Oleh: Jonson David Sibarani
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutus perkara nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst pada 2 Maret 2023. Seantero Indonesia pun geger. Apakah Pemilu 2024 akan ditunda? Sebagai praktisi hukum, terlebih dahulu saya perlu mengkaji apa materi gugatan yang diajukan pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) tersebut.
Dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakpus serta dari Salinan Putusan yang saya terima, Penggugat ada dua. Yaitu, Agus Priyono yang merupakan Ketua Umum DPP Partai Prima, sebagai Penggugat I. Kemudian ada Dominggus Oktavianus Tobu Kiik, Sekretaris Jenderal DPP Partai Prima, selaku Penggugat II. Keduanya tertera beralamat di Jalan Bacang No.C310 RT 07 RW 06 Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Kota Jakarta Pusat.
Sedangkan Tergugat adalah Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) yang berkedudukan di Jalan Imam Bonjol No.29, RT 8 RW 4, Menteng, Jakarta Pusat yang diwakili oleh Hasyim Asyari SH Msi PhD sebagai Ketua Umum KPU RI, dan selanjutnya telah memberikan kuasa kepada Mochammad Afifuddin SThI Msi, Yulianto Sudrajat SSos MIKom dan Betty Epsilon Idroos Msi, Dr Idham Holik SE Msi, August Meliaz SE, Parsadaan Harahap SP Msi, masing-masing sebagai Anggota KPU.
Tak hanya Anggota KPU, Hasyim Asyari SH Msi PhD juga memberikan kuasa kepada Eberta Kawima (Deputi Bidang Dukungan Teknis), Sigit Joyowardono (Fungsional Penata Kelola Pemilu Ahli Utama), Andi Krisna (Kepala Biro Advokasi Hukum dan Penyelesaian Sengketa), Nur Syarifah (Kepala Biro Perundang-undangan), Mela Indria (Kepala Bagian pada Biro Advokasi Hukum dan Penyelesaian Sengketa), Daryatun (Fungsional Ahli Madya).
Kemudian, kuasa juga diberikan kepada Muhtar Said, Ahmad Wildan Sukhoyya, Muhammad Nauvan Faikar, Edho Rizky Ermansyah, Muhammad Zaid, Mohammad Fadilah, Aang Kunaifi, Luqman Hakim, Setya Indra Arifin dan Yakin Mashuri. Mereka ini mengemban jabatan sebagai Tenaga Ahli.
Selanjutnya masih ada lagi jabatan lainnya yaitu, Pinto O Barus, Tri Juninisvianty, Sri Ampini, Tota Pasaribu, Fahrul Huda, Juned, Annette Lusi Handayani, Chairunisa, Yulie Fitra Setianti, Anindita Pratitaswari, Rizka Theresea Khumala, Ayutya Tridindawathy, Mega Sonia Putri, An Nisaa Nurawalin Sulistyo, Praise Juinta WSS, Herman Pamuji, Muhammad Alwy Zain Holle, Meike Indiani, Nurul Huda, Diah Ayu Prabawatiningbudi. Total penerima kuasa ada 43 orang.
Bayangkan...! Untuk menulis 43 nama itu saja, saya sudah kewalahan. Tapi 43 nama yang diberikan Kuasa ini kalah dalam berargumen. Apakah mereka ini memiliki kapasitas yang mumpuni di persidangan? KPU punya barang. KPU yang tahu jawabannya.
Faktanya, Majelis Hakim PN Jakpus dalam amarnya menyatakan:
M E N G A D I L I
Dalam Eksepsi.
Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel);
Dalam Pokok Perkara.
1.
Menerima Gugatan Penggugat
untuk seluruhnya;
2.
Menyatakan Penggugat adalah
partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;
3.
Menyatakan Tergugat telah
melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
4.
Menghukum Tergugat membayar
ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada
Penggugat;
5.
Menghukum Tergugat untuk
tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan
dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua )
tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;
6.
Menyatakan putusan perkara
ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij
voorraad);
7.
Menetapkan biaya perkara
dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu
rupiah);
Sebelum Gugatan di PN Jakarta Pusat, Partai PRIMA telah mengajukan Gugatan Tata Usaha Negara ke PTUN Jakarta dengan perkara nomor 468/G/SPPU/2022/PTUN.JKT tertanggal 26 Desember 2022 dan telah diputus pada hari Kamis, 19 Januari 2023, dengan amar putusan:
M E N G A D I L I :
1.
Menyatakan Gugatan
Penggugat Tidak Diterima;
2.
Menghukum Penggugat
membayar biaya perkara sejumlah Rp. 731.000,- (tujuh ratus tiga puluh satu ribu
rupiah)
Langkah Partai PRIMA yang mengajukan gugatan ke PTUN sudah tepat. Menggugat lebih lanjut ke PN Jakarta Pusat, juga merupakan haknya. Namun, apakah materi gugatan merupakan domain dari pengadilan negeri? Bicara domain pengadilan, berarti berbicara tentang kompetensi, bicara tentang kewenangan. Ada kewenangan relatif, ada kewenangan absolut.
Kewenangan relatif mengatur tentang peradilan sejenis daerah mana suatu perkara itu dapat diproses. Biasanya diutamakan pada domisili si tergugat. Seorang tergugat yang berdomisili di Kota Medan, namun digugat di Pengadilan Kota Binjai karena si Penggugat tinggal di Binjai, dapat dieksepsi kompetensi relatif oleh si Tergugat.
Kewenangan absolut mengatur adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan badan-badan peradilan. Pengadilan Militer tidak bisa memutus perkara perdata. Pengadilan Tata Usaha Negara tidak bisa memutus perkara pidana. Pengadilan Agama tidak boleh memutus perkara administrasi negara. Mahkamah Konstitusi tidak bisa memutus perkara cerai dan lain-lain.
Nah, begitu juga Pengadilan Umum (Negeri) tidak bisa memutus perkara di luar kewenangannya. Pengadilan Negeri hanya bisa memutus perkara-perkara pidana umum dan perdata umum. Semua badan peradilan itu sudah punya bagiannya masing-masing. Tidak boleh melewati batasan kewenangannya.
Lalu bila kita masuk ke materi gugatan, Partai PRIMA keberatan karena dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dalam proses Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Soal administrasi Pemilu ini cuma jatahnya PTUN dan khusus soal sengketa hasil adalah ranahnya Mahkamah Konstitusi.
Bahkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Badan dan /Atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige overheidsdaad), Pasal 2 telah mengatur tentang kewenangan. Bahwa sengketa tindakan pemerintah, atau badan, atau pejabat pemerintahan adalah masuk dalam ranah PTUN. Dari aturan itu, jelas bahwa putusan KPU hanya bisa dipersoalkan di PTUN (tentunya setelah terlebih dahulu melakukan upaya hukum kepada Bawaslu).
Kemudian, ada petitum
poin ke-5, yang menyebutkan: Menghukum
Tergugat untuk memulihkan kerugian immateriil Penggugat dengan mewajibkan
Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 selama lebih
kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan dan 7 (tujuh) hari sejak putusan ini
dibacakan dan kemudian melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal untuk
selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan dan 7 (tujuh) hari;
Isi petitum tersebut,
jelas-jelas mau mengangkangi dan bertentangan dengan konstitusi kita, yaitu UUD
1945, tepatnya Pasal 22E yang berbunyi: Pemilu
untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, serta
anggota DPRD diselenggarakan berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Juga
bertentangan dengan Pasal 167 Undang-Undang Pemilu No.7 Tahun 2017 ayat (1)
yang berbunyi: Pemilu dilaksanakan setiap
5 (lima) tahun sekali.
Jadi kalau sisa tahapan Pemilihan Umum selama 2 tahun 4 bulan 7 hari tidak dilaksanakan sejak tanggal 2 Maret 2023 putusan PN Jakarta Pusat (sebab PN Jakarta Pusat juga mengabulkan putusan serta merta), berarti hari pemungutan suara baru akan dilaksanakan 2 tahun 4 bulan dan 7 hari lagi, yaitu 9 Agustus 2025.
Artinya Pemilu tidak lagi dilaksanakan 5 tahun, tetapi sudah menjadi 6 tahun lebih. Apakah putusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepada konstitusi? Kalau kompetensi pengadilan sudah menerobos batas dan dibiarkan, saya khawatir besok-besok Mahkamah Konstitusi bakal memutus perkara cerai. Maka supaya kekacauan hukum seperti itu tak kejadian di bumi pertiwi ini, KPU harus penggal putusan itu, ajukan banding...! Rakyat bersamamu. Jangan takut.
Lalu, siapakah majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara yang menggegerkan Nusantara ini? Mereka adalah T.Oyong atau Tengku Oyong selaku Ketua Majelis. Dominggus Silaban dan Bakri selaku Hakim Anggota. Siapa mereka? Silahan berselancar di google. Yang pasti, T.Oyong dan Dominggus Silaban adalah hakim-hakim tersohor yang baru hitungan bulan pindah dari Pengadilan Negeri Medan.(penulis opini adalah praktisi hukum dan pengelola media)