Mantan Kadis dan Ketua PPHP Belakangan Tahu Peningkatan Jalan Matapao–Pekan Sialangbuah Ada Temuan

Sebarkan:

 


Para saksi di antaranya mantan Kadis PUPR Kabupaten Sergai Suwanto Nasution (kiri). (MOL/ROBERTS)



MEDAN | Giliran mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Kadis PUPR) Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) Suwanto Nasution selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Ketua Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) M Teddy dihadirkan JPU sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi Khairul Amri selaku Direktur PT Duta Cahaya Deli (DCD).


"Sebagai PA, Saya ikut bertanda tangan terhadap progres pekerjaan yang dilaksanakan terdakwa, Yang Mulia. Termasuk termin pencairan hasil pekerjaaan. Saya percaya karena ada dokumen laporan dari pengawas pekerjaan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).


Belakangan Saya tahu. Katanya ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (Perwakilan Sumut)," kata Suwanto Nasution menjawab pertanyaan majelis hakim diketuai Nelson Panjaitan, Senin (5/9/2022) di Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan. 


Perlu diketahui, imbuh mantan kadis itu, secara teknis misalnya di satu hari pekerjaan masuk sekian ton aspal dan kemudian digelar penyedia jasa. Ketebalan aspal dari awal hingga ujung pekerjaan itu tidak akan sama.


Sementara di sisi lain, BPK hanya menghitung kekurang volume hasi pekerjaan. Padahal di titik-titik lainnya pekerjaan Peningkatan Jalan Matapao–Pekan Sialangbuah, Kabupaten Sergai tersebut ada kelebihan volume pekerjaan, tapi tidak ikut dihitung.


"Justru itu, saudara kan diangkat lewat seleksi. Artinya walaupun masih baru sebagai kadis namun saudara dianggap pimpinan saudara mampu melaksanakan fungsi dan tugas saudara.


Dari dulu BPK memiliki metode dalam menghitung kerugian keuangan negara, Pak. Mereka gak kenal istilah keuntungan negara. Seharusnya dinas saudara yang menyesuaikan diri atas metode yang digunakan BPK itu," timpal hakim ketua.

Hal senada juga diungkapkan Ketua PPHP M Teddy didampingi salah seorang anggotanya, Jhon Freddy. Sebagai penerima hasil pekerjaan terdakwa, saksi bersama anggota timnya ada melakukan pemeriksaan secara visual di lapangan dan memeriksa dokumen seperti hasil uji laboratorium independen.


Tim yang dipimpinnya tidak sampai mengenai kualitas hasil pekerjaan seperti ketebalan pekerjaan aspal karena mereka tidak memiliki alat untuk mengukur ketebalan aspal. Namun belakangan diinformasikan perkerjaannya ada temuan BPK.


"Kalau begini cara kerja saudara mengawasi pekerjaan bisa rusak negara ini. Bagaimana pertanggungjawaban saudara - saudara secara berjenjang?" timpal hakim anggota Lucas Sahabat Duha. Para saksi pun terlihat terdiam.


JPU dari Kejari Sergai Erwin AP Silaban memang turut menghadirkan 2 saksi lainnya, Anggreny selaku Kasubid Bendahara dan salah seorang staf di  UPTD Wilayah 3 Kecamatan Tanjung Beringin dan Bandar Khalifa, Ariston Batubara namun secara teknis tidak banyak mengetahui tentang pekerjaan dimaksud.


"Setelah dokumenmya lengkap. Ada tanda tangan rekanan, pengawas pekerjaan sama PPK pada Surat Perintah Membayar (SPM), Saya transfer uangnya ke rekening perusahaan penyedia jasa.


Ada 3 termin, Pak berdasarkan progres pekerjaan. Progres 20 persen itu uang muka terus termin kedua dan ketiga masing-masing progres pekerjaan 40 persen. Jadi sudah 100 persen pekerjaan yang sudah dicairkan," urai Anggreny.


Nelson Panjaitan pun melanjutkan persidangan pekan depan guna mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya.


Kelebihan Bayar


Pada persidangan sebelumnya Erwin AP Silaban dalam dakwaan menguraikan, selain proses pekerjaan tidak sesuai dengan UU Pengadaan Jasa / Barang Pemerintah dan aturan lainnya, juga disinyalir terjadi kelebihan pembayaran kepada terdakwa.  


Belakangan terungkap bahwa terdakwa hanya menyewa perusahaan orang lain. Khairul Amri bukanlah Direktur pada CV DCD dan keluar sebagai pemenang tender / lelang ulang dengan pagu Rp13.455.877.000 dengan waktu pekerjaan selama 150 hari kalender kerja.


Terdakwa hanya menyewa perusahaan tersebut dan memberikan komisi (fee) sebesar 1,5 hingga 2 persen keuntungan yang diterimanya. Pekerjaan dimaksud kemudian dilaksanakan sepenuhnya oleh Leonardo Hutasoit selaku Direktur PT KIJ.


BPK Perwakilan Sumut mengendus 4 item pekerjaan yang tidak sesuai kontrak. Yakni pada pekerjaan agregat kelas A dan B serta lapis Ac-Wc dan Ac-Bc. Setahu bagaimana, tim (PPHP malah menyatakan seolah hasil pekerjaannya telah selesai 100 persen sesuai isi kontrak.


Khairul Amri pun dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (ROBERTS)



Sebarkan:

Baca Lainnya

Komentar