Divonis Bebasnya TPPO Mantan Bupati Langkat, KontraS Sumut Minta Majelis Hakim dan JPU Diperiksa

Sebarkan:


Dokumen foto staf Advokasi KontraS Sumut Ady Yoga Kemit dan persidangan mantan Bupati TRP  alias Pak Terbit alias Cana. (MOL/Ist) 



MEDAN | Divonis bebasnya mantan Bupati Langkat periode 2019 Terbit Rencana Perangin-angin (TRP) alias Pak Terbit alias Cana, terdakwa perkara tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terkait penemuan kerangkeng manusia di komplek rumahnya mendapat reaksi dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut).

KontraS Sumut melalui staf Advokasi Ady Yoga Kemit
dalam pers rilisnya, Sabtu (13/7/2024) mendesak pihak terkait memeriksa majelis hakim yang menjatuhkan vonis bebas terdakwa serta JPU yang menangani perkara dimaksud. 

“Putusan bebas terhadap TRP adalah bentuk pengangkangan hukum terhadap keadilan bagi korban dan mencederai nilai kemanusiaan. Putusan ini tentu akan menimbulkan kegundahan bagi publik pada instansi hukum yang amburadul.
 
Kerangkeng Langkat milik TRP tidak pernah memanusiakan manusia dan justru menjadi ruang perbudakan modern yang mengakibatkan penderitaan dan bahkan hilangnya nyawa,” tulisnya. 

Menurut KontraS Sumut, ‘eksekutor’ di lapangan telah divonis hukuman, sedangkan aktor intelektual sekaligus pemilik kerangkeng Langkat divonis bebas. Artinya bebasnya TRP akan berdampak pada tidak terpenuhinya pemulihan bagi korban. 

Relasi kuat eks Bupati TRP tentu juga memungkinkan adanya intervensi terhadap institusi peradilan. Lagi lagi kita sangat kecewa dengan putusan yang tidak menjunjung tinggi rasa keadilan dan melakukan pembiaran terhadap fakta fakta bahwa praktik penyiksaan dan perbudakan terjadi di kerangkeng milik TRP.

Maka dari itu KontraS Sumut mendesak, pertama, mendesak Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) RI melakukan pemeriksaan kepada majelis hakim pemeriksa perkara serta menyelidiki adanya dugaan pelanggaran etik.

Kedua, mendesak Komnas HAM untuk melakukan pemantauan dan menindaklanjuti kasus dugaan TPPO yang merupakan bagian dari pelanggaran HAM, sebagaimana mandat UU Nomor 39 Tahun 1999.

Ketiga, mendesak Komisi Kejaksaan (Komjak) RI melakukan pemeriksaan terhadap tim JPU diduga melakukan undue delay (penundaan penyelesaian berkas perkaranya-red) serta melakukan pemeriksaan sehubungan dengan perilaku dan / atau dugaan pelanggaran peraturan kedinasan kejaksaan.

Pertimbangan

Secara terpisah Andriansyah selaku hakim ketua yang menyidangkan perkaranya saat dikonfirmasi Minggu mejelang petang tadi (13/7/2024) mengatakan, kurang etis mengomentari putusan bebas terdakwa TRP, Senin lalu (8/7/2024) di PN Stabat.

“Salah seorang hakim anggota (Dicki Irvandi) kebetulan Humas pula. Atau Senin lusa bang Regar langsung aja ke PN Stabat menanyakan apa pertimbangan hukum majelis hakim,” katanya.

Sementara setelah dicek di sejumlah media online, belum ada yang menyajikan apa pertimbangan hukum majelis hakim sehingga terdakwa RTP divonis bebas.

Secara tersirat Adriansyah memberikan semacam ‘clue’. “Berkaitan dengan perkara sebelumnya. Kalau bisa saran, abang coba searching (pertimbangan hukum sesuai fakta terungkap di persidangan) dari Direktori Putusan MA. Itu sudah jadi konsumsi publik,” pungkasnya.

Bersalah

Hasil penelusuran riwayat perkara secara online (SIPP PN Stabat), 4 terdakwa (berkas terpisah) telah divonis bersalah terkait keberadaan kerangkeng manusia periode 2010 hingga 2022. Terang Ukur Sembiring (terdakwa I), Junalista Surbakti (terdakwa II) serta Rajisman Ginting alias Rajes Ginting (terdakwa IV) dipidana 3 tahun penjara. 

Sedangkan Suparman Perangin-angin (terdakwa III) dipidana 2 tahun penjara. Keempatnya juga masing-masing dipidana denda Rp200 juta subsidair 2 bulan kurungan

Kasasi

Sebelumnya, Koordinator Intelijen Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) Yos A Tarigan lewat sambungan telepon, Kamis petang (11/7/2024) mengatakan, JPU melakukan upaya hukum kasasi atas putusan bebas tersebut.

“Di persidangan tim JPU juga menyatakan kasasi. Putusan tidak sesuai tuntutan (14 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan). Sampai saat ini putusan lengkap (salinan putusan) belum diterima tim,” kata mantan Kasi Penkum Kejati Sumut itu. (ROBERTS)




Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini