TOBASA | Polemik lahan yang dikelola oleh Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) pada lokasi tahap I seluas 279 Ha di Desa Pardamean Sibisa, Kecamatan Ajibata Toba Samosir, yang diklaim oleh warga Desa Sigapiton sebagai tanah Ulayatnya, membuat salah seorang tokoh masyarakat dari Raja Bius Desa Pardamean Sibisa Pahala Sirait angkat bicara.
Menurut keterangan Pahala Sirait (67) kepada awak media Senin (30/9/2019), bahwa lahan seluas 279 Ha yang akan dikelola BPODT saat ini sudah diserahkan kepada Pemerintah sejak tahun 1952 dengan menunjukkan sejumlah bukti berkas surat.
"Objeknya adalah dari Pardembanan Julu, Marata, Motung sampai Harangan Nadua terus ke Sidugul Kecamatan Ajibata dan jika BPODT mau mengelola itu semuanya dipersilahkan, kami tidak ada yang keberatan sebab kami sudah merasakan dampak pembangunan jalan menuju perkampungan kami hampir setara dengan jalan Tol, Presiden juga sudah berkunjung ke Sibisa, jadi pembangunan kawasan wisata di Sibisa ini sangat kami dukung, untuk itulah kami ingatkan supaya jangan ribut dikampung orang, sebab lahan tersebut bukanlah tanah wilayat adat Desa Sigapiton,” Kata Pahala dengan tegas.
Menurut keterangan Pahala Sirait (67) kepada awak media Senin (30/9/2019), bahwa lahan seluas 279 Ha yang akan dikelola BPODT saat ini sudah diserahkan kepada Pemerintah sejak tahun 1952 dengan menunjukkan sejumlah bukti berkas surat.
"Objeknya adalah dari Pardembanan Julu, Marata, Motung sampai Harangan Nadua terus ke Sidugul Kecamatan Ajibata dan jika BPODT mau mengelola itu semuanya dipersilahkan, kami tidak ada yang keberatan sebab kami sudah merasakan dampak pembangunan jalan menuju perkampungan kami hampir setara dengan jalan Tol, Presiden juga sudah berkunjung ke Sibisa, jadi pembangunan kawasan wisata di Sibisa ini sangat kami dukung, untuk itulah kami ingatkan supaya jangan ribut dikampung orang, sebab lahan tersebut bukanlah tanah wilayat adat Desa Sigapiton,” Kata Pahala dengan tegas.
Pahala Sirait , juga mengungkapkan patut diduga bahwa makam yang disebut situs peninggalan sebagai bukti tanah adat Desa Sigapiton yang berlokasi di dalam areal 279 hektar di Dusun Sileang-leang Desa Pardamean Sibisa yang dipertahankan ibu-ibu hingga aksi tidak terpuji, tidak ada dan sebelum tahun 1993 makam tersebut diduga belum ada.
"Semenjak tahun 1993 ketika lahan 279 hektar ditanami jahe di Desa Pardamean Sibisa yang saat ini dikelola oleh BPODT sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) untuk mengembangkan pariwista Danau Toba dan masih tetap mendapat penolakan dari Warga Desa Sigapiton karena makam yang dikatakan sebagai bukti tanah wilayat adat sebelumnya tidak ada," ujar Pahala.
Pahala menerangkan semenjak dirinya mengolah lahan di lokasi 279 hektar hingga 1993 di dalam lokasi patut diduga belum ada kuburan yang disebut-sebut sebagai situs sejarah sebagai bukti peninggalan tanah ulayat. "Ketika saya bercocok tanam jahe disana tahun 1993, belum ada kuburan di sana dan tak satu pun warga Sigapiton berjiarah kesana, jadi kita tidak tahu isi makam siapa dan keluarganya," ujarnya.
Dikatakannya dirinya ingin menanyakan hal tersebut secara langsung kepada Raja Bius Paropat Desa Sigapiton di depan umum ketika bertemu dengan Staff Kepresidenan Jumat (27/9/2019) di Kantor Bupati Tobasa namun dirinya menyayangkan Raja Bius paropat Sigapiton tidak menghadiri undangan. "Raja Bius paropat Desa Sigapiton sudah mengetahui status lahan dan makam yang ada didalamnya sehingga tidak mengahadiri undangan karena akan bertemu dengan Tokoh Adat Desa Pardamean Sibisa dan Desa Motung di Kantor Bupati Tobasa yang mengetahui status lahan dan keberadaan makam" katanya.
Ia menyakini didalam isi kuburan diduga kosong tidak ada apa-apa. "Kita bisa membuktikannya dengan menghadirkan ahli forensik, jika benar di dalam kuburan berisi tulang belulang manusia dan diidentifikasi, saya menerima sanksinya namun jikalau kuburan ternyata kosong, warga juga harus menerima sanksinya," ujar Pahala.
Pahala yang selama ini bertempat tinggal di Desa Pardamean Sibisa mengutarakan tidak pernah melihat satu orang pun warga berjiarah ke sana, dan patut diduga "Itu semua akal-akalan membuat kuburan disana agar warga mendapat untung karena mendengar lahan akan dikelola menjadi pariwisata dan lahan tersebut tidak ada kaitannya dengan Warga Desa Sigapiton, itu hak milik Raja Bius Desa Pardamean Sibisa marga Sirait dan sudah diserahkan ke negara pada tahun 1952," tegas Pahala mengahiri. (OS)
"Semenjak tahun 1993 ketika lahan 279 hektar ditanami jahe di Desa Pardamean Sibisa yang saat ini dikelola oleh BPODT sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) untuk mengembangkan pariwista Danau Toba dan masih tetap mendapat penolakan dari Warga Desa Sigapiton karena makam yang dikatakan sebagai bukti tanah wilayat adat sebelumnya tidak ada," ujar Pahala.
Pahala menerangkan semenjak dirinya mengolah lahan di lokasi 279 hektar hingga 1993 di dalam lokasi patut diduga belum ada kuburan yang disebut-sebut sebagai situs sejarah sebagai bukti peninggalan tanah ulayat. "Ketika saya bercocok tanam jahe disana tahun 1993, belum ada kuburan di sana dan tak satu pun warga Sigapiton berjiarah kesana, jadi kita tidak tahu isi makam siapa dan keluarganya," ujarnya.
Dikatakannya dirinya ingin menanyakan hal tersebut secara langsung kepada Raja Bius Paropat Desa Sigapiton di depan umum ketika bertemu dengan Staff Kepresidenan Jumat (27/9/2019) di Kantor Bupati Tobasa namun dirinya menyayangkan Raja Bius paropat Sigapiton tidak menghadiri undangan. "Raja Bius paropat Desa Sigapiton sudah mengetahui status lahan dan makam yang ada didalamnya sehingga tidak mengahadiri undangan karena akan bertemu dengan Tokoh Adat Desa Pardamean Sibisa dan Desa Motung di Kantor Bupati Tobasa yang mengetahui status lahan dan keberadaan makam" katanya.
Ia menyakini didalam isi kuburan diduga kosong tidak ada apa-apa. "Kita bisa membuktikannya dengan menghadirkan ahli forensik, jika benar di dalam kuburan berisi tulang belulang manusia dan diidentifikasi, saya menerima sanksinya namun jikalau kuburan ternyata kosong, warga juga harus menerima sanksinya," ujar Pahala.
Pahala yang selama ini bertempat tinggal di Desa Pardamean Sibisa mengutarakan tidak pernah melihat satu orang pun warga berjiarah ke sana, dan patut diduga "Itu semua akal-akalan membuat kuburan disana agar warga mendapat untung karena mendengar lahan akan dikelola menjadi pariwisata dan lahan tersebut tidak ada kaitannya dengan Warga Desa Sigapiton, itu hak milik Raja Bius Desa Pardamean Sibisa marga Sirait dan sudah diserahkan ke negara pada tahun 1952," tegas Pahala mengahiri. (OS)