PT KIM Bantah Tuduhan PT JS

Sebarkan:
Lahan PT KIM

MEDAN | Dituduh mafia tanah oleh PT JS, PT Kawasan Industri Mabar (KIM) melalui Kuasa Hukumnya Lihardo Sinaga SH, MH, CPArb, CPM dengan tegas membantah.

Tuduhan ini berawal saat PT JS mengklaim bahwa lahan yang dikuasai dan dimiliki PT KIM Mabar seluas 38 hektar (Ha) milik mereka.

Padahal menurut Lihardo Sinaga  bahwa lahan tersebut berada di kawasan Kota Medan, tepatnya di Medan Deli, bukan seperti yang diklaim di kawasan Desa Saentis.

"Lahan tersebut berada di kawasan Kota Medan, tepatnya di Medan Deli, bukan di kawasan Desa Saentis. Ini kan sangat jauh," ujar Lihardo Sinaga kepada wartawan, Sabtu (25/11/2023).
Lihardo Sinaga SH, MH, CPArb, CPM

Tambah Lihardo Sinaga, tuduhan mafia tanah tersebut sangat menyakitkan dan mencoreng nama perusahaan.

Menurut Lihardo Sinaga, PT Kim Mabar memperoleh surat tanahnya dari beberapa persilan sertifikat masyarakat Kota Medan dan itu yang mereka ganti rugi. Sedangkan PT JS memiliki sertifikat tanah dan ada juga surat keterangan tanah yang kepemilikannya di daerah Saentis, Deliserdang. Sehingga, penguasaan lahan yang menjadi sengketa lebih kepada penguasaan PT KIM Mabar.
“Dari peta kebun antara PT KIM Mabar dan Saentis itu ada pembatas tengah. Yakni, tengahnya ada Kebun Sampali. Antara Saentis dan kebun tidak berbatasan langsung," tambahnya.

Dan seluruh tanah tersebut sudah disertifikatkan pada Januari 2010. Atas dasar itulah, pihak perusahaan melakukan pemagaran dan ada IMB-nya.

"Kalau memang ada yang mengaku lahan itu miliknya, kenapa saat pemagaran tidak ada yang ribut," terang Lihardo Sinaga seraya menjelaskan pihak perusahaan mengizinkan warga untuk mengolah lahan tersebut untuk bercocok tanam.

Tapi anehnya, PT JS memperoleh surat SKT dari Kades Saentis pada Agustus 2010. "Oleh PTUN Medan, bahwa sertifikat yang kita miliki sah," tegas Lihardo Sinaga.
Bahkan, dalam proses penyelesaian kasus yang sudah berjalan hampir 10 tahun ini, membuat Inspektur Jendral (Irjen) Kementerian Agraria, Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terpaksa harus turun tangan.

Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan, Reza Andrian Fachri mengatakan, surat Irjen terkait cacat administrasi dengan melakukan pemeriksaan maupun audit, dinilai terlalu melampaui kewenangan.

Sebab, Inspektorat Jendral tidak mengeluarkan surat cacat administrasi.
Kewenangan itu, lanjut Reza, berada di Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan yang selanjutnya disebut Ditjen VII.

“Irjen melakukan audit, itu salah. Irjen tidak merekomendasikan untuk melakukan pembatalan surat cacat administrasi, itu tidak boleh. Silakan konfirmasi ke Kementerian, saya pastikan tidak boleh. Apabila Irjen mengeluarkan surat rekomendasi untuk melakukan pembatalan surat, itu sudah melampaui kewenangan. Saya berani mengeluarkan statement sebagai kepala kantor Kota Medan, saya berani. Harusnya yang melakukan pembatalan itu adalah Dirjen VII karena sesuai kewenangannya. Tapi dari Irjen merekomedasikan surat yang isinya menyatakan cacat administrasi, itu tidak boleh karena melampaui kewenangan,” tegas Reza.

Menurut Reza, bukan tugas Irjen seperti itu karena tugasnya Irjen memeriksa kinerja pegawai Kantah sehingga tidak bisa masuk ke dalam materi teknis. Irjen hanya bisa memeriksa ada kesalahan administrasi yang selanjutnya direkomendasi ke Dirjen VII.

Terang Reza, progres penyelesaian sengketa tanah tersebut, pihaknya sudah menggelar rapat dan akan melakukan rapat lanjutan dengan Dirjen mengenai tapal batas atas sengketa lahan tersebut.

Meski demikian, menurut Reza, tapal batas tidak meruntuhkan hak kepemilikan karena masing-masing memiliki sertifikat. “Tapi apakah sertifikat itu tumpang tindih? Kalau kita lihat tumpang tindih kepemilikan, itu tidak, hanya masing-masing klaim saja ini,” bilang Reza. (in/ka)


Sebarkan:

Baca Lainnya

Komentar