Dr Nurlela saat didengarkan keterangannya sebagai saksi. (MOL/ROBERTS)
MEDAN | Sebagaimana permintaan majelis hakim diketuai Sulhanuddin pekan lalu, tim JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan Fauzan Irgi Hasibuan dan Julita Purba, Kamis (23/11/1023) menghadirkan Dr Nurlela dalam sidang lanjutan di Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan.
Nurlela semula dinilai sebagai saksi kunci aliran dana sebesar Rp500 juta dana program wajib Ma'had Al-Jami'ah (pesantren kampus) bagi calon mahasiswa / mahasiswi baru Tahun Akademik 2020 / 2021.
Satu jam lebih saksi dicecar JPU, majelis hakim dan tim penasihat hukum kedua terdakwa yakni Kepala Pusat Pengembangan Bisnis (Pusbangnis) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Sangkot Azhar Rambe (SAR) dan Evy Novianti Siregar selaku staf Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pusbangnis.
Fakta terungkap di persidangan, ada fotokopi kwitansi penyerahan Rp500 juta uang ma'had mahasiswa baru dari terdakwa SAR (dihadirkan secara virtual-red) kepada saksi Dr Nurlela.
Namun bukti fisik uang tidak sedikit tersebut, masih misteri. Nggak tahu ke tangan siapa. Menurut saksi, dia belakangan tahu menduduki posisi sebagai Ketua Center of International Islamic Civilization (CIIC) atau Percepatan Program Ma'had UINSU.
"SK pengangkatan Saya sebagai Ketua CIIC oleh pak Saidurrahman (terdakwa in absentia juga berkas terpisah) setelah diperiksa tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenag Yang Mulia," urai Nurlela.
Saksi menambahkan, mau menandatangani kwitansi serah terima uang Rp500 juta dari terdakwa SAR, atas perintah Prof Dr Saidurrahman ketika itu sebagai Rektor UINSU.
"Untuk kelengkapan administrasi. Ecek-eceknya itu," kata saksi menirukan ucapan mantan orang pertama di perguruan tinggi Islam negeri kebanggaan Sumut tersebut. Namun uangnya sama sekali tidak ada diterima saksi.
Saat ditanya hakim anggota Ibnu Kholik, Nurlela memang mengakui dirinya yang mengantar terdakwa Evy Novianti Siregar yang kebetulan juga masih ada hubungan keluarga dengannya, ke bank BRI di kawasan Aksara Medan. Mereka berangkat dari rumah saksi dengan menggunakan mobilnya.
Menurut terdakwa Evi, sambungnya, untuk tanda tangan specimen. Dia mengaku sama sekali tidak mengetahui apakah yang dicairkan terdakwa uang ma'had atau tidak.
Diproses
Ketika diperiksa tim Itjen Kemenag RI, dia juga mengetahui adanya Surat Irjen Kemenag kepada Satuan Pemeriksa Internal (SPI) UINSU yang menyatakan agar rektor mengembalikan dana ma'had tersebut kepada para mahasiswa.
Menjawab pertanyaan pembuka dari hakim anggota lainnya, As'ad Rahim Lubis, saksi mengatakan menyelesaikan program Doktor pada tahun 2017. Sedangkan kwitansi penerimaan Rp500 juta dari terdakwa SAR ditandatanganinya pada tahun 2021.
"Saudara ini kan orang berpendidikan. Atas dasar perintah Saidurrahman? Sama-samalah kalian dengan kedua terdakwa ini. Pasal 55 KUHPidana. Sama-sama korban perintah. Kenapa kalian di rumah, orang ini nggak (dipenjara)?
Perintah. Lupa. Gak ingat. Saya minta orang ini juga diproses. Cukup," pungkas As'ad sembari melirik tim JPU Fauzan Irgi dan Julita Purba yang kemudian terlihat menganggukkan kepala.
Di penghujung sidang hakim ketua Sulhanuddin meminta JPU agar menghadirkan kembali saksi Nurlela dan terdakwa SAR langsung di persidangan (offline) serta Etika, pekan depan untuk dikonfrontir keterangannya. Etika merupakan orang yang menyerahkan kwitansi kepada saksi Nurlela.
Mangkrak
Diberitakan sebelumnya, program ma'had mahasiswa baru yang diinisiasi mantan Rektor UINSU Prof Dr Saidurrahman menjadi temuan Itjen Kemenag RI. Pengelolaan keuangannya bermasalah yakni melalui Pusbangnis. Yang seharusnya dikelola Badan Layanan Umum (BLU) UINSU.
Terdakwa Saidurrahman selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) kemudian menunjuk terdakwa SAR dan Evy Novianti Siregar mengelola dana ma'had. Uang tersebut kemudian dimasukkan ke rekening KCP BRI Aksara sebesar Rp956.200.000.
Faktanya, rekening tersebut tidak didaftarkan di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dan pembangunan asrama mahasiswa / mahasiswi baru di kawasan Tuntungan mangkrak, bertepatan masa pandemi Covid-19 di Tanah Air.
Ketiga terdakwa dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)