Para saksi saat didengarkan keterangannya di Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/ROBERTS)
MEDAN | Majelis hakim menyidangkan perkara korupsi terkait 'raibnya' Rp1,2 miliar Uang Persediaan di Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Labuhanbatu Tahun Anggaran (TA) 2017 memerintahkan tim JPU agar menghadirkan bupatinya di masa itu.
Sebab fakta terungkap pada sidang lanjutan, Jumat (24/11/2023) di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan, atas nama perintah atasan dan kebutuhan mendesak namun tanpa verifikasi dokumen, para saksi bisa mencairkan dana ke terdakwa Elida Rahmayanti, Bendahara Pengeluaran Setdakab Labuhanbatu.
Setelah ada temuan, para saksi kemudian mengembalikan uang 'recehan' Rp1 hingga Rp1,5 juta. Sedangkan Uang Persediaan Setdakab Rp712 juta yang menurut terdakwa Elida Rahmayanti diberikan kepada Kabag Umum Ikhwan Harahap, entah ke mana alias 'kagak jolas (kajol)'.
Sebaliknya ketika dikonfrontir ke terdakwa (berkas terpisah) Ir Muhammad Yusuf Siagian selaku mantan Sekretaris Daerah (Sekda) juga Pengguna Anggaran (PA), dirinya tidak pernah berurusan dengan para staf di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Setkab soal permohonan pencairan dana.
"Kami minta Bupatinya (terpidana Pangonal Harahap) dihadirkan sidang minggu depan, pak jaksa. Kok bisa pula bolak balik dicairkan uang ke terdakwa tanpa prosedur?" tegas hakim ketua Fauzul Hamdi didampingi anggota majelis Andriyansyah dan Husni Tamrin.
Tim JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuhanbatu Raja Liola Gurusinga didampingi Dimas Pratama dan Basrief Aryanda kemudian tampak menganggukkan kepala.
Sistem Berjalan
Namun demikian, jejak fakta menarik mulai terungkap di persidangan. Sesuai prosedur, Nota Pencairan Dana (NPD) seharusnya lebih dulu diberikan kepada terdakwa Elida Rahmayanti, baru bisa dicairkan uang muka kegiatan atau belanja barang. Faktanya, prosedur itu justru berulang kali diabaikan.
Saat dicecar ketua tim JPU Raja Liola Gurusinga, saksi Supardi selaku Kabag Protokoler Administrasi membenarkan beberapa permohonan pencairan dana dari bendahara, tanpa NPD.
"Surat Perintah (Sprint) perjalanan dinas dari pimpinan itu aja kami tunjukkan ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sama Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK).
Karena demikian sistem yang berjalan saat itu. Mendesak. Kami koordinasi dengan KPA. Verifikasi ke PPK (saksi Tonggo Manurung) terus ke bendahara. Kalau mengenai dokumen atau Surat Pertanggung jawaban (SPj) kegiatan dibantu staf Saya," urainya.
Hal senada juga diungkapkan saksi lainnya, H Sofyan Hasibuan dan telah mengembalikan Uang Persediaan Setdakab Labuhanbatu sebesar Rp88 juta.
Kacamata
Demikian halnya dengan saksi Agus Syahputra selaku ajudan bupati dan anggotanya, Dani yang sempat mengajukan pencairan dana ke bendahara untuk beli buah di kulkas bupati, tanpa NPD. Keduanya juga mengaku telah mengembalikan masing - masing Rp1 juta, menyusul adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumut.
Temuan BPK Sumut lainnya adalah pencairan dana untuk membeli kacamata istri bupati Labuhanbatu sebesar Rp7.930.000. Uang tersebut, telah dikembalikan melalui saksi Zulkarnain Siregar.
Secara terpisah, Ihsan Siregar selaku penasihat hukum terdakwa Elida Rahmayanti mengatakan, pengembalian uang negara oleh para saksi bukanlah menghilangkan tindak pidananya.
Sementara dalam dakwaan tim JPU, dari Rp1,3 miliar Uang Persediaan pada Setdakab Labuhanbatu tersebut, hanya seratusan juta rupiah yang bisa dipertanggung jawabkan.
Akibat perbuatan Elida Rahmayanti dan Muhammad Yusuf Siagian, keuangan negara dirugikan sebesar Rp1.277.415.505.
Kedua terdakwa dijerat dengan dakwaan kesatu primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Atau kedua, Pasal 8 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)