![]() |
Ilustrasi penganiayaan anak |
Saksi mata, Erwisno Sitepu (26) dalam laporannya
menjelaskan, pada hari Minggu 20 Oktober 2019 sekitar pukul 15,00 Wib, ketika
Erwisno baru kembali dari gereja dan saat makan siang bersama keluarga di
rumahnya, tiba-tiba Erwisno mendengar suara tangisan dari arah rumah korban.
Selanjutnya Erwisno menuju rumah korban yang setibanya di
situ, dia melihat korban dalam keadaan menangis serta posisinya berdiri di
dalam drum berisi air. “Melihat kondisi itu, kemudian saya mengangkat korban
dari dalam drum dalam keadaan tidak berpakaian,” katanya.
Setelah mengamankan anak itu, Erwisno yang sehari-hari
sebagai petani dengan serius mengajak Ibu korban berbincang untuk mengetahui
kenapa ibu korban tega menghukum anaknya. Kepada pelaku, Erwisno meminta agar
membawa Bunga.
“Dari pada anak ini mati, lebih baik saya bawa dulu ya bu,”
kata Erwisno kepada PS, ibu korban.
Mendengar itu, lalu PS dengan nada emosi menjawab, "Bahwa
saja dengan satu syarat, jangan saya dengar lagi anak itu melakukan
pencurian".
Kemudian dijawab Erwisno, "Ia".
Lalu korban dibawa ke rumahnya dan melihat wajah dan
seluruh tubuh korban sudah dalam keadaan lemah dan luka-luka akibat dianiaya
pelaku. “Kemudian saya bawa korban berobat ke Puskesmas Pondok Bulu dan
keesokan harinya saya laporkan pelaku ke Polsek Dolok Panribuan agar pelaku
ditangkap dan dituntut sesuai hukum berlaku,” katanya.
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait
yang mendapat informasi itu mengatakan, perbuatan pelaku yang telah melakukan
kekerasan fisik terhadap putri kandungnya sendiri telah melanggar Pasal 81 UU
RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak.
“Pelaku dapat diancam dengan kurungan pidana penjara
minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun. Dan karena pelaku adalah orang tua
kandung korban maka berdasarkan ketentuan pasal 83 dari UU RI No. 35 Tahun 2014
tentang perlindungan anak, pelaku dapat dikenakan tambahan pidana penjara
sepertiga dari pidana pokoknya,” ketus Arist Merdeka Sirait kepada Metro Online
melalui rilisnya, Selasa (2/10/2019).
Lebih lanjut Arist Merdeka menjelaskan, jika pelaku masih
mempunyai anak balita, Komnas Perlindungan Anak meminta Polres Simalungun untuk
menyerahkan korban dan adik-adik korban kepada Dinas Sosial Kabupaten
Simalungun untuk menjadi pengasuh alternatif sampai proses hukum dijalani
pelaku, atau menyerahkan korban kepada ayah dan atau keluarga inti dari korban.
Dengan demikian, kata Arist, tidak ada alasan bagi Polres
Simalungun tidak menahan pelaku untuk dimintai pertanggungjawaban atas
perbuatan yang nyata-nyatanya melakukan kekerasan terhadap anaknya tersebut.
"Namun saya sangat percaya atas komitmen Polres
Simalungun untuk tidak berkompromi terhadap segala bentuk kekerasan terhadap
anak, siapapun pelakunya," katanya seraya menambahkan, untuk mengawal
kasus ini, dia segera meminta Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten
Simalungun sebagai perwakilan Komnas Perlindungan Anak dan Tim Relawan Sahabat
Anak Indonesia wilayah Simalungun mendampingi korban serta memberikan terapy
psikososial serta melakukan kordinasi dengan Dinas Sosial dan Dinas PPPA
Kabupaten Simalungun.
Atas perhatian dan kepedulian Erwisno yang telah
menyelamatkan korban dari keketarasan, Komnas Perlindungan Anak memberikan
apreasi yang setinggi-tingginya dan tindakan ini sangat diperlukan sebagai
upaya memutus mata rantai kekerasan terhadap anak.(rel)