MEDAN | H Suherdi sebagai Direktur PT Pollung Karya Abadi (PKA) lewat persidangan virtual, Senin (26/6/2023) masing-masing dituntut agar dipidana 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair (bila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan) selama 6 bulan.
Tim JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) dimotori Resky di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan mengatakan, terdakwa dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana dakwaan primair.
Yakni pidana Pasal 2 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair.
Secara tanpa hak dan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau koorporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1,4.miliar lebih.
Hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan menikmati sebagian uang hasil korupsinya.
Hal meringankan, imbuh hakim ketua, terdakwa selaku rekanan tersebut bersikap sopan, mengakui dan menyesali perbuatannya. Oleh karenanya, H Suherdi dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp1,4 miliar lebih.
Dengan ketentuan sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana disita kemudian dilelang JPU. Bila nantinya juga tidak mencukupi menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana 2,5 tahun penjara.
Lebih Ringan
Dalam berkas terpisah, 2 terdakwa lainnya Isben Hutajulu selaku mantan Pimpinan Cabang (Pinca) PT Bank Sumut Stabat tahun 2016 dan Fakhrizal SE, selaku eks Kepala Seksi (Kasi) Pemasaran dituntut lebih ringan, masing-masing 2,5 tahun (30 bulan) penjara.
Keduanya juga dituntut masing-masing pidana denda Rp100 juta subsidair 3 bulan kurungan. Keduanya tidak dikenakan pidana membayar UP karena tidak ikut menikmati kerugian keuangan negara.
Keduanya dinilai telah memenuhi unsur pidana Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Yakni secara tanpa hak dan melawan hukum melakukan atau turut serta melakukan menyalahgunakan kesempatan yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara.
Akibat perbuatan ketiga terdakwa, keuangan negara dirugikan Rp1,4 miliar lebih. Terdakwa H Suherdi selaku rekanan PT PKA tidak mampu mengembalikan pinjaman (kredit macet) dan surat-surat penting yang diagunkan ke PT Bank Sumut Cabang Stabat tidak bisa dilelang.
Dahlan Tarigan didampingi anggota majelis Immanuel Tarigan dan Dr Edward pun melanjutkan persidangan pekan guna penyampaian nota pembelaan (pledoi) dari ketiga terdakwa maupun tim penasihat hukumnya (PH).
Carut Marut
Pada persidangan beberapa pekan lalu, ahli pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Juliana mengungkapkan fakta mencengangkan seputar carut marutnya surat berharga yang diagunkan debitur di Bank Sumut Cabang Stabat.
Juliana yang dihadirkan tim JPU dimotori Putri dalam sidang lanjutan perkara korupsi mencapai Rp1,4 miliar atas nama 3 terdakwa, Senin (29/5/2023) menilai proses pemberian kredit tidak sesuai proses layaknya di perbankan.
Yakni atas nama terdakwa H Suherdi selaku Direktur PT Pollung Karya Abadi (PKA), mantan Pimpinan Cabang (Pinca) PT Bank Sumut Stabat tahun 2016 Isben Hutajulu serta stafnya, Fakhrizal SE selaku Kepala Seksi (Kasi) Pemasaran.
"(Terdakwa Isben Hutajulu) selaku Pinca Bank Sumut Stabat seharusnya melakukan kontrol atas nilai agunan. Namun hal itu tidak dilakukan.
Agunan masih dalam proses balik nama. Bukan milik debitur milik tapi pihak ketiga. Tidak daftarkan bunga. Kemudian macet. Aset yang diagunkan malah tidak bisa dilelang Yang Mulia," urainya menjawab pertanyaan hakim ketua Dahlan Tarigan.
Ketika dicecar hakim ketua, ahli menimpali, hal itu memang diperbolehkan di perbankan dengan catatan, sebulan harus sudah kelar proses balik nama atas surat berharga yang diagunkan ke bank plat merah tersebut.
"Hasil investigasi kami, hal itu kerap terjadi. Tidak hati-hati. Pihak bank tidak melakukan kroscek ke Dinas (Ketahanan Pangan Provinsi Sumut yang menenderkan pekerjaan yang dimenangkan H Suherdi).
Di bagian lain tim penasihat hukum (PH) terdakwa mencecar mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pendapat ahli yang sebelumnya menyebutkan, Kredit Surat Perintah Kerja (SPK) di Bank Sumut Kantor Cabang Stabat dikatakan terjadi penyimpangan. (ROBERTS)