MEDAN | Tuntutan terhadap ketiga terdakwa korupsi senilai Rp1,4 miliar beraroma kredit macet di Bank Sumut Cabang Stabat, Senin (19/6/2023) di Pengadilan Tipikor Medan akhirnya ditunda.
Yakni atas nama terdakwa Isben Hutajulu selaku mantan Pimpinan Cabang (Pinca) PT Bank Sumut Stabat tahun 2016, H Suherdi sebagai Direktur PT Pollung Karya Abadi (PKA) serta stafnya, Fakhrizal SE selaku Kepala Seksi (Kasi) Pemasaran.
Majelis hakim diketuai Dr Dahlan Tarigan sempat membuka sidang lanjutan namun akhirnya ditunda hingga pekan.
"Ditunda. Surat tuntutannya belum siap," kata ketua tim JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara )Kejati Sumut) Putri seusai sidang.
Carut Marut
Pada persidangan beberapa pekan lalu, ahli pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Juliana mengungkapkan fakta mencengangkan seputar carut marutnya surat berharga yang diagunkan debitur di Bank Sumut Cabang Stabat.
Juliana yang dihadirkan tim JPU dimotori Putri dalam sidang lanjutan perkara korupsi mencapai Rp1,4 miliar atas nama 3 terdakwa, Senin (29/5/2023) menilai proses pemberian kredit tidak sesuai proses layaknya di perbankan.
Yakni atas nama terdakwa H Suherdi selaku Direktur PT Pollung Karya Abadi (PKA), mantan Pimpinan Cabang (Pinca) PT Bank Sumut Stabat tahun 2016 Isben Hutajulu serta stafnya, Fakhrizal SE selaku Kepala Seksi (Kasi) Pemasaran.
"(Terdakwa Isben Hutajulu) selaku Pinca Bank Sumut Stabat seharusnya melakukan kontrol atas nilai agunan. Namun hal itu tidak dilakukan.
Agunan masih dalam proses balik nama. Bukan milik debitur milik tapi pihak ketiga. Tidak daftarkan bunga. Kemudian macet. Aset yang diagunkan malah tidak bisa dilelang Yang Mulia," urainya menjawab pertanyaan hakim ketua Dahlan Tarigan.
Ketika dicecar hakim ketua, ahli menimpali, hal itu memang diperbolehkan di perbankan dengan catatan, sebulan harus sudah kelar proses balik nama atas surat berharga yang diagunkan ke bank plat merah tersebut.
"Hasil investigasi kami, hal itu kerap terjadi. Tidak hati-hati. Pihak bank tidak melakukan kroscek ke Dinas (Ketahanan Pangan Provinsi Sumut yang menenderkan pekerjaan yang dimenangkan H Suherdi).
Di bagian lain tim penasihat hukum (PH) terdakwa mencecar mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pendapat ahli yang sebelumnya menyebutkan, Kredit Surat Perintah Kerja (SPK) di Bank Sumut Kantor Cabang Stabat dikatakan terjadi penyimpangan.
Ahli pun mengatakan, dirinya tidak berkompeten untuk menjawab hal itu. "Iya. Coba pertanyaan lain pak pengacara," timpal Dahlan. Sidang pun dilanjutkan pekan depan.
Modus SPK
Dalam dakwaan diuraikan, terdakwa selaku Direktur PT PKA sempat ditolak mengajukan pinjaman senilai Rp1,5 miliar ke PT Bank Sumut Cabang Utama Medan dengan agunan SPK Paket Pekerjaan Belanja Modal Pengadaan Konstruksi Gedung Gudang Lumbung Pangan dan Konstruksi Lantai Jemur pada Badan Ketahanan Pangan (BKP) Sumut TA 2016 dengan dengan pagu Rp2.580.930.000.
Atas bantuan saksi Suratman (Presiden Putra Jawa Kelahiran Sumatera / Pujakesuma-red), terdakwa H Suherdi akhirnya berhasil mendapatkan kredit diyakini tidak sesuai dengan prosedur di perbankan berujung kredit macet sehingga menjadikan mantan Pinca Bank Sumut Stabat Isben Hutajulu serta stafnya, Fakhrizal jadi terdakwa (masing-masing berkas terpisah).
Para terdakwa dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Subsidair, Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)