![]() |
Keramba Jaring Apung Aquafarm Nusantara di Danau Toba. Inzet: Drs Maruap Siahaan, MBA |
TOBASA | Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba (Ketum YPDT), Drs Maruap Siahaan, MBA, mendorong Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara untuk segera
mencabut ijin perusahaan PT. Aquafarm Nusantara karena sejak 2015 YPDT sudah
mempublikasikan bangkai ikan mati tersebut kepada publik, dan disampaikan pula
pada saat pelantikan Pengurus YPDT Perwakilan dari 7 (tujuh) kabupaten di
Kawasan Danau Toba yang dilaksanakan tanggal 6 Juni 2015 di Desa Silimalombu,
Kabupaten Samosir.
Ketika itu (Juni 2015), YPDT merilis bangkai ikan PT Aquafarm Nusantara (PT AN) yang ditebar sembarangan di lokasi pinggir danau dan
ada yang dikubur sehingga bau busuk menyengat luar biasa di sekitar pemukiman
masyarakat. Selain itu, limbah cair pembusukan mengalir langsung ke danau. Ikan
mati diberikan ke masyarakat itu bukan cerita baru. YPDT sudah mengingatkan
bahaya epidemi sejak 2015.
"Temuan-temuan tersebut sudah dilaporkan kepada
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (saat itu Dr. Rizal Ramli) pada Oktober
2015 dan berjanji untuk menutup KJA perusahaan dengan memberi tenggat waktu
selambatnya Desember 2016. Namun hingga waktu yang ditentukan, janji menteri
tersebut tidak segera terealisasi sampai dengan menteri yang
menggantikannya," ujar Maruap Siahaan saat Siaran persnya di Jakarta Kamis
(31/1/2019).
Oleh sebab itu, pada 23 Januari 2017 secara resmi YPDT
melaporkan dugaan pidana perusahaan KJA tersebut ke Kepolisian Daerah Sumatera
Utara dan ke Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Utara, serta melakukan
beberapa langkah hukum untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana
diamanatkan oleh konstitusi.
Penemuan limbah bangkai ikan menggunakan goni plastik
dalam jumlah besar beberapa waktu lalu di Desa Sirungkungon, di area Perusahaan
PT AN adalah sebuah peristiwa yang sudah tidak bisa ditutup-tutupi lagi oleh PT
AN. Peristiwa tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya berdasarkan
pengakuan masyarakat di sekitar beroperasinya KJA maupun mantan pekerja
perusahaan tersebut.
"Ini merupakan fakta yang cukup untuk mencabut ijin
PT AN dan memproses perusahaan tersebut menurut hukum yang berlaku. Bukti sudah
terang-benderang dan disaksikan langsung oleh kepala daerah, kepolisian, maupun
komunitas dan masyarakat setempat. Oleh karena itu, Pemerintah harus segera bertindak
sebelum permasalahan tersebut menimbulkan konflik sosial dan berdampak terhadap
kesehatan masyarakat," lanjutnya.
Ada juga pengakuan masyarakat setempat bahwa PT AN
memberi ikan mati dan busuk selama bertahun-tahun kepada masyarakat. Ini sudah
dapat dikategorikan pelecehan kemanusiaan, terutama kepada masyarakat Kawasan
Danau Toba sebagai stakeholder utama.
Hal ini sangat menyakitkan dan negara harus bertindak
demi harga diri, harkat dan martabat manusia, khususnya orang Batak dan rakyat
Indonesia pada umumnya. Belum lagi perbuatan menenggelamkan limbah bangkai ikan
mati ke Danau Toba secara masif. Publik menduga bahwa PT AN memiliki masalah
pada AMDAL sebagai syarat utama bagi setiap perusahaan memperhatikan dan
menjaga lingkungan hidup.
Melihat fakta dan bukti kasat mata atas perbuatan PT AN
tersebut, hal ini jelas adalah perbuatan pidana dan Kepolisian juga harus
bekerja secara profesional melindungi masyarakat dan bukan melindungi perusak
lingkungan hidup. (OS)