MEDAN | Dari sejumlah nama secara melawan hukum menerima aliran Dana Hibah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Karo Tahun Anggaran (TA) 2019, cuma rekanan Irwansyah Margolang beritikad baik mengembalikan uang negara tersebut.
Dalam sidang lanjutan, Rabu (9/8/2023) di Cakra 8 Pengadilan Tipikor, majelis hakim diketuai Immanuel Tarigan berkali-kali mengingatkan para penerima aliran dana yang masih dijadikan sebagai saksi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Karo, agar segera mengembalikan uang negara tersebut, melalui JPU.
Giliran 2 komisioner Bawaslu Kabupaten Karo yakni Ambraham Tarigan dan Nggeluh Sembiring didengarkan keterangannya sebagai saksi dengan terdakwa mantan Ketua Bawaslu Eva Juliani Br Pandia dan Bendahara Pengeluaran Dian Ika Yoes Refida.
Saat dicecar tim JPU mengenai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Sumut, saksi Nggeluh Sembiring mengatakan bahwa kegiatan Bawaslu di Grand Ori Berastagi tahun 2020 lalu, hanya berlangsung 1 hari.
Setahu bagaimana, pihak Sekretariat Bawaslu Kabupaten diduga kuat telah melakukan rekayasa dokumen laporan keuangan seolah acara tersebut berlangsung selama 3 hari dan 2 malam.
Artinya biaya operasional untuk peserta yang mengikuti acara sosialisasi Bawaslu Kabupaten Karo membengkak. Seharusnya untuk 1 hari menjadi 3 hari dan 2 malam.
"Seingat Saya acara di Grand Ori Berastagi cuma satu hari Yang Mulia," kata Nggeluh Sembiring.
Ketika ditanya Faudu Halawa selaku penasihat hukum (PH) terdakwa Eva Juliani Br Pandia, saksi menimpali, setelah melakukan perjalanan dinas, dirinya melengkapi dokumen untuk itu kemudian diserahkan ke bagian Sekretariat Bawaslu Kabupaten Karo.
Menarik
Fakta menarik lainnya juga terungkap di persidangan. Komisioner sempat menaruh curiga atas dokumen yang dikeluarkan pihak Sekretariat.
Saksi bersama anggota komisioner Abraham Tarigan dan Eva Juliani Br Pandia semula berencana akan melaporkan kasus dugaan pemalsuan tanda tangan Eva Juliani Br Pandia selaku Ketua, ke Polres Karo.
"Karena ibu ketua keburu dijadikan tersangka oleh Kejari Karo, kasusnya gak jadi kami laporkan Yang Mulia," kata Nggeluh Sembiring.
Dicecar kembali oleh hakim ketua Immanuel Tarigan didampingi anggota majelis Yusafrihardi Girsang dan Rurita Ningrum mengenai ada tidaknya pihak Sekretariat memberitahukan laporan keuangan atas berbagai kegiatan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan, kedua saksi menegaskan, tidak ada.
Sepengetahuan kedua saksi, untuk masalah pertanggung jawaban administrasi dan keuangan, pihak Sekretariat Bawaslu Kabupaten Karo berkoordinasi dengan Sekretariat Bawaslu Provinsi Sumut. Sebab di sana Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Demikian halnya dengan kemungkinan penyebab 'bocornya' Dana Hibah Bawaslu Kabupaten Karo untuk menutupi berbagai kunjungan pejabat Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi Sumut maupun pihak ketiga, para saksi mengatakan, tidak tahu.
"Malah terkadang kami komisioner termasuk (terdakwa) ibu Eva pakai uang pribadi Yang Mulia," timpal Nggeluh Sembiring.
Penerima Dana
Sementara pada persidangan lalu, sejumlah nama terungkap ada menerima aliran Dana Hibah Bawaslu Kabupaten Karo diduga kuat secara melawan Hukum.
Firdaus Nasution selaku Bendahara Pengeluaran Bawaslu sebesar Rp80 juta dan ketika dikonfrontir, katanya, cuma Rp15 juta. Harun Surbakti selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) disebut ada menerima aliran dana sebesar Rp65 juta.
Kemudian atas nama Supiyan selaku pejabat pengadaan dengan alasan pinjam, menerima Rp55 juta.
Dalam dakwaan disebutkan, kedua terdakwa tidak dapat mempertanggung jawabkan penggunaan Dana Hibah Bawaslu Kabupaten Karo untuk mensukseskan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati periode 2020-2025 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.632.705.427. (ROBERTS)