim asuransi PT Taspen (Persero) KCU Medan, yang saat ini bertugas di PT Taspen (Persero) Kantor Cabang Pematang Siantar, dianggap tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan optimal.(hendra)
Sebarkan:

Baca Lainnya

Komentar