SUMUT | Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menuai penolakan dari banyak pihak. Pasalnya, RUU tersebut dianggap mendegradasikan harkat dan martabat Pancasila, serta dianggap sebagai alat untuk mengembalikan paham komunisme di Indonesia.
Polemik muncul, Bahkan Dewan Pimpinan MUI Pusat dan Dewan Pimpinan MUI Provinsi se – Indonesia juga angkat bicara dan menolak tegas. saat tidak dimasukkannya TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, sebagai konsideran "Mengingat" RUU HIP. Serta, Pasal 7 dalam RUU tersebut yang terdapat frasa "Ketuhanan yang Berkebudayaan".
Sebagai informasi, RUU HIP sendiri disebut sebagai pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Hal itu dinilai perlu untuk menerapkan kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan, dan keamanan.
Di dalam Pasal 2 draft RUU HIP dijelaskan, Haluan Ideologi Pancasila terdiri atas pokok-pokok pikiran Haluan Ideologi Pancasila; tujuan, sendi pokok, dan ciri pokok Pancasila; Masyarakat Pancasila; Demokrasi politik Pancasila; dan demokrasi ekonomi Pancasila.
Adapun Pasal 7 yang terdiri dari tiga ayat, menjadi poin yang paling banyak dikritisi banyak pihak. Karena dalam pasal tersebut, terdapat istilah "Trisila" dan "Ekasila" yang dinilai memeras Pancasila.
Pasal 7 sendiri masuk ke dalam Bagian Ketiga RUU HIP yang menjelaskan tujuan, sendi pokok, dan ciri pokok Pancasila.
Dalam Pasal 7 Ayat (1) berbunyi,
Polemik muncul, Bahkan Dewan Pimpinan MUI Pusat dan Dewan Pimpinan MUI Provinsi se – Indonesia juga angkat bicara dan menolak tegas. saat tidak dimasukkannya TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, sebagai konsideran "Mengingat" RUU HIP. Serta, Pasal 7 dalam RUU tersebut yang terdapat frasa "Ketuhanan yang Berkebudayaan".
Sebagai informasi, RUU HIP sendiri disebut sebagai pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Hal itu dinilai perlu untuk menerapkan kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan, dan keamanan.
Di dalam Pasal 2 draft RUU HIP dijelaskan, Haluan Ideologi Pancasila terdiri atas pokok-pokok pikiran Haluan Ideologi Pancasila; tujuan, sendi pokok, dan ciri pokok Pancasila; Masyarakat Pancasila; Demokrasi politik Pancasila; dan demokrasi ekonomi Pancasila.
Adapun Pasal 7 yang terdiri dari tiga ayat, menjadi poin yang paling banyak dikritisi banyak pihak. Karena dalam pasal tersebut, terdapat istilah "Trisila" dan "Ekasila" yang dinilai memeras Pancasila.
Pasal 7 sendiri masuk ke dalam Bagian Ketiga RUU HIP yang menjelaskan tujuan, sendi pokok, dan ciri pokok Pancasila.
Dalam Pasal 7 Ayat (1) berbunyi,
"Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan".
Selanjutnya dalam Ayat (2), dijelaskan bahwa ciri pokok Pancasila berupa trisila. Ketiganya, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
"Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong," bunyi Pasal 7 Ayat (3).
Pancasila yang dimaksud dalam RUU HIP ini dimaksudkan dan ditekankan pada Pancasila 1 Juni 1945. Bukan pada Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD Tahun 1945. Sehingga secara jelas muncul pasal terkait dengan Trisila dan Ekasila. Di mana, lima sila diperas menjadi tiga sila, dan kemudian diperas lagi menjadi hanya satu sila, yaitu gotong-royong.
Draft RUU HIP ini cenderung meletakkan agama sebagai instrumen pelengkap dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Serta dapat ditafsirkan menihilkan sila-sila yang lain dalam Pancasila.
Dengan melihat banyaknya perdebatan dari RUU HIP. Salah satu perdebatan yang timbul adalah RUU itu terkesan sebagai upaya terselubung eks PKI dan kelompoknya untuk balas dendam sejarah yang menimpa mereka. Untuk itu, dibutuhkan diskusi dan masukan dari berbagai kalangan sebelum dimulainya pembahasan RUU HIP.
Maka, Dengan secara tegas Saya selaku Sekretaris Umum DPD BKPRMI Kota Binjai mencermati bahwa Maklumat yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan MUI Pusat dan Dewan Pimpinan MUI Provinsi se – Indonesia sudahlah tepat dan siap mendukung penuh apa yang menjadi point point penting dan arahan dari Ayahanda kita dalam membahas hal tersebut. “Menolak tegas tanpa kompromi” .
Ingat, Jangan lupakan sejarah. Dalam catatan sejarah indonesia kekuatan ideologi komunis itu sangat piawai memengaruhi kekuatan kekuatan rakyat, bahkan pimpinan ormas islam dengan berbagai cara. Terutama jika oknum oknum komunis telah menguasai posisi posisi strategis negara. Mereka tak segan segan mengumbar janji janji duniawi yang membius jika ormas islam mendukung mereka.
Kembali kita tepuk tepuk dada dan semangat kepada semua pihak, saling membahu dan menyatuh, saling menghimbau kepada umat islam indonesia agar tetap waspada dan siap siaga terhadap penyebaran paham komunis dengan pelbagai cara dan metode licik yang mereka lakukan saat ini,
kesadaran ormas-ormas islam jangan sampai baru tumbuh setelah kekuatan komunis merajalela membinasakan lawan-lawannya. (Fahmi Riswan, SE)
Selanjutnya dalam Ayat (2), dijelaskan bahwa ciri pokok Pancasila berupa trisila. Ketiganya, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
"Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong," bunyi Pasal 7 Ayat (3).
Pancasila yang dimaksud dalam RUU HIP ini dimaksudkan dan ditekankan pada Pancasila 1 Juni 1945. Bukan pada Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD Tahun 1945. Sehingga secara jelas muncul pasal terkait dengan Trisila dan Ekasila. Di mana, lima sila diperas menjadi tiga sila, dan kemudian diperas lagi menjadi hanya satu sila, yaitu gotong-royong.
Draft RUU HIP ini cenderung meletakkan agama sebagai instrumen pelengkap dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Serta dapat ditafsirkan menihilkan sila-sila yang lain dalam Pancasila.
Dengan melihat banyaknya perdebatan dari RUU HIP. Salah satu perdebatan yang timbul adalah RUU itu terkesan sebagai upaya terselubung eks PKI dan kelompoknya untuk balas dendam sejarah yang menimpa mereka. Untuk itu, dibutuhkan diskusi dan masukan dari berbagai kalangan sebelum dimulainya pembahasan RUU HIP.
Maka, Dengan secara tegas Saya selaku Sekretaris Umum DPD BKPRMI Kota Binjai mencermati bahwa Maklumat yang dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan MUI Pusat dan Dewan Pimpinan MUI Provinsi se – Indonesia sudahlah tepat dan siap mendukung penuh apa yang menjadi point point penting dan arahan dari Ayahanda kita dalam membahas hal tersebut. “Menolak tegas tanpa kompromi” .
Ingat, Jangan lupakan sejarah. Dalam catatan sejarah indonesia kekuatan ideologi komunis itu sangat piawai memengaruhi kekuatan kekuatan rakyat, bahkan pimpinan ormas islam dengan berbagai cara. Terutama jika oknum oknum komunis telah menguasai posisi posisi strategis negara. Mereka tak segan segan mengumbar janji janji duniawi yang membius jika ormas islam mendukung mereka.
Kembali kita tepuk tepuk dada dan semangat kepada semua pihak, saling membahu dan menyatuh, saling menghimbau kepada umat islam indonesia agar tetap waspada dan siap siaga terhadap penyebaran paham komunis dengan pelbagai cara dan metode licik yang mereka lakukan saat ini,
kesadaran ormas-ormas islam jangan sampai baru tumbuh setelah kekuatan komunis merajalela membinasakan lawan-lawannya. (Fahmi Riswan, SE)