Dokumen foto ekspos perkara humanis asal Kejari Simalungun. (MOL/Ist)
MEDAN | Guna merajut kembali harmoni di tengah-tengah masyarakat, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menghentikan penuntutan perkara tindak pidana humanis lewat pendekatan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
Kali ini perkara pencurian kelapa sawit yang berasal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Simalungun dengan pendekatan humanis berdasarkan Perja No 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif atau RJ.
Setelah dilakukan ekspos perkara secara virtua perkara kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung RI Dr Fadil Zumhana diwakili Plh Direktur TP Oharda Agnes Triani, Selasa (31/10/2023).
Ekspos perkara disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Idianto melalui Plh Wakajati I Made Sudarmawan didampingi Aspidum Luhur Istighfar, para Kasi pada Aspidum. Ekspose juga diikuti Kajari Simalungun Irgan Hergianto dan Kasi Pidum yang mengajukan perkaranya untuk dihentikan dengan humanis.
Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan menyampaikan bahwa perkara yang diajukan untuk dihentikan penuntutannya adalah perkara pencurian kelapa sawit yang berasal dari Kejari Simalungun.
Tersangka pada awalnya berangkat dari rumah dengan berjalan kaki sambil membawa egrek dan tali untuk menuju Afdeling I Blok 05 Q Kebun Mayang dan setibanya di kebun tersebut tersangka mulai memanen tanpa izin tandan buah kelapa sawit dengan cara memotong satu persatu tandan buah kelapa sawit hingga terkumpul sebanyak 15 tandan dan kemudian tersangka mengumpulkan tandan sawit tersebut di pinggir sungai dan meletakkan egrek berdekatan dengan tumpukan buah kelapa sawit.
Tersangka kemudian kembali ke rumah untuk bekerja di ladang sawit warga dan setelah itu tersangka kembali lagi ke tumpukan buah kelapa sawit yang sudah tersangka ambil sebelumnya dan kemudian tersangka mengikat tali pada bonggol tandan sawit dengan tujuan untuk tersangka seberangkan melalui sungai dan setelah tersangka berhasil menyeberangkan buah kelapa sawit tersebut ke pinggir kampung.
"Kemudian tersangka memundak tandan buah kelapa sawit tersebut dan tidak berapa lama kemudian petugas pengamanan kebun datang dan mengamankan tersangka beserta barang buktinya," papar Yos.
Akibat perbuatan tersangka yang memanen/memungut buah kelapa sawit sebanyak 15 (lima belas) Tandan Buah Kelapa Sawit tidak mendapatkan ijin terlebih dahulu dari pemiliknya mengakibatkan pihak PTPN IV Kebun Mayang sebagai pemilik mengalami kerugian sebesar Rp246.600.
"Tersangka Budi Rajagukguk melanggar kesatu, Pasal 107 huruf d UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 ayat (1) KUHPidana atau kedua Pasal 374 KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," paparnya.
Setelah disetujui untuk dihentikan perkaranya dengan pendekatan keadilan restoratif, tersangka Budi Rajagukguk berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Adapun alasan penghentian penuntutan berdasarkan Perja No 15 Tahun 2020 karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
Nilai kerugian perkara relatif kecil yakni Rp246.600 dan tidak lebih dari Rp2,5 juta dan tersangka belum sempat menikmati hasil kejahatan yang dilakukan.
"Antara tersangka dan korban dalam hal ini pihak perkebunan sudah saling memaafkan dan ini telah membuka ruang yang sah bagi semua orang untuk menciptakan harmoni di tengah-tengah masyarakat, dan tidak ada dendam di kemudian hari," pungkas Yos. (ROBS)