![]() |
Ilustrasi |
JAKARTA │Perusahaan minyak kelapa sawit raksasa, Indofood telah diberi sanksi oleh skema sertifikasi minyak sawit terkemuka, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Lembaga itu telah menemukan lebih dari 20 pelanggaran standar Prinsip dan Kriteria RSPO dan 10 pelanggaran hukum ketenagakerjaan Indonesia di fasilitas Indofood yang diaudit.
Berdasarkan press rilis Rainforest Action Network yang
dikirim kepada Redaksi Metro Online, penyelidikan tersebut menindaklanjuti
laporan/pengaduan yang diajukan oleh Rainforest Action Network (RAN),
International Labour Rights Forum (ILRF) dan Organisasi Penguatan dan
Pengembangan Usaha-usaha Kerakyatan (OPPUK) setelah mereka mendokumentasikan
pelanggaran hak buruh yang terjadi di perkebunan milik Indofood tersebut.
Selama beberapa tahun terakhir serangkaian laporan
independen telah dipublikasikan dan berhasil mengungkap bahwa Indofood sebagai
salah satu perusahaan minyak kelapa sawit swasta terbesar di Indonesia,
terindikasi telah melanggar standar RSPO, norma dan hukum nasional maupun
internasional, serta diduga kuat terlibat dalam praktik perburuhan yang
eksploitatif ––termasuk ditemukannya pekerja yang tidak dibayar secara layak,
dipekerjakan pada kondisi yang rentan, berbahaya, dan tidak sehat serta berisiko
tinggi akan adanya buruh anak.
Dalam investigasi yang dilakukan oleh RSPO sendiri pada
unit yang bersertifikat RSPO, termasuk satu pabrik kelapa sawit (PKS) dan tiga
perkebunan kelapa sawit, RSPO menyatakan bahwa temuan “pelanggaran yang bersifat
berat dan sistematis” mengharuskan penangguhan segera atas sertifikat
keberlanjutannya. Terlebih lagi, RSPO mengharuskan audit penuh terhadap semua
unit anak perusahaan Indofood lainnya yang bersertifikat RSPO dalam tiga bulan
kedepan dan akan mengharuskan pemantauan terhadap pelaksanaan audit tersebut.
![]() |
Salah satu halaman rekomendasi RSPO terhadap Indofood |
Banyak perusahaan besar yang sudah memutus hubungannya
dengan Indofood sebelum sanksi ini dijatuhkan, termasuk diantaranya Nestle,
Musim Mas, Cargill, Fuji Oils, Hershey’s, Kellogg’s, General Mills, Unilever,
and Mars.
“Ini harus menjadi titik terakhir untuk semua perusahaan
dan bank yang masih berbisnis dengan Indofood: mereka harus segera memutus
hubungan bisnisnya. Kalau tidak, mereka secara sadar telah berbisnis dengan
perusahaan yang terlibat dalam praktik ilegal dan tidak etis," tutur Robin
Averbeck, Direktur Kampanye Agribisnis RAN.
Hal ini, tambah Robin Averbeck, terutama berlaku untuk
perusahaan-perusahaan yang memiliki kemitraan usaha patungan dengan Indofood,
termasuk merek-merek seperti PepsiCo, Wilmar, dan Yum! Brands.
“Para investor dan pemberi pinjaman Indofood ––terutama
bank-bank Jepang seperti Sumitomo Mitsui Financial Group, Mizuho Financial
Group dan the Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG)–– juga harus segera
membatalkan semua pembiayaannya,” lanjut Robin Averbeck.
"Kasus ini seharusnya menjadi teguran bagi RSPO,
pembeli dan pemodal untuk memperkuat kebijakan dan praktik melawan eksploitasi
buruh. RSPO telah menghabiskan waktu dua tahun untuk mengambil keputusan ini
sementara buruh sawit terus mengalami pelanggaran hak-hak dasarnya. Para buruh
yang mengambil banyak risiko untuk melaporkan pelanggaran sudah sepatutnya
mendapatkan penanganan pengaduan yang lebih cepat dan efektif,” ujar Eric
Gottwald, Wakil Direktur ILRF.
RAN, ILRF dan OPPUK juga telah menetapkan persyaratan
yang harus dipenuhi oleh Indofood untuk menyelesaikan pelanggaran hak-hak
buruh, termasuk diantaranya (1) segera melakukan pengangkatan status bagi semua
pekerja yang melakukan pekerjaan inti di perkebunan menjadi pekerja tetap; (2)
membayar upah layak dan mengganti rugi atas hak upah, tunjangan, pengangkatan
dan pekerjaan yang tidak diupah yang selama ini tidak diberikan dan berlaku
surut; (3) sepenuhnya menghargai hak atas Kebebasan Berserikat dan memastikan
tidak ada tindakan balasan terhadap semua pekerja; dan (4) menjamin hak-hak
perempuan dengan mengatasi diskriminasi luar biasa yang terus terjadi terhadap
pekerja perempuan di perkebunan Indofood; dan (5) memastikan bahwa target
produksi ditetapkan secara adil dan transparan dengan pelibatan buruh,
organisasi buruh dan serikat independen.
Ketiga lembaga tersebut juga terus mendesak Indofood
untuk mengadopsi dan mengimplementasi kebijakan ‘tanpa deforestasi, tanpa
gambut, tanpa eksploitasi’ yang komprehensif dengan tenggat waktu yang jelas
dan diberlakukan untuk Indofood dan seluruh Grup Salim hingga semua pemasok
pihak ketiga.
Hingga berita ini dimuat, redaksi belum berhasil mendapatkan
konfirmasi dari manajemen Indofood.(rel)