Dokumen foto. (MOL/Ist)
MEDAN | Menjelang Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) yang ke-63 Tahun 2023, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menghentikan penuntutan 7 perkara humanis dengan pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
Penghentian perkara setelah Kajati Sumut Idianto melakukan ekspos perkara kepada JAM Pidum Kejagung RI Dr Fadil Zumhana diwakili Direktur TP Oharda Agnes Triani serta tim, Selasa (11/7/2023) kemarin.
Turut mendampingi Idianto di antaranya Aspidum Luhur Istighfar, Kajari Deliserdang Dr Jabal Nur, Kasi pada Aspidum, Kasi Pidum Kejari Deliserdang Bondan Subrata serta diikuti para Kajari serta Kasi Pidum yang mengajukan perkaranya untuk dihentikan dengan RJ.
Kajati melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan menyampaikan bahwa sampai semester I tahun 2023 sudah menghentikan 52 perkara dengan pendekatan Keadilan Restoratif.
Kali ini sebanyak dua perkara masing-masing berasal dari Kejari Deliserdang, Labuhanbatu dan Kejari Simalungun.
Dari Kejari Deliserdang yakni perkara tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga alias KDRT dengan tersangka Mas Poniman melanggar Pasal 44 ayat (1) subsidair Pasal 44 Ayat (4) UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.
Kedua, atas nama tersangka Wahyudi Pratama Alias Yudi alias Tama juga dijerat dengan pasal serupa.
Dari Kejari Labuhanbatu atas nama Indra Sahputra alias Siin yang sebelumnya disangka melakukan tindak pidana penganiayaan melanggar Pasal 351 ayat (2) KUHPidana. Tersangka atas nama Hasan Basri Alias Suncai melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.
Kemudian dari Kejari Simalungun, tindak pidana penadahan dengan tersangka Nurhayati Setia Desy Saragih melanggar primair, Pasal 480 Ayat (1) KUHPidana. Subsidair, Pasal 480 Ayat (2) KUHPidana.
Kedua, perkara tindak pidana kekerasan terhadap orang dengan tersangka I Sudirman Bintang dan tersangka II Sampe Tuah Bintang masing-masing dijerat Pasal Primair Pasal 170 ayat (1) KUHPidana. Subsidair, Pasal 351 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Selanjutnya, perkara dari Kejari Samosir terkait tindak pidana penganiayaan dengan tersangka atas nama Agi Paruntungan Naibaho dijerat Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana.
Perja
"Tujuh perkara yang diajukan ke JAM Pidum ini kemudian disetujui dihentikan dengan menerapkan RJ berdasarkan Perja Nomor 15 Tahun 2020," katanya.
Lebih lanjut Yos menyampaikan, alasan penghentian penuntutan dengan pendekatan Keadilan Restoratif yaitu tersangkanya baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat tindak pidana yang dilakukan tersangka di bawah dua setengah juta rupiah.
Ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban, dan direspons positif oleh keluarga.
Mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang tersebut menambahkan, penghentian penuntutan dilakukan ketika antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
"Proses pelaksanaan perdamaian disaksikan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan difasilitasi Kajari, Kacabjari, dan jaksa yang menangani perkaranya," tegasnya.
Penghentian penuntutan dengan pendekatan Keadilan Restoratif ini membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula agar tidak ada rasa dendam di kemudian hari.
"Ketika tersangka dan korban berdamai, maka sekat yang memisahkan persaudaraan atau rasa dendam dan benci yang tertanam bisa dicairkan agar tidak sampai membeku dan menciptakan permusuhan yang berkepanjangan," pungkasnya. (ROBS)