Kapolres Tanjung Balai AKBP Putu Yudha Prawira |
TANJUNGBALAI | Kapolres Tanjung Balai yang sekarang berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKBP) hampir gagal meraih cita-cita yang sekarang dinikmatinya. Itu akibat kedua orang tua tak merestui dirinya menjadi aparatur negara.
"Mindset dari orang tua, kalau anaknya masuk tentara, baik itu Kepolisian, TNI AD, AL dan TNI AU, selain disiksa juga harus berperang, sehingga melarang anaknya untuk melamar ke instansi militer," ujar Kapolres Tanjung Balai AKBP Putu Yudha Prawira, Senin (21/9/2020) saat ditemui wartawan di ruang kerjanya.
Dikatakan pria berkelahiran Kota Denpasar (Bali) tahun 1979 ini, sewaktu masih kecil dan duduk di bangku sekolah dasar (SD) dirinya sudah mandiri, karena memang orang tua yang mendidiknya secara disiplin untuk tidak bermanja-manja, hingga saat sekolah harus berjalan kaki dengan jarak tempuh 2 Km.
Ia menjelaskan, saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), ayahnya bekerja sebagai kasir di salah satu Hotel Kota Bali, sedangkan ibu yang bekerja di Cleaning Service, hanya memberikan dirinya sepeda dayung sebagai transportasi untuk pergi dan pulang sekolah.
Namun kata AKBP Putu Yudha Prawira lagi, setelah menamatkan pendidikan formal di tingkat SMA pada tahun 1997, ia langsung merantau karena dirinya mempunyai cita-cita ingin masuk menjadi Polisi dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Namun hal itu awalnya ditentang oleh orang tua, yang berkeinginan anaknya meneruskan kuliah.
"Saya kesulitan informasi saat melamar masuk AKABRI, namun dibantu paman saya yang seorang TNI AL, akhirnya saya mendapat apa yang saya cita-citakan sejak kecil, hingga diberikan latihan dan bimbingan dari paman sampai lulus pada tahun 2000," ungkapnya.
Lanjut diceritakan AKBP Putu Yudha, setelah mengikuti seluruh prosedur test, akhirnya tahun 2000 dirinya lulus dari AKABRI yang sekarang disebut Akademi Kepolisian (Akpol) dan dipercaya melaksanakan tugas di daerah Sumatera Utara dari tahun 2000 hingga 2007.
Saat tahun 2007, dirinya sekolah di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) daerah Jakarta dan setelah lulus, ia langsung ditugaskan atau dipercaya di daerah Kalimantan Tengah hingga pada tahun 2015, dengan berbekal restu orang tua, akhirnya dirinya menikahi seorang putri daerah Kalimantan Tengah bernama Dhita yang terpaut 10 tahun usia dari dirinya serta dikaruniai 3 orang putri dari hasil pernikahannya.
Dengan keterbatasan yang ada saat remaja dan dewasa, dirinya suka melakukan hobi lomba lari Marathon yang jaraknya 5 hingga 10 Km, bersepeda mengelilingi keindahan Kota Bali dan saat itu pula sempat tidur dimana saja, baik di Poskamling maupun di emperan toko.
"Ini yang pernah saya alami serta juga pernah mendaki gunung paling tinggi di Kota Bali yaitu Gunung Agung," ucapnya.
Maka dari itu, lanjut AKBP Putu Yudha Prawira, walau dengan keterbatasan segalanya, bukan berarti tidak bisa meraih cita-cita yang tinggi atau yang diinginkan.
"Jangan cepat menyerah dan teruslah berusaha. Ada tiga cara pamungkas yang harus dilakukan kaum Millenial, diantaranya, rajin beribadah dan berdoa kepada yang kuasa, tidak melawan nasihat orang tua, dan paling utama, rajin belajar serta kemauan yang kuat," imbuhnya seperti berpesan.
Kepada kaum Millenial dan anak-anak bangsa, bila diberikan kendaraan bermotor roda dua oleh orang tua, AKBP Putu Yudha berpesan jangan merasa bangga dengan apa yang diberikan, namun lebih menjaganya hingga yang digunakan itu dapat bermanfaat.
Ia juga berpesan harus menggunakan media sosial (Medsos) dengan bijak dan jangan mudah terprovokasi dengan isu-isu yang belum tentu kebenarannya serta jauhi narkoba karena dapat merusak diri pribadi, keluarga/orang tua dan masa depan kita sendiri.
"Bagi orang tua, hendaknya tidak memberikan sepeda motor kepada anak-anaknya karena, dikhawatirkan akan membawa bencana, apalagi anak tersebut tidak memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) sebab belum dewasa," pungkas Kapolres Tanjung Balai. (Surya/Sdy)