MEDAN | Tangis dan peluk haru spontan 'pecah' di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (5/6/2023) menyusul Daulat Napitupulu dan istrinya, Lumongga Marsaulina Aruan serta mantan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (Kakan BPN) Kabupaten Toba Saut Simbolon (berkas terpisah) secara estafet masing-masing divonis bebas.
Ketiganya semula didakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait penerima ganti rugi lahan untuk pengembangan transportasi Danau Toba Tahun Anggaran (TA) 2017.
Majelis hakim diketuai Dr Dahlan Tarigan didampingi anggota majelis Oloan Panjaitan dan Husni Tamrin dalam amar putusannya menyatakan, tidak sependapat dengan JPU pada Kejaksaan Negeri Toba Samosir (Tobasa).
"Membebaskan kedua terdakwa dari segala dakwaan penuntut umum. Memerintahkan penuntut umum segera mengeluarkan terdakwa dari sel tahanan serta mengembalikan hak para terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya," urai hakim ketua.
Suasana haru serupa juga terjadi pada mantan Kakan BPN Kabupaten Toba Saut Simbolon. Kedua bola mata terdakwa yang duduk di 'kursi pesakitan' tampak 'berkaca-kaca' ketika hakim ketua menjatuhkan vonis bebas atas dirinya.
Dahlan Tarigan juga memerintahkan JPU mengeluarkan terdakwa dari sel tahanan serta mengembalikan hak para terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
Anggota majelis hakim Nelson Panjaitan dan Husni Tamrin secara bergantian menyampaikan pertimbangan hukum dibebaskannya ketiga terdakwa.
Menurut majelis hakim, JPU tidak konsisten dalam menentukan alas hak lahan yang telah diganti rugi lahan kepada terdakwa suami istri direncanakan sebagai pusat perawatan dan perbaikan berkala terhadap kapal transportasi kawasan Danau Toba di Desa Parparean II, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba.
"Ahli Konsultan dari PT Dok Bahari Nusantara, tidak berwenang dalam menentukan lahan atau areal di sempadan danau atau sungai merupakan milik negara," urai Husni Tamrin.
Demikian juga dengan Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 28/PRT/M/2015 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau, lanjut Oloan Panjaitan, tidak mengatur soal daerah sempadan merupakan lahan milik negara.
Atau Peraturan Presiden (Perpres) No 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Toba Prioritas Nasional, imbuhnya, tidak mengatur soal batas-batas milik negara.
Kasasi
Menjawab pertanyaan hakim ketua, tim JPU pada Kejari Tobasa mengatakan melakukan upaya hukum kasasi atas putusan bebas yang baru dibacakan. "Kasasi Yang Mulia," kata JPU.
Sementara pada persidangan lalu, JPU Raden AS didampingi Dheo Michael Dwiky menuntut Daulat Napitupulu dan istrinya, Lumongga Marsaulina Aruan masing-masing 6,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair (bila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan) selama 3 bulan.
Serta membayar kerugian keuangan negara Rp2.997.060.000. Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, JPU akan menyita dan melelang harta benda terpidana. Bila juga nantinya tidak mencukupi menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana 1 tahun penjara.
Sedangkan terdakwa Saut Simbolon dituntut agar dipidana 4 tahun penjara dan denda berikut subsidair yang sama dengan terdakwa Daulat Napitupulu dan Lumongga Marsaulina Aruan. Bedanya, Saut Simbolon tidak dituntut membayar UP kerugian keuangan negara.
Apresiasi
Sementara usai persidangan, tim penasihat hukum (PH) terdakwa Daulat Napitupulu, Burhan Sidabariba dan Olda Harianja mengapresiasi vonis bebas yang dijatuhkan terhadap klien mereka.
"Sebagaimana pledoi yang telah kami ungkapkan di persidangan, unsur Pasal 2 Ayat (1), Pasal 18, Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Korupsi maupun Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana, tidak terbukti.
"Saya pikir majelis hakim diketuai pak Dahlan telah membuat sejarah (tahun 2023 ini). Bukan hanya terhadap terdakwa (klien) kami tapi juga 2 terdakwa lainnya (berkas terpisah). Prinsip dan asas yang salah harus dihukum dan yang benar harus dibebaskan tetap dipertahankan," pungkas Burhan. (ROBERTS)