Pengamat Politik USU : TNI dan Polri Jangan Jadi Alat Penguasa di Pemilu 2024 Nanti

Sebarkan:

 

Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara (USU) Indra Fauzan.SHI.M.Soc.Sc.PhD

PADANGSIDIMPUAN  | Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia  maupun Tentara Nasional Indonesia (TNI), diminta untuk tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis menjelang Pemilu 2024. Polri dan TNI merupakan alat negara dan bukan alat penguasa. Maka netralitas keduanya harus dijaga dan diawasi, sehingga yang harus dipatuhi adalah konstitusi dan aturan perundang-undangan.

Netralitas TNI dan Polri membantu memastikan bahwa pemilu berlangsung tanpa intervensi militer atau polisi yang dapat mengganggu proses pemilihan. Ini penting untuk menjaga keadilan dan integritas pemilu.

Pengamat Politik Universitas Sumatera Utara (USU) Indra Fauzan.SHI.M.Soc.Sc.PhD mengatakan, TNI, Polri dan Instansi pemerintah terutama Aparat Penegak hukum (APH), harus bersikap netral dan tidak menjadi alat kekuasaan.

Indra juga mengatakan, kalau TNI, Polri ataupun APH tidak netral dan menjadi alat kekuasaan, maka akan mencoreng nilai-nilai demokrasi di Indonesia dan pastinya kedepannya  pemerintahan yang terbentuk menjadi pemerintahan yang juga tidak demokratis.

"Jika tidak ingin mencoreng demokrasi, TNI, Polri dan instansi pemerintahan maupun APH harus bersikap netral pada pemilu 2024 nanti dan jangan mejadi alat penguasa," sebut Indra kepada metro-online.co, Kamis (6/12/2022).

Tidak itu saja kata Fauzan, masyarakat juga tidak hanya sekedar voter atau pengambil keputusan, namu bisa juga bertindak mengawasi adanya kecurangan atau ketidaknetralan.

"Makanya rakyat tidak hanya sekedar menjadi objek politik sebagai voter, tetapi juga bisa bertindak mengawasi kalau ada kecurangan dan ketidaknetralan," ucap Indra.

"Disinilah peran masyarakat diperlukan dan berhak mengawasi netralitas para aparat tersebut dan banyak cara kok seperti melaporkan, mengawasi, memviralkan dan lain sebagainya," tambahnya.

Selain itu kata Indra, rakyat tidak hanya menyerahkan seluruhnya kepada penyelenggara pemilu secara penuh, akan tetapi pengawasan menggunakan media digital seperti smartphone akan membuat pengawasan semakin baik, dan aparat yang tidak.netral akan terlihat dan akan viral.

"Netralisasi TNI dan Polri ini tentunya diatur  undang-yndang tentang Polri, UU tentang TNI dan juga UU tentang Netralitas ASN, selain itu UU pemilu tahun 2017 juga mengatur tentang netralitas ini jadi apabila APH dan ASN serta perangkat desa tidak netral maka bisa dianggap pidana.. Aturannya jelas dan terang, tinggal masyarakat harus bersifat kritis mengawasi jangan mau di bodoh bodohi," tegasnya.

Indra menyebutkan TNI dan Polri netral dan tidak memiliki hak suara di pemilu.  Sedangkan ASN walaupun netral tapi memiliki hak suara di pemilu.

TNI, Polri dan ASN maupun APH harus menunjukkan netralitasnya, seperti tidak ikut dalam kampanye, tidak menunjukkan dukungan kepada salah satu calon, tidak mengintimidasi rakyat maupun tim sukses dan banyak hal yang jelas tidak turut serta dalam mendukung calon tertentu.

"Dalam undang-undang pemilu 2017 diatur tentang pidananya, banyak pasal yang mengatur soal itu. Nah sebagai jurnalis tentunya punya kewajiban menyampaikan undang-undang ini ke masyarakat. Disini juga media punya peran sebagai indikator demokrasi perlu menyampaikan kepada para pembaca dan rakyat tentang netralitas aparat ini," tutur Indra.

"Rakyat harus bersatu mengawasi, melaporkan dan menjaga marwah aparat tentunya dengan menjaga aparat ini tetap netral dan tidak memihak," pungkas Indra. (Syahrul/ST)


Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini