MEDAN | Tiga terdakwa perkara korupsi terkait pengadaan lahan pusat perawatan dan perbaikan berkala terhadap kapal transportasi kawasan Danau Toba di Desa Parparean II, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba, Senin besok (5/6/2023) dijadwalkan menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Medan.
"Iya. Rencananya besok pembacaan putusan oleh majelis hakim (diketuai Dahlan Tarigan)," kata sumber yang enggan disebut jati dirinya lewat pesan teks WhatsApp (WA), Minggu (4/6/2023).
Terdakwa Daulat Napitupulu dan Lumongga Marsaulina Aruan, suami istri penerima ganti rugi lahan untuk pengembangan transportasi Danau Toba Tahun Anggaran (TA) 2017 masing-masing dituntut agar dipidana 6,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan) selama 3 bulan.
JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Toba Samosir (Tobasa) Raden AS didampingi Dheo Michael Dwiky juga menuntut kedua terdakwa dengan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara Rp2.997.060.000 subsidair 1 tahun penjara.
Sedangkan terdakwa lainnya, mantan Kakan BPN Kabupaten Toba Saut Simbolon (berkas terpisah) dituntut 4 tahun penjara dan denda berikut subsidair yang sama dengan terdakwa Daulat Napitupulu dan Lumongga Marsaulina Aruan. Bedanya, Saut Simbolon tidak tidak dituntut membayar UP kerugian keuangan negara.
Ketiga terdakwa dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair.
Yakni menyuruh, turut serta secara tanpa hak dan melawan hukum dengan maksud untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Transportasi
Dalam dakwaan Raden AS didampingi Dheo Michael Dwiky menguraikan, tahun 2017 PT Dok Bahari Nusantara sebagai perusahaan penyedia jasa pembuatan kapal, mendapat pekerjaan untuk membuat kapal jenis roro guna melayani transportasi di sekitar wilayah Danau Toba, Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
Perusahaan tersebut selanjutnya mencari lahan yang dapat dipergunakan (disewa) sebagai lokasi pembuatan dan dari hasil pencarian, ditetapkan bahwa lokasi yang cocok adalah lahan di Muara Sungai Asahan Desa Parparean II, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba.
Informasi dari Kepala Desa (Kades) Parparean II, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba atas nama Tumbur Napitupulu (telah meninggal dunia), pemilik lahan dimaksud adalah terdakwa Daulat Napitupulu dengan menunjukkan bukti berupa Surat Keterangan Hak Milik (SKHM) di bawah tangan yang diterbitkan oleh kades tertanggal 26 Juli 2015, seluas 12.865 m2 (155 m2 x 83 m2).
"Sesungguhnya SKHM di bawah tangan tersebut merupakan rekayasa yang dilakukan oleh Daulat Napitupulu dengan cara meminta Kades Tumbur Napitupulu untuk mengeluarkan SKHM menyatakan seolah-olah pemilik lahan yang akan digunakan oleh PT Dok Bahari Nusantara," urai Dheo.
Di bagian lain, sejatinya satu–satunya lembaga atau instansi yang dapat menyatakan terkait adanya suatu hak atas tanah terlebih hak milik adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Belakangan diketahui, dari batas-batas lahan sebagaimana dinyatakan dalam SKHM diperbuat oleh Kades Parparean II, Kecamatan Porsea, bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) No 81 Tahun 2014.
Rencana pembangunan galangan kapal dibidani PT Dok Bahari Nusantara yang diproyeksikan sebagai pusat perawatan dan perbaikan berkala terhadap kapal maupun kapal-kapal lainnya untuk melayani rute penyeberangan di sekitar Danau Toba dan mendapatkan dukungan Pemerintah Pusat menjadikan Danau Toba sebagai salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas.
Sebelumnya, sebanyak 4 lokasi alternatif lokasi yakni Muara Sungai Asahan di Desa Parparean II, Kecamatan Porsea, Desa Pardamean, Kecamatan Ajibata, Pantai Wisata Long Beach, Desa Pardamean, Kecamatan Ajibata dan dekat Bandara Sibisa, The Caldera Danau Toba Sigapiton, Kecamatan Ajibata, merupakan milik negara.
Lahan terdakwa suami istri seluas 12.865 m2 (155 m2 x 83 m2) tersebut sempat dilakukan ganti rugi disebut-sebut tanpa disertai rencana anggaran ganti rugi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara Rp2.997.060.000. (ROBERTS)