Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL menemukan bahwa setidaknya 22.000 Ha kawasan hutan di Bentang Alam Tele sudah dihancurkan oleh PT. TPL dan kemudian ditanami dengan eukaliptus dengan sistem Perkebunan Monokultur. Dari total 22.000 Ha hutan yang dihancurkan, 4000 ha diantaranya berada di dalam kawasan Hutan Lindung.
Tindakan pengerusakan kawasan hutan lindung yang dilakukan oleh PT. TPL di Bentang Alam Tele menunjukkan bahwa PT. TPL telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan menyebabkan besarnya potensi bencana ekologis serta kerusakan lingkungan hidup.
Tak cukup hanya itu, perusahaan ini kerap melakukan kekerasan terhadap masyarakat, mulai dari intimidasi, kriminalisasi, penganiayaan hingga pelarangan petani untuk bertani di tanah sendiri.
Haruslah diingat bahwa di masa lalu terjadi kekerasan bersenjata yang mengakibatkan setidaknya dua orang sipil wafat: Ir Panuju Manurung (26 November 1998) dan Hermanto Sitorus (21 Juni 2000).
Lalu, tercatat selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2016-2021) PT TPL telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap masyarakat sebanyak 63 orang.
Yang paling terakhir ketika PT TPL pada 18 Mei 2021 melakukan kekerasan terhadap 12 warga Masyarakat Adat Marga Simanjuntak Huta (Desa) Natumingka.
Kasus terakhir ini yang memicu rasa marah dan geram yang meluas di masyarakat luas, termasuk Togu Simorangkir, Anita Hutagalung dan Irwandi Sirait yang dengan spontan merencanakan aksi jalan kaki Toba-Jakarta untuk meminta Presiden Jokowi menutup perusahaan ini secara permanen.
Merujuk pada beberapa persoalan di atas dengan ini kami Aliansi Gerakan Tutup TPL mendesak Pemerintah Indonesia untuk mendesak Presiden untuk memiliki itikad baik untuk bertemu dengan TIM 11, Peserta Aksi Jalan Kaki (Ajak) Tutup TPL dan perwakilan Aliansi Gerak Tutup TPL serta mendengarkan tuntutan rakyat untuk Tutup TPL.
Meminta kepada Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko widodo serta Menteri KLHK untuk menutup PT. TPL karena dianggap menjadi akar masalah dari banyaknya konfllik struktural, bencana ekologis, dan deforestasi kawasan hutan yang berada di wilayah konsesinya.
Mengusut tuntas segala persoalan yang diakibatkan oleh PT. TPL. (r/ka)
Tindakan pengerusakan kawasan hutan lindung yang dilakukan oleh PT. TPL di Bentang Alam Tele menunjukkan bahwa PT. TPL telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan menyebabkan besarnya potensi bencana ekologis serta kerusakan lingkungan hidup.
Tak cukup hanya itu, perusahaan ini kerap melakukan kekerasan terhadap masyarakat, mulai dari intimidasi, kriminalisasi, penganiayaan hingga pelarangan petani untuk bertani di tanah sendiri.
Haruslah diingat bahwa di masa lalu terjadi kekerasan bersenjata yang mengakibatkan setidaknya dua orang sipil wafat: Ir Panuju Manurung (26 November 1998) dan Hermanto Sitorus (21 Juni 2000).
Lalu, tercatat selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2016-2021) PT TPL telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap masyarakat sebanyak 63 orang.
Yang paling terakhir ketika PT TPL pada 18 Mei 2021 melakukan kekerasan terhadap 12 warga Masyarakat Adat Marga Simanjuntak Huta (Desa) Natumingka.
Kasus terakhir ini yang memicu rasa marah dan geram yang meluas di masyarakat luas, termasuk Togu Simorangkir, Anita Hutagalung dan Irwandi Sirait yang dengan spontan merencanakan aksi jalan kaki Toba-Jakarta untuk meminta Presiden Jokowi menutup perusahaan ini secara permanen.
Merujuk pada beberapa persoalan di atas dengan ini kami Aliansi Gerakan Tutup TPL mendesak Pemerintah Indonesia untuk mendesak Presiden untuk memiliki itikad baik untuk bertemu dengan TIM 11, Peserta Aksi Jalan Kaki (Ajak) Tutup TPL dan perwakilan Aliansi Gerak Tutup TPL serta mendengarkan tuntutan rakyat untuk Tutup TPL.
Meminta kepada Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko widodo serta Menteri KLHK untuk menutup PT. TPL karena dianggap menjadi akar masalah dari banyaknya konfllik struktural, bencana ekologis, dan deforestasi kawasan hutan yang berada di wilayah konsesinya.
Mengusut tuntas segala persoalan yang diakibatkan oleh PT. TPL. (r/ka)