Tersangka Andi Ahmad Ridla alias Rido, Semedi Napitupulu dan Andi M Badrullah Ali Habibulah (kiri ke kanan) dihadirkan sebagai saksi. (MOL/ROBERTS)
MEDAN | Fakta terbilang mencengangkan terungkap dalam sidang lanjutan perkara korupsi pembangunan lanjutan Jembatan Sei Wampu, Jalan Lintas Medan-Banda Aceh, Stabat, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Senin (4/12/2023).
Jauh sebelum tender (lelang terbuka), diduga kuat sarat dengan permufakatan jahat. Akibat perbuatan kedua terdakwa menurut JPU pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut, keuangan negara dirugikan sebesar Rp6.697.601.179.
Yakni terdakwa Johannes Christian Nahumury ST seolah diberikan kuasa dari direktur Utama (Dirut) PT Nur Ihsan Minasamulia (NIM) yang mengerjakan pembangunan lanjutan Jembatan Sei Wampu dan Nani Tabrani, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), berkas terpisah.
Giliran Andi Ahmad Ridla alias Rido selaku Komisaris PT NIM September 2019, Andi M Badrullah Ali Habibulah selaku Dirut, juga adik Rido dan Semedi Napitupulu sebagai Site Engineer (SE) dihadirkan JPU Hendri Sipahutar didampingi Desi Belinda Situmorang di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan sebagai saksi.
"Saksi atas nama Rido kemarin berstatus tersangka oleh penyidik Polda Sumut. Iya, masih terkait perkara korupsi pembangunan lanjutan Sei Wampu," kata Hendri Sipahutar, Selasa pagi tadi (5/12/2023).
Kembali ke arena sidang, dengan lugas Rido mengakui bahwa dirinyalah yang memalsukan tanda tangan adiknya, saksi Ali Habibulah selaku Dirut PT NIM.
"Perusahaan keluarga Yang Mulia. Sebelumnya (terdakwa) Johannes minta dokumen profil perusahaan. Saya kasih. Saya yang teken Akte Kuasa sebagai Direksi PT NIM kepada Johannes, pakai nama adik Saya. Dia (terdakwa Johannes) bawa berkasnya ke Medan," urai Rido.
Saat dicecar Hendri Sipahutar tentang pembayaran progres pekerjaan masuk rekening atas nama PT NIM, saksi Rido menimpali, telah dilakukan pindah buku rekening. Saksi juga yang meneken pin booknya.
"Dapat fee pinjam perusahaan Rp100 juta dari Johannes. Kenal dia 2018 lalu. Saya pernah pinjam perusahaan ke terdakwa tapi kalah (tender)," tuturnya.
Sebelumnya menjawab pertanyaan JPU, saksi Ali Habibulah membenarkan belakangan baru tahu kalau tanda tangannya dipalsukan abangnya.
"Dia (saksi Rido) gak punya hak untuk memberikan kuasa kepada terdakwa Johannes, kenapa gak saudara laporkan (ke kepolisian)?" cecar hakim ketua Fauzul Hamdi didampingi anggota majelis Husni Tamrin dan Sontian Siahaan. Ali Habibulah pun tampak diam tertunduk.
28 Persen
Di bagian lain saksi Semedi Napitupulu selaku SE pekerjaan lanjutan Jembatan Sei wampu menerangkan, beberapa kali pernah turun ke lapangan koordinasi dengan tim untuk memberikan masukan. Dia lebih familiar dengan pihak kontraktor bernama Supriyadi, sebagai General Superintendent (GS), dibandingkan terdakwa Johannes.
Sebagai konsultan supervisi, saksi juga mengakui ada menandatangani progres hasil pekerjaan atau Mutual Check (MC) 3,4,5 di angka 28 persen bersama terdakwa PPK Nani Tabrani. Namun progres selanjutnya, tidak mau menandatanganinya karena tidak ada paraf dari stafnya yang mengawasi pekerjaan di lapangan.
"Pernah disuruh GS untuk menandatangani MC 6A dan 7 pada 3 Des 2019, gak mau Saya. Kalau ada paraf staf, baru mau Saya teken. Karena Saya yang bertanggung jawab terhadap progres hasil pekerjaan," tegas Semedi Napitupulu.
Dimenangkan
Sementara pada persidangan beberapa pekan lalu, saksi dari unsur Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan Akhmad Muklis sebagai Ketua sekaligus anggota dan Risky Anugrah (Sekretaris) serta 3 anggota lainnya Armansyah, M Yus Adli dan Jones Hendra M Sirait yang dihadirkan tim JPU, sempat diam tertunduk.
Hakim anggota Husni Tamrin memanggil Akhmad Muklis dan Risky Anugrah ke meja majelis untuk membacakan keterangan mereka di Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Iya. Persis seperti dakwaan JPU. PT NIM tidak layak dimenangkan. Tapi karena pesan si Bambang Pardede selaku Kepala Bidang (Kabid) Pembangunan maka kalian menangkanlah perusahaan itu," cecarnya.
19,5 Persen
Dalam dakwaan disebutkan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengalokasikan dana Rp19.633.256.000 bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembangunan lanjutan Jembatan Sei Wampu Tahun Anggaran (TA) 2019.
Hasil pemeriksaan fisik / investigasi ahli dari tim Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU), pekerjaan lanjutan Pembangunan Jembatan Sei Wampu progres atau total bobot pekerjaannya hanya sebesar 19,5 persen.
Bahwa setelah dilakukan penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sumut sebesar Rp6.697.601.179.
Keduanya dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 dari UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair, Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 dari UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (ROBERTS)