MEDAN | Sempat berkelit memberikan keterangan, dua dari 3 terdakwa yang dihadirkan tim JPU pada Kejari Deliserdang dalam sidang lanjutan perkara korupsi senilai Rp1,9 miliar di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Deliserdang, Rabu (5/7/2023) kena 'ketok' majelis hakim Tipikor Medan diketuai Dr Dahlan Tarigan.
Kedua saksi dimaksud yakni Yan Rizal, orang suruhan terdakwa in absentia Ngarijan Salim selaku pemilik PT Al Ichwan Garment Factory (AIGF) dan Nur Aisyah selaku Kasubdit Penetapan Keberatan Bapenda Kabupaten Deliserdang.
Dalam sidang lanjutan tersebut, 2 terdakwa lainnya mantan Kepala Bidang (Kabid) Kepemudaan pada Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Deliserdang Victor Maruli serta Kabid Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Drs H Edy Zakwan dihadirkan langsung di Cakra 9.
"Jangan karena Ngarijan Salim tidak ada (disidangkan in absentia) sesukamu kasih keterangan. Terlepas bagaimana nanti pengembangan dari JPU atas diri saudara, walaupun itu bukan bagian dari uang negara.
Saudara kan yang disuruh Ngarijan menyerahkan uang Rp300 juta ke (terdakwa) Victor Maruli untuk mengurus perubahan tagihan PBB aset perusahaan Ngarijan dan dapat komisi Rp10 dan Rp5 juta.
Jangan seenaknya saudara bilang kelebihan bayar. Dari mana saudara tahu ada kelebihan bayar?" cecar anggota majelis hakim Immanuel Tarigan. Saksi Yan Rizal pun kembali diam sambil tertunduk.
Sebelumnya juga Yan Rizal kena 'ketok' hakim ketua Dahlan Tarigan. "Saksi ini (Nur Aisyah) tadi bilang saat tim survey ke lokasi objek pajak tidak ada dilakukan pengukuran lahan dan bangunan.
Saudara yang mewakili Ngarijan yang mengajukan Permohonan Keberatan Luas dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bangunan PT AIGF tahun 2020 lalu. Kok saudara pula yang melakukan pengukuran? Gak bisa.suka-sukamu di negara ini," tegasnya.
Beberapa menit sebelumnya juga saksi Nur Aisyah selaku Kasubdit Penetapan Keberatan Bapenda Kabupaten Deliserdang kena 'ketok' hakim ketua.
Fakta menarik lainnya terungkap, saksi bersama pegawai Bapenda lainnya memang beda melakukan survey ke objek pajak PT AIGF di Jalan Pasar Besar Dusun VIII, Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang.
Bukan hanya tidak melakukan pengukuran lahan dan bangunan. Tapi juga tidak dilengkapi surat perintah penugasan dari pimpinan di Bapenda dan tidak menuangkan hasil survey ke dalam Berita Acara. "Diperintahkan pak Edy Zakwan (terdakwa). Lisan," kata saksi.
Di bagian lain saksi membenarkan bahwa walau tanpa prosedur, objek pajak atas nama PT AIGF semula kelas 017 yang seharusnya masuk ke kas negara sebesar Rp71 juta lebih turin menjadi kelas 171 (Rp20 jutaan).
"Dengan demikian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pembeli aset PT AIGF juga berkurang ke kas negara," tegas Immanuel dan dijawab dengan anggukan tim JPU.
Misteri
Dalam kesempatan tersebut, tim JPU memperlihatkan sejumlah alat bukti rekapitulasi pajak tanggungan PT AIGF, sekaligus masih menjadi misteri.
Sebab Nur Aisyah maupun saksi Sri selaku Bendahara Bapenda Kabupaten Deliserdang tidak mampu menjelaskan kenapa bisa terjadi pajak tanggungan perusahaan dimaksud jauh di bawah semestinya.
Di tahun 2018 seharusnya Rp66 jutaan turun menjadi Rp15 jutaan. Terus di tahun 2020 seharusnya Rp71 jutaan jadi Rp20 jutaan. Sidang pun dilanjutkan pekan depan.
Ketiga terdakwa termasuk Ngarijan Salim yang hingga kini masih berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) masing-masing dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)