Kadis PUPR Kabupaten Langkat Hendra Hutajulu (kanan) dan stafnya, Soni saat didengarkan keterangannya sebagai saksi. (MOL/Ist)
MEDAN | Bupati Labuhanbatu nonaktif Erik Adtrada Ritonga (EAR) spontan ‘tersengat’ atas keterangan saksi Hendra Hutajulu, selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Labuhanbatu dalam sidang lanjutan, Rabu (17/7/2024) di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan.
Pasalnya, di hadapan majelis hakim diketuai As’ad Rahim Lubis, saksi menerangkan, dirinya koordinasi dengan Rudi Syahputra Ritonga (terdakwa berkas terpisah) selaku anggota DPRD Labuhanbatu membahas sejumlah pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD atau proyek aspirasi, atas perintah terdakwa bupati EAR.
Sementara mantan orang pertama di Pemkab Labuhanbatu itu didakwa tim JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima uang suap sebesar Rp4,9 miliar dari para rekanan yang mengerjakan sejumlah proyek di Labuhanbatu, melalui Rudi Syahputra Ritonga, juga sepupu EAR.
Menurut terdakwa, keterangan Hendra ada yang tidak sesuai dengan yang terjadi sebenarnya. "Yang Saya tahu, Pak Hendra Hutajulu ini orang yang jujur dan Saya sangat sayang sekali sama beliau ini.
Tetapi, ada yang Saya kesal hari ini, sebelumnya Saya tidak kesal. Bahwasanya pak Hendra Hutajulu pernah datang ke rumah saya menyampaikan ada pokir-pokir (proyek aspirasi) yang harus kita lelangkan segera," cetusnya.
Kemudian, dia pun mengaku bahwa dirinya tidak ada memerintahkan Hendra untuk berkoordinasi dengan terdakwa Rudi Syahputra selaku anggota DPRD Labuhanbatu.
"Waktu itu Saya bilang kepada beliau tunggu dulu APBD perlu kita akomodir (untuk) seluruh proyek yang ada di PUPR Labuhanbatu ini. Serta, Saya mengatakan akan berkoordinasi dengan seluruh anggota DPRD Labuhanbatu proyek mana yang harus dikurangi. Tidak ada saya suruh koordinasi dengan Pak Rudi Syahputra," lanjutnya.
Mendengar pernyataan Erik itu, Hendra pun menjawab bahwa pokir sudah tersistem dan tidak perlu lagi berkoordinasi dengan anggota DPRD.
Teknik Kimia
Fakta menarik lainnya terungkap di persidangan saat mendengarkan keterangan saksi lainnya, Soni selaku anggota Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada Dinas PUPR.
Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum Hendra Hutajulu, juga atasannya langsung punya kedekatan dengan Rudi Syahputra Ritonga. “Selentingan (di Dinas PUPR) orangnya bupati (EAR) itu,” katanya menirukan rumor berkembang.
Di bagian lain menjawab pertanyaan penasihat hukum terdakwa, saksi mengatakan, Hendra Hutajulu kemudian mendapat promosi jadi pelaksana Harian (Plh) Kadis PUPR Kabupaten Labuhanbatu walaupun berlatar belakang pendidikan Sarjana Teknik Kimia. Bukan Sarjana Teknik Bangunan.
“Namun dari segi pangkat maupun golongan, pak Hendra wajar dapat promosi Plh Kadis,” timpalnya.
Senyum-senyum
Saksi juga mengungkapkan keterangan menarik lainnya mengenai sejumlah nilai penawaran para rekanan yang mendekati angka Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang dibuat.oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang bisa mencapai 300 item.
“Kalau kami melaporkan pemenang tendernya perusahaan misalnya perusahaan A. Terus senyum-senyum dia (Hendra Hutajulu). Dari gerak gerik tubuhnya kan tau kita Yang Mulia,” terangnya menjawab pertanyaan hakim anggota Ibnu Kholik.
Saksi, majelis hakim, tim JPU, penasihat hukum dan pengunjung sidang pun ikut tersenyum dan tertawa kecil. Sidang pun dilanjutkan, Jumat mendatang (19/7/2024).
Sementara diberitakan sebelumnya, Bupati nonaktif EAR melalui orang kepercayaannya, Rudi Syahputra menerima uang suap sebesar Rp4,9 miliar dari para rekanan (sudah divonis bersalah juga di Pengadilan Tipikor Medan-red).
Terpidana Efendy Sahputra alias Asiong dan Yusrial Suprianto Pasaribu masing-masing divonis dua tahun penjara denda Rp100 subsidair 2 bulan kurungan.
Fazarsyah Putra alias Abe dihukum 1 tahun dan 8 bulan penjara dan Wahyu Ramdhani Siregar (juga berkas terpisah) divonis 1,5 tahun dengan denda berikut subsidair sama dengan 2 terdakwa sebelumnya. (ROBERTS)