Anggota Komisi VI DPR, Rudi Hartono Bangun
JAKARTA | Anggota Komisi VI DPR, Rudi Hartono Bangun
meminta manajemen PT.Pos Indonesia melakukan model dan inovasi bisnis yang
sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga BUMN itu tidak kalah dalam
berkompetisi dengan perusahaan swasta yang lebih canggih.
“Karena swasta, seperti Lion Parcel, Tiki dan JNE sudah
lebih dulu melakukan berbagai transformasi bisnis, seperti Lion yang memiliki
pesawat sendiri,” katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Dirut PT Pos
Indonesia, di Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Dikatakan Rudi, para kompetitor PT.Pos Indonesia itu
memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Bahkan memiliki armada yang banyak
dan lengkap. “Swasta ini bisa kirim satu hari sampe tujuan. Karena mereka
memiliki kantor-kantor agen dan sub agen hingga ke daerah,” ujarnya.
Legislator dari Dapil Sumut III itu mengaku sedih melihat
kantor-kantor PT.Pos Indonesia di pelosok daerah yang terkesan seadanya saja.
“Inikan salah satu parameter untuk melihat kondisi kinerja BUMN jasa,”
terangnya lagi.
Lebih jauh, Politisi Nasdem itu menjelaskan PT.Pos
Indonesia jangan hanya mengandalkan pekerjaan dari penugasan dari negara.
“Misalnya saja, paket pekerjaan distribusi logistik Pemilu 2024. Ini semacam
pekerjaan subsidi saja, bukan murni bisnis. Nah, kalau kegiatan selesai Pemilu
2024, lalu sektor bisnis apa yang mau dikerjakan lagi,” katanya.
Merespons kritikan DPR, Faizal mengakui penggunaan aset
Pos Indonesia kini bermacam-macam, tidak hanya untuk operasional kantor.
Bahkan, malah ada salah satu kantor Pos di Bali yang kini dijadikan mal.
“Memang betul ada juga yang jadi Alfamart dan Indomaret, ini termasuk yang
harus kami reviu kembali,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, sambung Faizal, ada juga yang disewakan
menjadi kos-kosan premium, dengan harga Rp3 juta sampai Rp4 juta per bulan.
“Kami sebutnya Point Homey, bekas rumah direksi,” paparnya.
Faizal mengatakan Pos Indonesia saat ini sangat terbuka
untuk kerja sama. Namun, memang ada persyaratan khusus dari perusahaan pelat
merah tersebut kepada pihak swasta. Dicontohkannya, untuk bangunan milik Pos
Indonesia yang sudah ada sebelum masa kemerdekaan tidak bisa sembarangan
dipakai atau disewa swasta. Faizal menyebut pemanfaatan gedung tersebut tidak
boleh hanya fungsional, melainkan harus juga memikirkan aspek keindahan. “Kami
pilih pengusaha-pengusaha yang tidak hanya fungsi, tapi juga bisa attract
(menarik) anak muda,” tutupnya.(rel)