Kualanamu - Enam nelayan tradisional asal Kabupaten Batu Bara, tiba di Bandara Kualanamu Deliserdang, Sumatera Utara dengan pesawat Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ -103 dari Penang Malaysia. Kedatangan enam nelayan disambut keluarga masing-masing yang sudah sejak pagi hari menunggu kepulangan kerabat mereka di depan pintu kedatangan Internasional Bandara Kualanamu.
Enam nelayan yang dipulangkan dari Penang Malaysia ini masing-masing Muhamad Adi, Misdi, Zulkifli, Badri, Ridwan dan Bagan, keenamnya adalah nelayan asal Kabupaten Batu Bara yang ditangkap oleh polisi perairan Malaysia karena melewati tapal batas wilayah Malaysia.
Keenam nelayan tradisional asal Kabupaten Batu Bara ini sudah berada di Penang Malaysia selama proses hukum melanggar undang-undang masuk keimigrasian. Keenamnya berhasil dibebaskan dari hukuman Pemerintah Malaysia setelah Pemerintah Kabupaten Batubara mengurus tim kuasa hukum untuk membela keenam nelayan yang ditahan pihak Kerajaan Malaysia.
Menurut salah seorang nelayan yang dipulangkan, Ridwan mengatakan, sebelum ditahan pihak kepolisian Kerajaan Malaysia pada 15 Januari 2019 lalu pada saat mereka mencari ikan diperairan Aceh dengan satu sampan berisikan enam orang, namun mereka dirampok ditengah laut, hasil tangkapan ikan pun dijarah perampok hingga sampan mereka terombang ambing di laut dan masuk ke perairan Malaysia dan polisi Kerajaan Malaysia menahan mereka hingga mereka di tahan di imigrasi Malaysia.
“Kami berangkat 15 januari 2019 mencari ikan diselat malaka perairan aceh lalu kami di rampok ditengah laut hingga terombang ambing selama 2 hari di lautan tak tentu arah hingga ditangkap pihak kepolisian Malaysia ” pungkasnya.
Pemulangan keenam nelayan tradisional yang ditahan Kepolisian Diraja Malaysia ini di fasilitasi oleh pihak Kementrian Kelautan, Dinas Perikanan Kelautan Propinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Batubara dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Sumatera Utara Parlindungan Purba.
Menurut Anggota DPD RI Parlindungan Purba Selasa (12/03/19) yang turut hadir dalam penyambutan keenam nelayan mengungkapkan, pemerintah diminta segera menyiapkan aturan penetapan zona batas wilayah perairan dan memberikan fasilitas gps pada nelayan tradisional yang ada agar masalah pelanggaran batas perairan tak terus berulang terjadi hingga menyengsarakan masyarakat nelayan.
Tentunya dengan ditahannya tulang punggung keluarga oleh pemerintah malaysia menyengsarakan keluarga nelayan yang ditinggalkan.
“Meski demikian saya berterima kasih pada Pemerintah Kabupaten Batubara yang responnya cepat mengurus para nelayan yang ditahan pihak Malaysia ini,” pungkas Parlin.
Keenam nelayan tradisional asal batu bara ini diserahkan pada keluarga mereka untuk kembali kekampung halaman mereka .(wan).
“Kami berangkat 15 januari 2019 mencari ikan diselat malaka perairan aceh lalu kami di rampok ditengah laut hingga terombang ambing selama 2 hari di lautan tak tentu arah hingga ditangkap pihak kepolisian Malaysia ” pungkasnya.
Pemulangan keenam nelayan tradisional yang ditahan Kepolisian Diraja Malaysia ini di fasilitasi oleh pihak Kementrian Kelautan, Dinas Perikanan Kelautan Propinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Batubara dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Sumatera Utara Parlindungan Purba.
Menurut Anggota DPD RI Parlindungan Purba Selasa (12/03/19) yang turut hadir dalam penyambutan keenam nelayan mengungkapkan, pemerintah diminta segera menyiapkan aturan penetapan zona batas wilayah perairan dan memberikan fasilitas gps pada nelayan tradisional yang ada agar masalah pelanggaran batas perairan tak terus berulang terjadi hingga menyengsarakan masyarakat nelayan.
Tentunya dengan ditahannya tulang punggung keluarga oleh pemerintah malaysia menyengsarakan keluarga nelayan yang ditinggalkan.
“Meski demikian saya berterima kasih pada Pemerintah Kabupaten Batubara yang responnya cepat mengurus para nelayan yang ditahan pihak Malaysia ini,” pungkas Parlin.
Keenam nelayan tradisional asal batu bara ini diserahkan pada keluarga mereka untuk kembali kekampung halaman mereka .(wan).