Kejati Sumut Hentikan Penuntutan Perkara Pencurian dan Penganiayaan Pendekatan Keadilan Restoratif

Sebarkan:

 


Dokumen foto Kajati Sumut Idianto saat ekspos kedua perkara humanis kepada JAM Pidum. (MOL/Ist)


MEDAN | Dua perkara humanis di wilayah hukum (wilkum) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) yakni pencurian dan penganiayaan dihentikan penuntutannya lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).

Penyelesaian perkara kedua tersangka tanpa harus sampai ke pengadilan setelah Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Idianto melakukan ekspos perkaranya secara virtual kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum)  Dr Fadil Zumhana, Selasa (12/9/2023).

Idianto didampingi Wakajati Sumut Joko Purwanto, Aspidum Luhur Istighfar dan para Kasi lainnya pada Aspidum di ruang vicon lantai 2 Kantor Jalan AH Nasution Medan.

Sedangkan Fadil Zumhana didampingi Kasubdit  pada JAM Pidum dan pejabat lainnya. Ekspose perkara juga diikuti Kajari Asahan Dedying Wibiyanto Atabay dan Kajari Dairi Okto Rikardo serta Kasi Pidum dan JPU yang menangani perkaranya.

Kajati melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan menyampaikan bahwa hingga September 2023, pihaknya sudah menghentikan 94 perkara dengan pendekatan Keadilan Restoratif. Termasuk 2 perkara dimaksud yang berasal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Asahan dan Kejari Dairi.

Perkara dari Kejari Dairi atas nama tersangka Lidya Tarihoran melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana dan perkara dari Kejari Asahan dengan tersangka atas nama Suparmin.

Suparmin sebelumnya disangka melanggar Pasal 111 UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yakni melakukan perbuatan menadah hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari hasil penjarahan atau pencurian.

Atau Pasal 107 Huruf d UU Perkebunan yakni memanen / memungut hasil perkebunan secara tidak sah.

Kedua perkara dimaksud disetujui JAM Pidum untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan Perja No 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

"Artinya di antara tersangka dan korban dalam hal ini pihak perkebunan tidak ada lagi dendam dan telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.

Penghentian penuntutan dengan pendekatan Keadilan Restoratif ini lebih kepada esensinya, yaitu mengedepankan tindakan humanis kenapa seseorang itu melakukan tindak pidana, dan pelaku tindak pidana menyesali perbuatannya, pelaku juga menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya. 

Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku yang berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," kata Yos A Tarigan.

Mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang ini menyampaikan bahwa proses penghentian penuntutan 2 perkara ini sudah mengikuti beberapa tahapan dan yang paling penting dalam penghentian penuntutan perkara ini adalah pelaku belum pernah melakukan tindak pidana dan proses perdamaian antara tersangka dan korban disaksikan tokoh masyarakat, keluarga dan jaksa penuntut umum.

"Antara tersangka dan korban sudah bersepakat berdamai dan membuka ruang yang sah menciptakan harmoni di tengah masyarakat, tidak ada dendam di kemudian hari," pungkasnya. (ROBS)

 


Sebarkan:

Baca Lainnya

Komentar