Dokumen foto ekspos perkara humanis. (MOL/Ist)
MEDAN | Bidang Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menghentikan penuntutan 3 perkara humanis, pasca-korban dan tersangkanya sepakat berdamai dan mengembalikan keadaan kepada keadaan semula.
Penghentian penuntutan ketiga perkara lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) tersebut setelah Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Idianto dan Wakajati Joko Purwanto didampingi Aspidum Luhur Istighfar dan para Kasi melakukan ekspos secara estafet.
Ekspos secara virtual kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr Fadil Zumhana diwakili Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda (Direktur TP Oharda) pada JAM Pidum Kejagung RI Agnes Triani beserta jajaran dari ruang vicon lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Rabu (10/5/2023).
Kegiatan ekspos juga diikuti Kajari Pematangsiantar Jurist Precisely Sitepu dan Kajari Tanjungbalai Rufina Br Ginting beserta Kasi Pidum.
Menurut Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, perkara yang diajukan untuk dihentikan penuntutannya adalah dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pematangsiantar atas nama tersangka Firmansyah alias Aldo, disangka melanggar Pasal 362 KUHPidana.
Kemudian, dari Kejari Tanjungbalai atas nama tersangka Wilma Ardilla sebelumnya dijerat Pasal 310 ayat 1 KUHPidana dan tersangka Rexy Arda Gusema alias Rexy melanggar Pasal 44 ayat 4 UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT).
Adapun alasan dan pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan RJ, lanjut Yos A Tarigan, berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 2020.
Antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman dibawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
Proses pelaksanaan perdamaian juga disaksikan oleh keluarga, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta difasilitasi oleh Kajari, dan jaksa yang menangani perkaranya.
“Penghentian penuntutan dengan pendekatan Keadilan Restoratif ini membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula,” tandasnya. (ROBERTS)