Kasus Suami Bacok Istri di Pematangraya, Sanggam Siahaan : Hapus Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Sebarkan:

Dosen tetap Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar  Prof. DR. Sanggam Siahaan, M.Hum, insert korban penganiayaan. Foto : ist

PEMATANGSIANTAR
|| Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga bertujuan untuk menjamin rasa nyaman, bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Namun hingga kini, masih terjadi peristiwa KDRT yang mengakibatkan trauma dan menyisakan pilu mendalam bagi korban KDRT, termasuk dirasakan sanak keluarga dan masyarakat yang mendengar peristiwa itu.

Seperti dialami, Desri Siahaan, 24, ibu seorang balita perempuan, usia belum genap 1 tahun, warga Pematangraya, Kabupaten Simalungun, mengalami luka serius dibeberapa bagian tubuh akibat dibacok suaminya, Selasa (17/10/2023) lalu.

Desri Siahaan menuturkan, dia sudah 3 bulan meninggalkan rumah kembali ke orangtuanya di Riau karena sering mendapat perlakuan kasar dan kekerasan (KDRT) yang dilakukan suaminya.

Saat pulang ke rumah orangtuanya, Desri tidak membawa bayinya karena dilarang suaminya. Namun kemudian, suaminya sering meminta warga untuk memberitahu Desri agar menjemput bayinya karena sudah tidak mampu merawat bayi tersebut.

Mendapat kabar itu Desri membuat keputusan menjemput buah hatinya. Tanpa sepengetahuan orang tua serta saudara saudaranya, Desri memberanikan diri berangkat dari Riau menuju Pematangraya, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Tiba di Pematangaya, suaminya membujuk Desri untuk rujuk dan berkumpul kembali. Desri menolak karena belum yakin sepenuhnya untuk  kumpul kembali secepat itu akibat trauma KDRT yang sering dilakukan suaminya terhadap dirinya.

Singkatnya. Ketika Desri melangkah hendak kembali ke Riau, tiba tiba suaminya menyerang dirinya hingga mengalami beberapa luka bacokan. Beruntung ada warga yang berani menarik suaminya sehingga tidak terjadi hal yang lebih fatal menimpa dirinya.

Desri mengatakan. Setelah dia dirawat beberapa hari di sebuah rumah sakit, orang tuanya, Santo Siahaan, telah melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Polres  Simalungun. Mereka berharap Polisi dapat segera menangkap pelaku (suami Desri) serta memproses sesuai hukum belaku di Republik Indonesia.

Undang undang tentang penghapusan KDRT di Indonesia sudah ada sejak tahun 2004, namun peristiwa kekerasan khususnya terhadap wanita maupun anak kecil masih sering terjadi.

Sinergitas berbagai pihak harus diaktifkan untuk menangkal kemungkinan KDRT terjadi di tengah tengah masyarakat. Pemerintah harus cepat memberi respon terhadap kasus KDRT. Harus diberikan penguatan kepada aparat terkait untuk mengurusi KDRT.  

Mereka harus dapat memberikan respon cepat untuk penjagaan kemungkinan adanya korban akibat KDRT. Tidak harus menunggu laporan tentang adanya laporan KDRT. 

Sebaliknya, masyarakat juga harus mampu bersinergi dengan pihak pemerintah untuk mengantisipasi dan mengatasi KDRT sehingga tidak menimbulkan korban jiwa. Pemerintah harus memberikan penguatan kepada masyarakat untuk mengawal agar jangan terjadi KDRT di tengah tengah masyarakat. 

Mari lindungi perempuan dan anak serta orang orang yang berada di posisi lemah dalam rumah tangga dari kekerasan yang dilakukan orang terdekat mereka berlandaskan Undang Undang Nomor 23 tahun 2004. Semoga ke depan kasus seperti  dialami Desri Siahaan yang telah dikemukakan di atas tidak pernah lagi terjadi di tengah tengah kita. (*)


(𝐏𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬: Prof. DR. Sanggam Siahaan M.Hum, Dosen Tetap Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini