Terancam Hilang, Aset Daerah Pemko Tebingtinggi Senilai 21 Milyar Diduga Bermasalah

Sebarkan:
Ilustrasi
TEBINGTINGGI - Penatausahaan aset tetap Pemerintah Kota (Pemko) Tebingtinggi-Sumatera Utara Tahun Anggaran (TA) 2019 ternyata menyimpan segudang permasalahan.

Hal itu juga luput dari pembahasan rapat paripurna DPRD Tebingtinggi dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang LKPj APBD TA 2019.

Hal itu diungkapkan Ratama Saragih selaku Wali Kota DPD LSM LIRA Tebingtinggi kepada Metro-online.co melalui pesan whatsApp, Kamis (18/6/2020).

Ratama menjelaskan bahwa di TA 2018 juga ternyata pengelolaan aset tetap Pemko Tebingtinggi bermasalah. Sebagaimana LHP BPK atas LK Pemko Tebingtinggi TA 2018 Nomor: 46.B/LHP/XVIII.MDN/V/2019.

Dalam LHP BPK tersebut adanya kelemahan SPI atau pengelolaan aset tetap, yaitu, pencatatan kapitalisasi aset tetap tidak optimal terhadap 53 aset dengan nilai sebesar Rp.8.291.152.277,73.

Kemudian, aset tetap yang tidak diketahui keberadaannya belum diinventarisasi pada sembilan OPD/Satker atas 107 unit BMD dengan nilai sebesar Rp.987.216.478,50.

Lalu, ada tiga unit bangunan yang telah dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang masih dicatat sebagai aset pemko senilai Rp.300.000.000.

Ratama mengatakan bahwa, BPK Sumut menjelaskan saldo aset tetap tanah per 31 Desember 2019 disajikan sebesar Rp.352.959.776.957,05 dengan pengujian terhadap data aset tanah diketahui bahwa tanah yang belum memiliki informasi status kepemilikan sebanyak 189 bidang tanah senilai Rp.16.028.826.724,00 pada 20 OPD.

"Selain aset tanah yang bermasalah, Pemko Tebingtinggi ternyata menyimpan masalah aset peralatan dan mesin," ujar Responden BPK ini.

Diketahui saldo aset tetap peralatan dan mesin per 31 Desember 2019 sebesar Rp.362.724.432.054,89.
Pengujian terhadap aset tetap peralatan dan mesin diketahui ada 76 unit aset peralatan dan mesin dengan nilai Rp.572.937.645,00 pada tiga OPD tidak diketahui keberadaannya.

Kemudian aset kendaraan bermotor sebanyak 108 unit pada 22 OPD yang tidak memiliki informasi yang lengkap alias tidak ada nomor rangka, nomor mesin dan tidak nampak BPKB.

Tidak hanya aset mesin dan peralatan yang bermasalah, carut marut penatausahaan aset juga ditemukan pada aset tetap gedung dan bangunan yakni 4 unit gedung dan bangunan yang belum dicatatkan secara kapitalisasi ke aset induk senilai Rp.432.077.000,00.

Lalu aset gedung dan bangunan yang tidak memiliki informasi lokasi tanah sebanyak 217 unit dengan nilai sebesar Rp.139.529.079.374,00 pada 14 satker.

Pengamat kebijakan Publik ini memperingatkan Pemko dan OPD terkait bahwa temuan BPK Sumut tersebut sudah bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standart Akuntansi Pemerintah (SAP), lampiran I.08 tentang PSAP 8 Akuntansi Aset Tetap, paragraf 16 yang menyatakan bahwa untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus berwujud dan memenuhi kriteria mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan.

"Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal, tidak untuk dijual, dan diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan," kata Ratama.

Selain itu, Pemko Tebingtinggi dinilai telah melanggar Pasal 296 ayat (1) Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan BMD yang menyatakan bahwa pengelolaan barang, pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib melakukan pengamanan Barang Milik Daerah (BMD) yang berada dalam penguasaannya.

"Temuan BPK Sumut tersebut tentunya membawa akibat yang sangat merugikan negara," imbuh Ratama.

Menurut BPK, resiko kehilangan hak kepemilikan atas 189 bidang tanah yang belum bersertifikat senilai Rp.16.028.826.724,00, potensi kehilangan penguasaan fisik atas tanah, peralatan dan mesin, gedung serta jalan yang belum tercatat secara mutakhir, lalu berakibat kehilangan atas 76 unit aset peralatan mesin yang tidak diketahui keberadaannya dengan nilai sebesar Rp.572.937.645,00.

Resiko ini tentunya tidak bisa dianggap remeh karena jika ditotalkan maka ada aset kekayaan daerah sekitar Rp 21 Milyar yang hilang sia-sia.

"Hal ini perlu ditelusuri dan dikejar oleh pihak Aparat Penegak Hukum (APH) bersama Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), tentunya dengan partisipasi masyarakat yang aktif memberikan laporan," ungkap Ratama.

Ratama juga menyesalkan anggota DPRD Tebingtinggi yang tidak peka dan sensitif terhadap aset Pemko yang raib dan menjadi temuan BPK Sumut tahun 2019, karena tidak ada satupun fraksi yang memberikan pandangan dan koreksi terhadap temuan BPK ini.

"Ini membuktikan bahwa anggota DPRD Tebingtinggi harus lebih banyak merangkul LSM yang aktif, bukan malah menghakimi aktivis LSM yang punya kreatifitas dan segudang data, sehingga tidak menambah sederetan panjang uang negara yang hilang," tutupnya. (Sdy)
Sebarkan:

Baca Lainnya

Komentar