Kasus Rp6,3 M Masih di Persimpangan, 11 Mantan Pejabat dan Staf Bank Sumut ‘Disekolahkan’ di Tanjung Gusta

Sebarkan:
 

Foto Ilustrasi. (MOL/Ist)



Catatan: Robert Siregar, Redaktur Metro Online



“Kreditur (bank) harus mempertimbangkan 5C sebelum memberikan kredit bagi debitur. Yakni Character, Capacity, Capital, Condition dan Collateral,” Brad Farris, Konsultan bisnis.


‘Lorong gelap’ pemberian fasilitas kredit berujung pada indikasi tindak pidana korupsi beraroma semerbak kredit macet sepertinya masih menganga di PT Bank Sumatera Utara (Sumut).

Di satu sisi, fungsi utama perbankan Indonesia sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, memang dijamin oleh UU Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, populer disebut UUP.

Namun di sudut sana rekam jejak masih bisa diakses dengan bola mata telanjang. Data dihimpun penulis periode tahun 2013 hingga 2020, sebanyak 11 mantan pejabat maupun staf di perusahaan perbankan kebanggan masyarakat Sumut tersebut pernah ‘disekolahkan’ di Rumah Tahanan Negara (Rutan) maupun Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Medan. 

Miris. Kesemuanya terperosok ke lobang pemberian fasilitas kredit kepada debitur bermasalah yang berujung kredit macet mengakibat kerugian keuangan negara tidak sedikit. 

Apakah dikarenakan penindakan hukumnya tidak sampai ke anak tangga efek jera? Atau ada faktor X, sehingga uang negara di perusahaan perbankan secara melawan hukum bisa dinikmati begitu saja oleh pejabat, staf dan debitur bermasalah? 

BPDSU

Sebelum sampai ke sana, izinkan penulis mengutip laman Bank Sumut. Bank plat merah berkantor di Jalan Imam Bonjol, Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan itu awalnya bernama Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (BPDSU) yang didirikan pada tanggal 4 November 1961 lalu.

Sesuai dengan Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah Tingkat I Sumut, pada tahun 1962 bentuk usaha diubah menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan modal dasar pada saat itu sebesar Rp100 juta yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II se-Sumut.

Pada tahun 1999, badan hukum BPDSU diubah menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara atau disingkat PT Bank Sumut. Modal dasar pada saat itu menjadi Rp400 miliar yang selanjutnya dengan pertimbangan kebutuhan proyeksi pertumbuhan bank, di tahun yang sama modal dasar kembali ditingkatkan menjadi Rp500 miliar.

Laju pertumbuhan Bank Sumut kian menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan. Tercatat total asset Bank Sumut mencapai 10,75 triliun pada tahun 2009 dan menjadi Rp12,76 triliun pada tahun 2010. Didukung semangat menjadi bank profesional dan tangguh menghadapi persaingan dengan digalakkannya program to be the best yang sejalan dengan road map BPD Regional Champion 2014.

Modal dasar Bank Sumut kembali ditingkatkan dari Rp1 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp2 triliun pada tahun 2011 dengan total aset meningkat menjadi Rp18,95 triliun. Singkatnya, per Desember 2023, total Aset Bank Sumut tercatat sebesar Rp44,4 triliun atau tumbuh 9,40 % (yoy). 

Total dana pihak ketiga tumbuh 9,75% (yoy) atau sebesar Rp35 triliun, total penyaluran kredit Bank Sumut sebesar Rp29,4 triliun atau meningkat 5,38% (yoy), total laba bersih sebesar Rp740 miliar atau tumbuh 5,56% (yoy) dan non-performing loan (NPL) Bank Sumut, tercatat berada dalam angka yang lebih rendah, yakni 2,38% (yoy) dari 2,62%.

Tak Konsisten

Ibarat piramida, data di atas mengerucut ke permukaan. Selain untuk asupan Keterbukaan Informasi Publik sebagaimana diamanatkan UU Nomor 14 Tahun 2008, juga membangun dan mempertahankan citra Bank Sumut sebagai bank yang memang profesional dan tangguh menghadapi persaingan.  

Suka atau tidak, fakta lainnya berdiri tegak ditandai dengan putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap. Di seberang sana ‘lorong gelap’ mengakibatkan raibnya keuangan negara masih menganga. 

Sebanyak 11 mantan pejabat dan staf di PT Bank Sumut serta debitur bermasalah harus mendekam di balik terali besi karena pemberian fasilitas kreditnya jauh dari prinsip kehati-hatian sebagai perusahaan perbankan.

Mengutip laman Universalbpr, Brad Farris, konsultan bisnis terkenal asal Negeri Paman Sam berpendapat, kreditur (perbankan) harus mempertimbangkan unsur 5C, sebelum memberikan kredit bagi debitur. 

Yakni Character (Karakter), Capacity (Kapasitas/Arus Kas /Keuangan), Capital (Modal), Condition (Kondisi) dan Collateral (Agunan). Menurut penulis, itu yang tidak dijalankan secara konsisten di PT Bank Sumut. (Bersambung)



Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini